Ahli Silsilah,  Dunia Islam,  Nasehat

WIBAWA IMAM JA’FAR ASH-SHADIQ YANG DIWARISKAN.

Imam Ja’far Ash-Shadiq nama lengkapnya adalah Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib. Beliau dilahirkan di kota Madinah pada tahun 83 Hijriyah. Panggilannya adalah Abu Abdullah dan Abu Ismail. Gelar kehormatannya adalah Ash-shadiq, Al-Fadil, dan At-Thahir.

Imam Ja’far Ash-Shadiq hidup di masa dinasti Abbasiyah, pada waktu itu Khalifahnya adalah Abu Ja’far Al-Mansur. Nama populernya adalah Al-Mansur. Beliau adalah Khalifah kedua dinasti Abbasiyah. Di bawah ini adalah kisah Imam Ja’far Ash-Shadiq ketika diundang Khalifah Al-Mansur untuk datang ke istananya. Adapun kisahnya sebagai berikut:

Syekh Muhammad Ilyas Al-Atthar dalam karyanya Sajarah At-Thariqah Al-Qadariyah Al-Atthariyah (Juz, 1 Hlm.69-70) mengutip kisah Imam Ja’far Ash-Shadiq ketika bertemu dengan Khalifah Al-Mansur. Pada suatu hari Khalifah Al-Mansur menyuruh menterinya mengundang Imam Ja’far Ash-Shaqid untuk datang ke istananya. Khalifah Al-Mansur berniat mau membunuh Imam Ja’far Ash-Shadiq.

Si menteri berkata, “Wahai amirul mukminin (Al-Mansur) Imam Ja’far Ash-Shadiq itu mengasingkan diri, tidak banyak bergaul, ia fokus beribadah kepada Allah, dan ia tidak suka pangkat atau jabatan, tidak ada manfaatnya ia dibunuh.”

Si menteri itu, terkesan menolak perintah Khalifah Al-Mansur, namun hal itu tidak dihiraukan oleh Khalifah Al-Mansur. Niat dan tekad Khalifah Al-Mansur sudah bulat, ia tetap ingin membunuh Imam Ja’far Ash-Shadiq. Terpaksa si menteri mengikuti perintah Khalifah Al-Mansur untuk mendatangkan Imam Ja’far Ash-Shadiq ke hadapannya.

Sebelum Imam Ja’far Ash-Shadiq datang untuk menghadap Khalifah Al-Mansur, Khalifah Al-Mansur memberi isyarat atau aba-aba kepada ajudannya, “Jika surbanku nanti diangkat ke kepalaku bersamaan dengan itu, bunuhlah Imam Ja’far Ash-Shadiq.”

Ketika si menteri datang membawa Imam Ja’far Ash-Shadiq ke istana Khalifah Al-Mansur, Imam Ja’far Ash-Shadiq mengucapkan salam kepada Khalifah Al-Mansur. Tiba-tiba Khalifah Al-Mansur berdiri dan menghormati kedatangan Imam Ja’far Ash-Shadiq.

Khalifah Al-Mansur berkata, “Perintahlah aku untuk membantu memenuhi hajatmu.” Imam Ja’far Ash-Shadiq menjawab, “Kebutuhanku padamu, janganlah kamu menyusahkan atau menyulitkanku dan janganlah menginginkanku berada di sisimu.”

Setelah itu, Khalifah Al-Mansur mendekat kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq dan duduk di sampingnya dengan sopan dan tawaduk. Para pejabat kerajaan kagum dan heran terhadap perilaku Khalifah Al-Mansur.

Keheranan mereka karena Khalifah Al-Mansur memperlakukan Imam Ja’far Ash-Shadiq dengan baik, yang tadinya mau membunuh Imam Ja’far Ash-Shadiq sekarang berubah menjadi menghormati-Nya. Bahkan Khalifah Al-Mansur memerintahkan kepada ajudannya untuk melayani dan memuliakan Imam Ja’far Ash-Shadiq.

Tiba-tiba badan Khalifah Al-Mansur menggigil gemetaran dan jatuh pingsan sampai beberapa saat lamanya. Setelah siuman dari pingsannya, si menteri menanyakan perihal yang dialami oleh Khalifah Al-Masur.

Akhirnya Khalifah Al-Mansur menceritakan keadaan yang dialaminya. Ia berkata kepada menterinya, “Ketika Iman Ja’far Ash-Shadiq datang, bersamaan dengan itu aku melihat ular yang sangat besar, mulutnya terbuka lebar, seakan istanaku mau di telannya, oleh karena itu aku menghormatinya, dan mulai saat ini aku berjanji tidak akan pernah menggangu dan menyakiti orang yang masih mempunyai garis keturunan dengan Rasulullah SAW.” (Sumber : Alif.id)

Imam Ja’far Ash-Shadiq adalah Imam dari seluruh tarekat besar yang ada di dunia ini salah satunya adalah Tarekat Naqsyabandi dan Tarekat Qadiriyah. Beliau juga merupakan Guru Imam Mazhab, bahkan Mazhab Ja’fari adalah mazhab paling awal ada dalam dunia Islam sebelum 4 mazhab yang kita kenal saat ini muncul.

Kewibawaan Imam Ja’far Ash-Shadiq diwariskan kepada para Ahli Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah, melewati rentang waktu yang panjang sampai saat sekarang ini. Kita mengenal betapa luar biasa pengaruh Syekh Bahauddin Naqsyabandi di dunia terkhusus di Asia Tengah. Garis Silsilah Beliau yang menjadi pembimbing rohani bagi dua bangsa besar dunia yaitu Turki dan Mongol. Nama Syekh Bahauddin dikenal luas dan selama ratusan tahun tetap memberikan pengaruh besar di dalam dunia Islam.

Syekh Ahmad Al-Faruqi As-Sirhindi (Ahli Silsilah ke-23 Tarekat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah) bercerita; Satu ketika Timur Lenk yang perkasa bersama pasukan raksasanya melintasi Bukhara. Saat itu karpet-karpet dari khanqah milik Syekh Naqsyabandi tengah dibersihkan murid-muridnya.

Penguasa Asia Tengah yang terkenal kejam itu tak dinyana memberhentikan pasukannya. Bahkan sang penguasa, yang namanya berarti “besi bengkok” itu, berdiri di sana menunggu hingga tukang bersih-bersih menyelesaikan pekerjaannya.

Demikian takzimnya penguasa Timuriyah itu kepada Syekh Naqsyabandi dan tradisi spiritualnya, ia sampai membangunkan makam Khwaja Ahmad Yiswi, pir-i Turkistin (guru spiritual bangsa Turki), yang merupakan bagian dari mata rantai sanad guru-guru Naqsyabandi.

Para Guru Sufi, Ahli Silsilah tarekat naqsyabandi ikut serta di dalam membangun sebuah bangsa namun tidak pernah tunduk kepada penguasa apalagi mengemis kepada mereka. Justru Para Guru Yang Agung itu ”menyusui” para Raja dan kerajaannya agar bisa berkembang dan maju.

Begitu pula ketika Babur (w. 1530 M) sang pendiri kekuasaan Mughal melakukan invasi besar-besaran ke dataran India, salah seorang Syekh Naqsyabandiyah, Nashiruddin Ubaidillah al-Ahrar (Ahli Silsilah ke 18), mengirimkan murid-muridnya ikut dalam ekspedisi militer itu. Syekh Nashiruddin al-Ahrar (1403-1490 M) sendiri adalah guru spiritual ayah Babur, Umar Syekh Mirza. Dan, ketika Umar Syekh berkonflik dengan pangeran-pangeran Timuriyah lainnya, biasanya mereka meminta penyelesaiannya di hadapan Syaikh Ahrar. Pangeran-pangeran itu selalu tunduk dan patuh kepada sang syekh.

Akibat dari banyaknya murid Naqsyabandiyah yang ikut ekspedisi, hingga berdirinya kesultanan Mughal di India, tarekat ini berkembang dan maju pesat di India. 

Hingga masa kepemimpinan tarekat Syekh Ahmad al-Faruqi as Sirhindi (w. 1033 H/ 1624 M), yang bergelar Mujaddid Alf-i Tsani (pembaharu milenium kedua), tarekat ini tetap dikenal sebagai pelindung spiritual para penguasa muslim India.

Syekh Abdullah ad-Dahlawi (Ahli Silsilah ke-28) yang dikenal dengan kezuhudannya adalah Syekh terakhir di India, Beliau tinggal di kota Delhi. Tradisi Sufi warisan Beliau tetap diteruskan namun Guru Besar atau Ahli Silsilah itu pindah kepada murid kesayangan Beliau yaitu Syekh Khalid al-Kurdi yang kemudian memindahkan pusat suluk ke Jabbal Qubais Mekkah. Dari Jabbal Qubais inilah sinar tasawuf begitu cemerlang menyinari dunia sampai ke Nusantara.

Ciri khas paling menonjol ulama sufi (khususnya Guru dalam jalur tarekat naqsyabandi) adalah ikut serta membangun sebuah peradaban tapi tidak ingin mengambil keuntungan materi dari peradaban itu dan hal ini terus dipertahankan hingga saat ini. Posisi para Syekh di tarekat Naqsyabandiyah terhadap penguasa selalu dekat namun berjarak. Para syekh tidak hidup dari pemberian mereka, sebaliknya para penguasalah yang selalu meminta dari mereka. Wibawa Imam Ja’far ash-Shadiq benar-benar mengalir di dada Para Imam Rohani sampai saat ini.

…dan kita semua berbangga hati berada di jalur ini…

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: