Tasauf

AL-QURB AL-FARAIDH (Bagian 2)

Dalam dunia neurologi dikenal ada beberapa tingkat kesadaran. Pertama, bangun dari tidur sering disebut sadar (weak-up). Kedua, sudah bangun dari tidur dan sudah sadar atau insaf di dalam menunaikan kewajiban (awareness). Ketiga, sadar bahwa kewajiban sudah ditunaikan, tetapi sadar juga kalau ketaatan yang dijalankannya belum sepenuhnya khusyuk dan ikhlas. Karena itu, ia memusatkan perhatian dan kesadarannya untuk tidak memperhatikan apa pun dan siapa pun selain hanya Allah SWT.

Keempat, ialah orang yang sampai ke puncak kesadaran, tetapi masih terputus-putus, masih ada detik-detik tertentu tidak sepenuhnya khusyuk kepada Allah SWT. Kelima, seorang sudah merasa di atas puncak kesadaran karena ia sudah berada dalam ketidaksadaran (fana’). Orang yang sudah fana’ tidak sadar kalau dirinya sudah fana’. Orang yang fana’ sesudah sadar (al-fan’ ba’da al-futuw) biasa disebut “mabuk spiritual” atau oang yang “mabuk” setelah sadar disebut al-Qurb al-Nawafil. Keenam, orang yang sadar dari ke-fana’-an (al-futuw ba’d al-fana’) disebut al-Qurb al-Faraidh.

Al-Qurb al-Nawafil ialah ketika seseorang berada di dalam suasana batin tertentu dan seperti menemukan dirinya dalam keadaan tidak biasa karena sudah merasa terjadi penyatuan spiritual antara dirinya sebagai al-khalq dan Tuhannya sebagai al-Haq. Antara yang mencintai dan yang dicintai atau yang menyembah dan yang disembah seolah terjadi penyatuan (al-Ittihad).

Puncak kedekatan ini menghilangkan jarak antara keduanya. Bahkan, sudah tidak berlaku lagi kata ganti semisal Aku, Dia, dan Engkau. ‘Dia’ sudah menjadi ‘Engkau’ dan lambat laun menjadi ‘Aku’. Begitu dekat antara keduanya sehingga identitas dan perbedaan antara keduanya telah hilang dan lebur menjadi satu dalam suatu totalitas kesatuan.

Usaha yang dilakukan salikin untuk sampai ke maqam ini ialah mencapai tingkat fana’ dengan cara melakukan “penghancuran diri” (disappear/perish/annihilate). Penghancuran diri bukan dalam makna fisik tapi makna kiasan. Setiap tarekat mempunyai kurikulum berbeda namun mempunyai tujuan yang sama yaitu seseorang bisa dekat dengan Allah. Tarekat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah merumuskan dalam 6 jenis yaitu : Zikir, Tawajuh, Suluk, Sedekah, Ziarah dan Ubudiyah. Dari ke 6 itu, Ubudiyah lah sebagai fokus tertinggi, belajar untuk menyadari kita ini sebagai hamba-Nya.

Terkadang apa yang tertera dalam kitab-kitab klasik tasawuf akan berbeda ketika seseorang langsung dibimbing oleh Guru Mursyid, oleh karena itu syarat utama dalam berguru adalah patuh dan percaya sepenuhnya kepada Guru. Resep-resep masakan yang demikian indah tertulis dalam buku resep masakan berbeda sekali dengan proses memasak. Buku resep tidak menulis tentang resiko kenap api, terpercik minyak panas, mata berair ketika mengupas bawang, semua itu hanya bisa terjadi ketika kita masuk ke tahap praktek.

Untuk bisa sampai ke maqam kedekatan dengan Allah tidak mungkin dengan membaca kitab, WAJIB dibimbing oleh Guru yang Ahli yang senantiasa mengontrol dan memeriksa hati kita. Guru tahu apa yang harus kita lakukan dan apa yang harus kita tinggalkan. Hanya al-Qurb al-Faraidh lah yang mampu membimbing segenap manusia untuk bisa dekat dengan Allah karena seorang al-Qurb al-Faraidh telah sempurna hubungannya dengan Allah, tidak berjarak!.

One Comment

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: