HOAKS, PILPRES DAN AGAMA

Data dari Kominfo, periode Agustus 2018 – 31 Mei 2023 telah beredar 11.642 Hoaks dalam berbagai kategori, merupakan jumlah yang sangat besar. Dalam 3 bulan pertama 2023 terdapat 425 isu hoaks. Internet memberikan pengaruh besar dalam penyebaran berita bohong, “Data Kemenkominfo menyebutkan bahwa ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu,” (Sumber : Kominfo) Pertanyaan menarik adalah kenapa jumlah hoaks itu sedemikian besar? Jawabannya tentu karena manusia memang menyukai hoaks.
Maret 2017 saya pernah menulis panjang tulisan tentang hoaks dan terbagi dalam 3 tulisan, bisa di baca di sini, Bagian Dua dan Bagian Tiga.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka dia semakin rasional, pikiran dan tindakannya berdasarkan data dan objektif. Sebaliknya semakin rendah pendidikan seseorang maka dia semakin irrasional, bertindak berdasarkan perasaan atau emosi. Maka tidak mengherankan jika Indonesia menjadi lahan paling subur untuk menyebarkan hoaks karena memang jumlah orang yang berpendidikan tinggi di Indonesia berdasarkan data hanya 8% dari total jumlah penduduk.
Disamping pendidikan, pola kehidupan sosial masyarakat juga ikut mendukung tersebarnya hoaks, Indonesia terkenal sebagai masyarakat paling kepo seluruh dunia. Di Jepang, anak-anak di didik sejak dini untuk tidak boleh mengomentari hal berhubungan pribadi orang, baik fisiknya maupun perilakunya bahkan juga keyakinannya. Maka Buly hal yang paling dilarang. Anak-anak diajarkan untuk tidak mengambil barang yang bukan miliknya walaupun barang tersebut jatuh di jalan. Jepang tidak sekedar menerapkan pola nasehat seperti di Indonesia tapi langsung kepada praktek sehingga anak-anak benar-benar paham.
Ketika manusia digerakkan atas dasar emosi (irrasional) maka logikanya tidak berjalan secara normal. Sebagian besar masyarakat Indonesia memilih presiden, Kelapa Daerah dan Legislatif bukan karena pilihan rasional tapi lebih kepada perasaan. Atas alasan itulah maka hoaks sangat dibutuhkan untuk memainkan emosi dari pemilih.
Ada 5 emosi paling signifikan pada manusia yaitu: Ketakutan, Kebencian, Kesedihan, Kebahagiaan dan Kemarahan. Sebenarnya yang paling bagus dilakukan untuk memotivasi manusia adalah berdasarkan kebahagiaan dan cinta, itu lebih kuat dan bertahan lama. Masyarakat Indonesia akan lebih kuat kepribadiannya jika diberikan harapan, jaminan akan kesejahteraan dan diajak untuk ikut serta dalam mewujudkan itu semua. Namun emosi paling kuat dan paling mudah untuk dipengaruhi adalah emosi negatif : Kemarahan, Kebencian dan Ketakutan.
Maka dengan sumber dana yang sangat besar untuk Pilpres, bisa dibayangkan dalam 100 hari ke depan sampai saat pemilihan 14 Februari 2024 akan begitu banyak informasi dalam berbagai wujud yang memainkan 3 emosi negatif paling kuat manusia yaitu Kemarahan, Kebencian dan Ketakutan. Memilih itu berdasarkan logika dan perasaan (hati) dan paling menentukan dalam memilih adalah perasaan bukan logika, disinilah peran media untuk memainkan perasaan para pemilih.
Orang-orang yang dominan logikanya akan cenderung memilih pemimpin berdasarkan konsep dan ide yang ditawarkan daripada hoaks yang disebarkan. Kita akan memilih pemimpin yang akan membereskan kehidupan kita sekarang (jaminan kesehatan, kesejahteraan, keadilan) dan juga yang akan membawa kepada masa depan yang penuh tantangan.
Karena manusia paling mudah dimotivasi atau digerakkan berdasarkan emosi negatif maka jalan untuk menetralisir itu semua adalah dengan DZIKIR. Ketersambungan dengan Allah SWT akan membuat jiwa kita menjadi tenang, akal menjadi jernih, pikiran terbebas dari informasi negatif sehingga dalam bertindak akan lebih terarah, sesuai dengan kehendak-Nya. Orang yang istiqamah berzikir walaupun pendidikan serendah apapun akan bisa mengontrol dirinya, akan lebih terbimbing karena hati senantiasa damai.
Orang yang tidak berzikir (Nabi menyebut sebagai orang mati), hatinya selalu dipenuhi 3 emosi kuat tadi yaitu: Kemarahan, Kebencian dan Ketakutan. Mereka lebih senang mendengar kata SESAT dari pada BENAR, lebih senang kata BID’AH daripada SUNNAH, lebih senang mendengar kata KAFIR daripada IMAN. Mereka tidak sedang membela agama atau menegakkan sunnah, tapi sedang menyalurkan 3 emosi negatif dan kebetulan saluran paling aman dan paling murah untuk menyalurkannya adalah lewat agama.
Sementara orang yang terbiasa dzikir dengan bimbingan Mursyid akan menyalurkan 3 emosi ini lewat dzikir, suluk dan ber-Ubudiyah dan semuanya tersalur lewat wasilah-Nya sehingga menjadi netral, tidak menyebar ke alam yang akan memberikan dampak negatif kepada dirinya dan lingkungannya.
Orang yang menjaga dzikir, andai hidupnya bergejolak, masalah datang silih berganti, dia tidak mencari penyelesaian diluar dirinya tapi penyelesaian dari dalam dirinya. Ketika di dalam selesai maka diluar ikut selesai…
sMoga Bermanfaat…


One Comment
Arief Parenrengi
Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh, insya allah abangda.. selalu dalam lindungan allah swt..