MANUSIA PURBA YANG TERJEBAK DI ERA MODERN

Sejarah mencatat bahwa kebenaran yang di turunkan oleh Allah kepada manusia selalu mengalami fase penolakan dalam berbagai bentuk bahkan sampai upaya menghilangkan sang Pembawa Pesan (Nabi/Rasul), baru kemudian manusia sampai ke tahap menerima kebenaran tersebut. Berulang kali ini terjadi sejak zaman Nabi Adam AS sampai kepada Nabi Muhammad SAW dan proses ini akan terus berlangsung… di tolak baru kemudian pelan-pelan diterima. Jika kita memakai kacamata agama jawabannya sangat singkat, ada sosok Iblis beserta sekutunya yang berusaha melawan kebenaran. Nampaknya jawaban seperti ini agak kurang bisa diterima oleh Masyarakat kita yang sudah semakin maju terutama kaum milenial. Tulisan ini akan membahas dalam berbagai sudut pandang tanpa membuat kesimpulan, pembaca menyimpulkan sendiri..
David R. Hawkins, seorang psikiater, penulis, pendidik, dan peneliti yang terkenal, telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam mengembangkan Konsep Skala Kesadaran di dalam bukunya “Force And Power” mengatakan bahwa dasarnya manusia adalah menolak spiritual. Secara alamiah manusia itu diciptakan menolak spiritual, mereka lebih senang kepada ritual tanpa spiritual. Maka dalam susunan agama apapun, pengamal spiritual itu sangat sedikit, orang lebih cenderung kepada pengamal formalis (syariat), karena di ranah ini tidak ada konsekwensi sama sekali, hanya dogma dan segalanya berbentuk ilusi dan ini yang paling disenangi manusia.
Manusia termotivasi kepada dua hal : “Menjauh dari sengsara” dan ”Mencari Kesenangan”. Atas dasar itu pula Tuhan agar manusia mencapai Hakikat diberi dua motivasi yaitu Surga dan Neraka. Ketika kesadarannya masih rendah, dua motivasi ini sangat membantu dia dalam bergerak, berkarya dan melakukan banyak hal sampai nanti jika nasibnya baik berjumpa dengan orang yang bisa membimbing akan sampai ketahap spiritual, hatinya disinari Cahaya Ilahi, 2 motif tadi akan luntur, tidak untuk mencapai surga juga tidak untuk menghindar neraka tapi semata-mata hanya untuk mencapai cinta-Nya.
Kisah Nabi Adam AS yang terusir dari surga sebenarnya memberikan gambaran kepada manusia bahwa alamiah manusia itu memang menolak spiritual. Manusia memerlukan instrumen lain untuk bisa mencapai spiritual yaitu harus melewati derita (mujahadah) agar apa yang didapat bisa dihargai dan dia mempunyai pandangan yang luas terhadap apapun. Orang yang telah melewati perjuangan berat untuk bisa sampai kehadirat-Nya akan memiliki sikap memaklumi, toleransi dan berkasih sayang terhadap siapapun.
Jika pengetahuan masih terbatas, biasanya manusia cenderung mengikuti sifat dasar manusia yaitu bertahan hidup. Manusia yang hidup dizaman purba dulu setiap saat mengalami tekanan, penyerangan dan ancaman baik dari hewan buas maupun alam. Untuk bisa bertahap hidup manusia harus selalu mengaktifkan “Survival Mode”, mode bertahan hidup. Manusia purba akan menganggap apapun diluar dirinya adalah SALAH, SESAT, BAHAYA, karena itu harus diserang dan dilarang. Manusia purba memang masih memiliki sifat dualitas yang sangat kuat, hitam-putih, salah-benar, tinggi-rendah, tidak ada pilihan lain. Manusia purba memiliki pandangan sangat terbatas, maka semak-semak di depan mereka adalah ancaman, harus diwaspadai.
Ada satu anugerah Allah kepada manusia termasuk jenis Purba yaitu diberi kemampuan mengkhayal…Ilusi. Manusia dengan Ilusi itu mampu bertahan dalam berbagai kondisi meskipun ilusi itu tidak ada. Suara petir yang menggelagar dengan kilat yang menyilaukan di anggap sebagai Dewa yang setiap saat menolong mereka. Matahari yang memberikan kehangatan juga dianggap sebagai Dewa dan kemudian hari berkembanglah begitu banyak Dewa.
Manusia purba tentu saja tidak mampu membuktikan bahwa segala yang mereka Dewa-kan itu sebenarnya hanyalah fonomena alam saja. Mereka belum mampu membendakan mana kebenaran mana bukan.
Manusia kemudian berkembang demikian pesat dan kita sekarang masuk ke era modern yang segalanya bisa dijelaskan dengan gamblang. Namun sayangnya kemajuan teknologi yang dicapai manusia itu tidak serta merta diiringi dengan kemampuan sebagian manusia mengolah akal fikirannya. Teknologi yang kita kenal dihasilkan oleh segelintir manusia sementara sebagian besar manusia hanya sebagai pengguna.
Manusia memang sudah modern dalam kehidupan tapi dari cara berfikir masih banyak seperti manusia purba tanpa dia sadari.
Sebagaimana manusia purba, mereka senantiasa meng-aktif-kan ”Survival Mode”, sehingga senantiasa merasa dalam kondisi terancam. Siapapun yang diluar jenis mereka akan dianggap sebagai ancaman yang harus diserang dan dihilangkan. Mereka memang sudah ber-agama tapi justru atas alasan agama itu mereka menjadi semakin ketakutan. Seharusnya agama menjadikan manusia tercerahkan, hidup damai, santai, toleran penuh cinta kasih tapi karena yang mereka pahami hanya formalitas agama tanpa menyentuh jiwa, maka jiwa mereka tetap jiwa purba, jiwa yang gelisah, resah tak berkesudahan.
Manusia purba yang terjebak di era modern patut dikasihani karena memang tidak mampu melewati kemajuan peradaban. Orang yang senantiasa mengaktifkan “Mode Bertahan hidup” akan mengalami hidup gelisah, sudah tidur mengindap berbagai penyakit dan meninggal dalam kondisi gelisah. Mereka terus menerus hidup dalam kompetisi sementara era modern menuntut hidup berkoloborasi, selaras dan saling berbagi dan menghargai.
Manusia purba itu taraf hidupnya dekat dengan primata (monyet) dimana dalam menjalani hidup selalu merasa kekurangan karena itu muncul keserakahan. Manusia purba ketika melihat pohon mangga di hutan, dia akan mengambil sebanyak-banyaknya karena khawatir jika tidak diambil hari ini besok akan diambil seluruhnya oleh monyet. Maka manusia purba jika diberi kekuasaan dia akan cenderung menekan orang lain, selain dirinya adalah musuh yang harus diperangi. Hanya orang yang ”sejenis” dengan dia yang dianggap kawan.
Islam diturunkan kepada Nabi kita adalah untuk mengubah manusia purba kepada manusia modern; peradaban dan jiwanya. Sifat kebanggaan terhadap suku dan golongan, saling menyerang, saling menghina dan menjatuhkan yang menjadi sifat dasar kaum jahiliyah dihapus oleh Nabi dengan sifat saling menghargai. Nabi SAW menjadi pemimpin Agung di Madinah, dimana Yahudi dan Nasrani pun begitu nyaman berada disamping Beliau. Warisan Agung Nabi kita inilah yang menjadikan Islam bersinar sampai keseluruh penjuru dunia, menjadikan Islam sebagai pemimpin dalam kurun waktu begitu lama.
Mudah-mudahan Islam akan kembali Jaya dan Memimpin dunia sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi SAW…

