Tasauf

Setelah Shalat Subuh (4)

asholat-subuhManusia pada hakikatnya diciptakan dalam keadaan suci, ruh yang “ditiupkan” oleh Allah ke dalam jasad manusia dalam keadaan suci, sebagai amanah tertinggi yang harus di jaga manusia. Karena ruh itu titipan Allah, maka setelah tiba waktunya nanti ruh itu akan di panggil kembali kehadirat-Nya. Ruh yang diterima oleh Allah SWT tentunya adalah ruh yang suci pula, seperti sejak awal dititipkan.

Dalam perjalanan hidup manusia kemudian dia menjadi lupa akan janji dengan Allah di alam sebelum ruh diberikan kepada jasad bahwa tujuan Allah memberikan adalah tidak lain agar ruh memiliki badan untuk bisa mengabdi, menghambakan diri kepada-Nya. Karena manusia berada di alam duniawi, tentu saja dia tidak memiliki kemampuan lagi untuk mengakses informasi dari alam Ketuhanan, informasi yang diperlukan dalam menjalani hidup dan komunikasi yang berkesimbambungan antara dia dengan Tuhannya.
Karena kasih sayang Allah SWT kepada para hamba-Nya, maka Dia menurunkan Nabi dan Rasul sebagai pembimbing dan pembawa pesan-pesan dari Alam Ketuhanan untuk disampaikan kepada manusia yang telah lupa dan sudah tidak memiliki lagi komunikasi kealam sana. Pesan dari seluruh Nabi dan Rasul itu sama, yaitu mengajak manusia untuk mengenal Allah, Tuhan yang telah menitipkan ruh kepada manusia, memberikan kesadaran kepada manusia akan hakikat penciptaan mereka. Para Nabi dan Rasul juga menyampaikan firman Allah kepada manusia sebagai pedoman dasar dalam menjalani hidup agar manusia selalu dalam kondisi suci dan bersih sehingga ketika ajalnya tiba, maka ruh nya akan diterima di sisi Allah SWT.

Para Nabi dan Rasul bukan sekedar menyampaikan pesan-pesan dari Allah SWT yang kemudian dibukukan menjadi kitab suci, tapi mereka juga mengajarkan manusia cara atau teknik berhubungan dengan Allah SWT sehingga komunikasi antara hamba dan Tuhannya menjadi baik. Dengan komunikasi yang baik ini maka tindakan dan perbuatan manusia senatiasi selalu dalam pengawasan Allah SWT.

Tugas Nabi dan Rasul ini kemudian diteruskan oleh para ulama pewaris Nabi, Para Auliya Allah yang membimbing manusia agar selalu berada di jalan-Nya Yang Lurus dan Benar. Ulama Zahir (syariat) lewat ilmu yang dipelajarinya baik bersumber dari al-Qur’an dan Hadist maupun dari hasil ijtihad nya memberikan pengajaran kepada jasmani manusia, menyampaikan secara berulang-ulang apa yang telah disampaikan oleh Nabi kepada ummat semasa Nabi masih hidup. Pesan-pesan tersebut kemudian berkembang dan menjadi sebuah hukum, aturan yang mengikat semua manusia yang menyakini agama, menjadi pedoman hidup mereka.

Pesan yang disampaikan oleh ulama zahir (syariat) hanya menyentuh jasmani, maka pribadi yang mengikuti pesan tersebut menjadi pribadi yang beragama, menjadi orang yang baik sesuai dengan tuntuan Al-Qur’an dan Hadist. Sementara ruhaniah dari orang yang belajar kepada ulama zahir (syariat) tetap masih memerlukan pengajaran dan tentu saja pengajaran ruhani tidak bisa seperti pengajaran jasmani. Ilmu yang diberikan untuk jasmani diterima melalui panca indera kemudian diserap oleh akal pikiran dan menjadi ilmu bagi si penerima.

Untuk bisa mengajari ruhani manusia maka yang mengajarinya harus dengan ruhani pula, harus menggunakan teknik khusus yang berbeda dengan pengajaran jasmani. Maka Muhammad bin Abdullah mengajari jasmani ummat di zaman itu sementara Arwahul Muqadasah Rasulullah, Nur Muhammad mengajari ruhani ummat, maka pengajaran yang di lakukan oleh Nabi adalah secara jasmani dan ruhani.

Ulama yang bisa mengajari jasmani dan ruhani manusia tentu harus memiliki kriteria yang khusus pula, harus mendapat ijazah dari Rasulullah SAW melalui Guru sebelumnya sehingga ilmunya menjadi sah dan terjaga. Transfer ilmu dari ruhani kepada ruhani berbeda sekali dengan transfer ilmu dari jasmani dan jasmani. Transfer ilmu jasmani dan jasmani, kita harus belajar baik melalui membaca maupun dengan mendengar pesan-pesan dari Guru dan ini tentu saja dibatasi oleh ruang dan waktu. Tidak mungkin seorang Guru mengajarkan muridnya secara 24 jam dan murid juga tidak mungkin belajar 24 jam, tentu harus ada waktu untuk beristirahat.

Pengajaran dari Guru Rohani yang dikenal dengan Mursyid sangat berbeda, transfer ilmu 24 jam seumur hidup tanpa mengenal tempat dan waktu bahkan dalam beberapa kejadian sang murid di bawa ke alam sebelum dia lahir, bisa menyerap ilmu sebelum dan sesudah dia ada. Dengan demikian si murid memiliki potensi untuk mengetahui ilmu tanpa batas dan yang terpenting tujuan hakiki dari berguru adalah mendapat komunikasi yang baik dengan Allah SWT. Dengan bimbingan Guru Mursyid sang murid akan mendapat bimbingan langsung dari Allah SWT.

Secara jasmani Guru menyampaikan pesan-pesan lewat karyanya, lewat ceramahnya yang isinya tidak lain berupa hikmah yang diambil dari al-Qur’an dan Hadist serta ilmu-ilmu para Guru sebelumnya sementara secara Ruhani, Sang Guru mentransfer energi dzikirullah yang tidak lain adalah Nur Allah yang diperlukan oleh si murid, sebagai bekal dia dalam beribadah sehingga ibadahnya sampai kehadirat Allah SWT.

Maha Bersyukur kita kehadirat Allah yang dengan kasih sayang-Nya masih berkenan mengirimkan para pembimbing ke dunia ini untuk manusia, para kekasih-Nya, para ulama pewaris Nabi yang dengan ikhlas dan penuh kasih sayang membimbing kita manusia yang sering lupa ini agar selalu berada di jalan-Nya. Dengan bimbingan tersebut maka ruhani kita akan suci kembali seperti awal diberikan dan diterima oleh Allah SWT, menjadi ruhani yang “Mutmainah”, ruhani yang tenang dan dan kembali kehadirat Allah dengan penuh keikhlasan.

“Wahai nafsul mutmainah (jiwa yang tenang), kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (Q.S. Al-Fajri: 27-30 )

Semoga Tulisan setelah subuh bagian ke 4 ini bermanfaat hendaknya, amin ya Rabbal ‘Alamin!

14 Comments

Tinggalkan Balasan ke muhammad zainBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca