Tasauf

TOBAT (Bag. 2)

Pada tingkat terendah, tobat menyangkut dosa yang dilakukan jasad atau anggota-anggota badan. Pada tingkat menengah, di samping menyangkut dosa yang dilakukan jasad, tobat menyangkut pula pangkal dosa-dosa, seperti dengki, sombong, dan riya. Pada tingkat yang lebih tinggi, tobat menyangkut usaha menjauhkan bujukan setan dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Pada tingkat terakhir, tobat berarti penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah. Tobat pada tingkat ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu yang dapat memalingkan dari jalan Allah.

Ketika seseorang mulai belajar tarekat maka dia melakukan tobat terhadap perbuatan dosa-dosa dimasa lalu, dosa zahir yaitu perbuatan-perbuatan tercela. Kemudian diajarkan dzikir untuk menghilangkan sifat-sifat tercela seperti iri, sombong, dengki dan riya. Ketika dzikir dibawah bimbingan Guru Mursyid maka cahaya Allah masuk ke dalam qalbu nya, cahaya itulah yang bisa menghapus sifat-sifat tercela dalam dirinya, jadi bukan kita yang menghapus tapi Allah sendiri yang menghilangkannya hasil dari kesungguhan kita.

Sedangkan tobat pada tingkatan tertinggi yaitu senantiasa mengingat Allah, tidak sedetikpun hati lupa kepada Allah, ini dilakukan didalam suluk, dibawah bimbingan Guru Mursyid, sehingga hati senantiasa mengingat Allah siang dan malam, tanpa suluk tidak mungkin kita bisa mencapai tahap ini.

Menurut Dzun Nun al-Mishri, tobat dibedakan atas dua macam, yaitu taubat awamdan taubat khawas. Orang awam bertaubat karena kelalaian (dari mengingat Tuhan). Dalam ungkapan lain ia mengatakan dosa bagi al-muqarrabin (orang yang dekat kepada Allah) merupakan kebaikan bagi al-abrar. Pandangan ini mirip dengan pernyataan Al-Junaidi yang mengatakan bahwa taubat ialah “engkau melupakan dosamu”.

Perkataan Al-Junaid mengandung arti bahwa kemanisan tindakan semacam itu sepenuhnya menjauh dari hati, sehingga di dalam kesadaran tidak ada lagi jejaknya, sampai orang itu merasa seakan-akan dia tidak pernah mengetahuinya. Ruwaim berkata: “Arti tobat adalah bahwa engkau harus bertaubat atas taubat itu.” Arti ini mirip dengan yang dikatakan oleh Rabi’ah: “Aku memohon ampun kepada Tuhan karena ketidak-tulusan dalam berbicara; aku mohon ampun kepada Tuhan.” Al-Husain al-Maghazili, ketika ditanya mengenai taubat, berkata: “Apakah yang engkau tanyakan, mengenai tobat peralihan, atau taubat tanggapan?” Yang lain berkata: “Apakah arti tobat peralihan itu?” Ruwaim menjawab: “Bahwa engkau harus takut kepada Tuhan karena kekuasaan-Nya atas dirimu.” Yang lain bertanya: “Dan apakah tobat tanggapan itu?” Ruwaim menyahut: “Bahwa engkau harus malu kepada Tuhan karena Dia ada di dekatmu.”

 

Dzu’-Nun Al-Mishri berkata: “Tobat orang awam adalah tobat dari dosanya; taubat orang terpilih adalah taubat dari kekhilafannya; taubat para nabi adalah taubat dari kesadaran mereka akan ketidakmampuan mencapai apa yang telah dicapai orang lain.” Al-Nuri berkata: “Tobat berarti bahwa engkau harus berpaling dari segala sesuatu kecuali Tuhan.” Ibrahim al-Daqqaq berkata: “Tobat berarti bahwa engkau harus menghadap Tuhan tanpa berbalik lagi, bahkan jika sebelumnya engkau telah berbalik dari Tuhan tanpa menghadap kembali.

 

Pada tahap ini, orang-orang yang mendambakan hakikat tidak lagi mengingat dosa mereka karena terkalahkan oleh perhatian yang tertuju pada kebesaran Tuhan dan zikir yang berkesinambungan. Lebih lanjut, Dzun Nun Al-Mishri membedakan tobat atas tiga tingkatan, yaitu:

  1. Orang yang bertobat dari dosa dan keburukannya.
  2. Orang yang bertobat dari kelalaian dan kealfaan mengingat Allah.
  3. Orang yang bertobat karena memandang kebaikan dan ketaatannya

Di dalam tarekat, proses tobat ini dilalui setahap demi setahap sampai mencapai kesempurnaan. Tobat dari kelalaian mengingat Allah seperti yang disampaikan oleh Dzun Nun Al-Mishri hanya bisa dicapai setelah bermakrifat kepada-Nya. Tidak mungkin kita bisa mengingat sesuatu yang tidak kita kenal sama sekali. Awalnya kita mengenal lewat asma-Nya, kemudian lewat Sifat-Nya dan pengenalan yang sempurna adalah mengenal Dzat-Nya, inilah Makrifatullah yang sesungguhnya.

Sedangkan tobat tingkatan ke 3 dalam pandangan Dzun Nun Al-Mishri adalah tobatnya orang-orang khusus. Tobat orang yang sudah pasrah kepada Allah dimana dia menyadari tidak mungkin dia melakukan apapun ibadah tanpa kebaikan dan kasih sayang Allah. Laksana bayi dipangkuan ibunya, dia hanya bisa pasrah tanpa bisa berbuat apa-apa, inilah hakikat dari hamba.

Orang awam ketika tidak melakukan dosa sudah merasa tidak berdosa sedangkan kaum sufi sedetik lupa kepada Allah itu termasuk ke dalam dosa. Coba simak doa Rabi’ah al-Adawiyah sang Sufi Wanita yang terkenal dengan konsep Mahabbahnya :

“Jika aku menyembah-Mu karena takut api neraka-Mu maka bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga-Mu maka haramkanlah aku daripadanya. Tetapi jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata janganlah engkau palingkan keindahan wajah-Mu dari ku

Tingkatan tobat terakhir ini erat hubungannya dengan cinta, sesaat kehilangan wajah Agung-Nya merupakan siksa baginya, sedetik lupa mengingatnya laksanakan berada di dalam neraka. Seorang yang telah bersama-Nya sejak di dunia, memandang keindahan wajah-Nya disetiap saat akan selalu memandang walau berpindah alam karena wajah-Nya akan kekal abadi sejak di dunia sampai ke akhirat kelak. Inilah tujuan hakiki ber-Tarekat!.

3 Comments

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: