Nasehat

Nasehat Guru,“Kalian Jangan Hanya Sekedar Menjadi Aksesoris!”

Suatu hari, menjelang pembukaan suluk, saya bersama 2 teman duduk menemani sambil melayani Guru makan. Hal yang menggembirakan bagi kami murid bisa menemani dan melayani Guru makan, mengatur makanan dan segela kebutuhan Beliau selama makan. Kami biasanya duduk dibawah memandang wajah Guru yang selalu memancarkan semangat. Menyenangkan karena kami diberi kesempatan untuk bisa berbuat kepada Beliau, Guru yang kami sayang dan kami cintai yang telah memberikan banyak kepada kami terutama telah mencerahkan ruhani dan pikiran kami. Seperti biasanya selesai makan Guru suka cerita dan memberikan nasehat baik mengenai Tasawuf maupun tentang kehidupan sehari-hari. Guru sering menanyakan kami satu persatu, tentang kerja, bisnis, keluarga dan lain-lain, kemudian Beliau memberikan nasehat dan jalan keluarnya.

Hari itu wajah Guru kelihatan gembira dan Beliau selesai makan cerita hal-hal yang menyenangkan termasuk cerita lucu yang membuat kami semakin senang. Ketika Guru selesai cerita, suasana hening. Teman seperguran saya memberikan diri bertanya kepada Guru.

“Mohon Ampun Guru, saya mau menanyakan sesuatu..”.

“Silahkan, apa yang mau kau tanyakan” kata Guru.

“Saya heran Guru, orang masuk (belajar) tarekat itu banyak, namun kenapa hanya sedikit orang yang benar-benar ber-iman dan bertahan di tarekat?”.

Sudah menjadi kebiasaan, Guru saya selalu memberikan jawaban yang bijaksana terhadap pertanyaan-pertanyaan muridnya. Dalam pandangan saya, bagi Guru tidak ada pertanyaan yang sulit, hal paling rumitpun dibuat menjadi mudah. Beliau diam sejenak, kemudian berkata :

“Kamu tahu aksesoris, hiasan atau pernak pernik untuk menghias dan memperindah sesuatu?”.

Serempak kami bertiga menjawab, “Tahu Guru!”.

Beliau melanjutkan, “Ambil contoh mobil, disana ada aksesoris, hiasan-hiasan yang membuat mobil itu lebih indah tampilannya dan aksesoris itu biasanya tergantung musim dan mengikuti tren, kalau zaman berubah maka aksesoris itu pun diganti oleh pemiliknya mengikuti musim dan zaman pula”.

Kami bertiga mengangguk-angguk, memang ini kebiasaan dalam tarekat sebagai bagian dari hadap mendengarkan petuah Guru, apakah dipahami atau tidak kami tetap mengangguk. Saya sendiri belum paham sepenuh apa yang dibicarakan Guru, hanya menduga-duga saja dan saya melirik ke teman disamping saya, sepertinya mereka juga mengangguk sebagai bagian hadap bukan karena sudah mengerti.

Kemudian Guru melanjutkan,”Menurut kalian apakah aksesoris itu perlu?”

“Perlu Guru!” jawab kami

“Ya, perlu untuk menambah keindahan, tapi apakah tanpa aksesoris mobil bisa jalan?” Tanya Guru.

“Bisa Guru” jawab kami.

“Benar, tanpa mesin, oli, minyak, ban atau mesin mobil maka mobil itu dipastikan tidak bisa jalan karena itu hal yang pokok dalam mobil”. Kata Guru. Beliau melanjutkan..

“Nah, orang-orang yang menekuni tarekat hanya beberapa hari, ada yang cuma suluk 1 kali atau beberapa kali kemudian menghilang atau bahkan ada hari ini dia belajar kemudian langsung menghilang adalah aksesoris untuk memperindah tarekat, tanpa adanya itu tarekat tetap jalan dan berkembang”.

Kami bertiga diam dan tertunduk, ada perasaan takut dalam hati, apakah saya ini hanya sebagai aksesoris saja yang kemudian hilang ditelan musim? Saya sendiri selalu berdoa agar Tuhan selalu memberikan kesempatan kepada saya untuk tetap bisa bertahan di jalan-Nya yang lurus ini, jalan yang telah dilimpahkan rahmat dan karunia-Nya, jalan para Nabi, Para Wali dan orang-orang shaleh.

Teman saya menangis, kemudian dia berkata kepada Guru, “Guru, tolong diakan kami agar tidak menjadi hanya sekedar aksesoris.”. Guru menjawab, “Kalau kalian kawatir tentang itu menandakan bahwa kalian mencintai Jalan ini dan hampir semua orang yang sampai ketujuan adalah orang yang selalu merasa kawatir sehingga dia selalu waspada, aku selalu berdoa agar kalian bisa dipakai oleh Tuhan”.

“Berdoalah selalu kepada Allah agar kalian “dipakai” oleh Dia, “diper-alat” untuk mengembangkan agama Islam yang mulia ini, untuk apa hidup didunia kalau tidak “dipakai” Tuhan?”

“Jalan yang kalian tempuh ini bukanlah jalan biasa, sudah banyak orang gugur dijalan ini, diperlukan kesabaran dan kesungguhan agar bisa mencapai tujuan. Dan harus kalian ingat bahwa Makrifat itu bukan akhir dari perjalanan, tapi itu hanya hanya AWAL. Kalau Makrifat sebagai ukuran kemenangan, kalian harus ingat bahwa Iblis di zamannya adalah sosok yang paling bermakrifat kepada Allah, namun dia tersingkirkan karena kesombongannya”.

“Hanya burung-burung yang mempunyai sayap lebar yang mampu terbang tinggi, sementara burung kecil hanya bisa terbang rendah dan tidak pernah kemana-mana”.

“Ingat, awal manusia menempuh jalan ini  (Thareqat) akan diberi rahmat karunia yang berlimpah, keajaiban-keajiban diluar kemampuan manusia dan bahkan  tak pernah terpikirkan. Kemudian ketika hamba telah senang, Tuhan akan mengujinya dengan derita-derita agar si hamba tidak terlena dengan keajaiban dan kemegahan alam rohani sehingga tetap fokus kepada Allah SWT”.

“Ingatlah firman Allah, ‘Jangan kau katakan dirimu beriman sebelum Ku coba’. Suatu saat kalian akan diberi cobaan yang tidak pernah terlintas dalam pikiran dan halayan kalian, seakan-akan Tuhan meninggalkan kalian dan doapun menjadi tumpul. Aku beri nasehat kepada kalian, jangan pernah kalian menyalahkan atau mencaci Guru ketika kalian mengalami itu semua”.

Kejadian ini sudah lama terjadi akan tetapi nasehat-nasehat yang diberikan Guru begitu berbekas di hati kami seakan-akan baru tadi Beliau ucapkan dan begitulah sifat Wali Allah itu kalau memberikan pengajaran akan berbekas di hati para muridnya. Setelah memberikan nasehat dan wejangan kepada kami, Beliau berjalan menuju kamar untuk istirahat. Antara ruang makan dan kamar tidur Beliau berhenti sejenak dan berpaling kepada kami, kemudian berkata, “Kalian jangan hanya sekedar menjadi aksesoris!”. Kami bertiga mengangguk sambil menangis dan berdoa kepada Allah agar sepanjang hidup kami terus bisa melayani Guru dengan baik. Semoga Allah Yang Maha Mendengar mengabulkan doa kami, Amin!.

34 Comments

  • arifin demak

    maaf bg sufi muda mohon di jelaskan “Hanya burung-burung yang mempunyai sayap lebar yang mampu terbang tinggi, sementara burung kecil hanya bisa terbang rendah dan tidak pernah kemana-mana” trima kasih……..

    • SufiMuda

      Itu sebuah kiasan yang juga pernah disampaikan oleh beberapa Guru Sufi terdahulu seperti Syekh Abdul Qadir Jailani. Bahwa dalam mengikuti tarekat itu diperlukan orang yang benar-benar sungguh2 dan tabah dalam menghadapi apapun. Orang2 yang mempunyai semangat tinggi dan pantang menyerah (mungkin juga sudah menjadi takdir Allah) ini yang tetap bertahan dan bisa “terbang” tinggi (Mencapai Alam TUuhan).
      Orang yang tidak sungguh2 digambarkan sebagai burung kecil oleh Guru. Mau dipaksa terbang tinggipun dia memang tidak bisa.
      demikian.

  • abdul haris

    terimakasih sufi muda atas ceritanya,anda mampu mengemas,menjakan satu cerita yg menarik ,setiap pengalaman kehidupan anda ,terutama yg berhubngan dgn pengalaman spritual anda.
    memang selayaknya kita selaku murid harus senantiasa berhikmat kepada guru mursyid kita masing2, kalo bukan karna ridho dari mursyid, maka kita semua para murid tdk akan pernah faham dgn agama,karna bukanlah amal atau zikir kita yg membuat mata hati kita terbuka,melainkan hanya ridhonya gurulah penyebabnya ,karna ridhonya guru, adalah ridhonya ALLAH SWT ,maka berbaik baiklah dengan guru kita, sebab orangtua kandung itu dikatakan orang tua kedua, sedangkan guru atau mursyidlah yg di sebut orang tua pertama.
    orang tua kandung hanya bertanggung jawab kepada anaknya di dunia saja, namun seorang guru atau mursyid ,beliau bertanggung jawab kepada murid muridnya dunia dan aherat

    • SufiMuda

      Ada sebuah ungkapan dalam dunia Tasawuf, “Dahulukan hadap mu barulah engkau ber-amal (berzikir/beribadah). Jadi kedudukan hadap kepada Guru lebih tinggi dari ibadah itu sendiri.
      Ketika hadap kepada Guru sudah benar, disitulah akan turun syafaat dari Rasulullah SAW dengan demikian akan melimpah pula rahmat dan karunia Allah kepada kita baik lewat ibadah maupun tidak.

    • Ahmad Al-Mudatssir

      kenapa orang tua kandung bisa disebut orang tua kedua….??? Buakankah ridhonya kedua orang tua itu ridhonya Allah Dan Rasul-NYA….tanpa ridho ke dua orang tua kepada sang anak maka segala yang diperbuat tidak akan diridhoi Allah Dan Rasulnya….!!!!

    • aldatssir

      Kenapa orang tua kandung bisa disebut orang tua kedua…bukankah ridho orang tua kandung adalah ridho Allah Dan Rasul-NYA….???
      Apakah Allah menjadikan Ilmu kita bermanfaat walaupun itu diterima dari seorang guru mursyid tanpa ridho orang tua kandung….? Tolong di jelaskan akhwan maklum Orang Bodoh bertanya…

      • SufiMuda

        Apa ada yang berpendapat demikian?
        Guru saya sebagaimana Rasulullah mewajibkan untuk berbhakti kepada orang tua. Beliau sering mengingatkan saya untuk memberi doa atau uang kepada Ibu.

        • aldatssir

          Sufi Muda…lalu yang dikatakan Abdul Haris yang diatas apa…??? Dia mengatakan begini….
          maka
          berbaik baiklah dengan guru kita, sebab
          orangtua kandung itu dikatakan orang tua kedua, sedangkan guru atau
          mursyidlah yg di sebut orang tua
          pertama.
          orang tua kandung hanya bertanggung
          jawab kepada anaknya di dunia saja,
          namun seorang guru atau mursyid ,beliau bertanggung jawab kepada murid
          muridnya dunia dan aherat….apakah betul yang demikian itu…? Tolong penjelasannya agar tidak membingungkan saya….maklum org bodoh bertanya….

        • ochahafiedz

          Assalamu alaikum Wr.Wb. saya sangat setuju kepada sufimuda. bagaimanapun kedudukan orang itu apakah dia seorang nabi dan rasul, wali mereka itu menempatkan orangtuanya diatas kedudukannya, Mursyid dan orang tua kedudukannya seperti pinang dibelah dua.wassalam

          • surya yunan

            menurut pendapat saya yg masih sangat dangkal ilmu agama ini, mungkin begini ya … orang tua kandung dpt dikatakan ortu kedua karena ortu kandung tsb tidak dpt mengajarkan ilmu agama secara baik dan terarah kepada anaknya, maka ortu tsb menyerahkan anaknya kepada
            syech mursyid/guru untuk menuntut ilmu agama. nah otomatis kan ortu kandung tsb dapat saja dikatakan ortu kedua diakibatkan karena ketidakberdayaan ia utk mengajari agama kepada anaknya dan melepaskan tanggung jawabnya kepada seorang guru. namun apabila ortu kandung tsb bisa memberikan ilmu agama secara baik, terarah dan komplit yah … jelas ortu kandung tsb tidak dapat dikatakan ortu yang kedua. alhasil, istilah tsb hanya istilah saja yg benar adanya namun akhirnya kembali ke kita jua untuk menempatkannya. demikian dari al fakir

  • drh. Muhammad Zahed Al-yoemla, M.Si

    Sangat hidup, obat hati, pencerahan yang luar biasa bagi siapapun, dalam kondisi apapun & bagaimanapun…

  • andi wahyu nugroho

    Subhanaallah YM Ayahanda begitu dalam maknanya, Ayahanda muridmu yg bodoh,hina & khilaf ini mohon sll syafaat & bimbinganmu,Amin.

  • kelana

    yang pertama mas sufi muda kami bertrimakasih atas artikel yg bernasehat bgi kami ini.
    Seolah2 ini sbuah teguran dr Rabb agar kami kembali pd jlnNYA.
    Ntah jiwa kmi yg msh muda atau iman dan ilmu kmi yg msh kurang.
    Yang mmbuat kmi tlah meninggalkan wirid atau pengajian dr Guru kmi.
    Sekali lg trimakasih mas sufi muda.dan doa kmi agar tetap istiqomah di jln tareqat ini..amin.

    • SufiMuda

      Semua harus melewati proses, tidak ada yang instan. Seorang taubat pun berulang kali dia melakukan dosa yang sama sampai dia mencapai taubat yang sebenarnya.
      Saya doakan anda tetap istiqamah di jalan-Nya..

  • abdul haris

    mungkin hampir sebagian orang telah mendengar sebuah ungkapan ,bahwa surga itu terletak di bawah telapak kaki ibu,maka wajib hukumnya setiap anak berbakti kepada kedua orangtuanya,karna ridho kedua orang tua adalah ridhonya ALLAH SWT .
    namun bila sianak telah dewasa, telah melewati masa akil baik, bahkan bila sianak tsb telah menikah dan memiliki keluarga sendiri,maka tanggung jawab kedua orang tua telah terlepas kepadanya, karna sianak tsb telah pula memiliki tanggung jawab sendiri kepada anak dan istrinya, sehingga bila kita kaji dengan akal hati, maka tanggung jawab kedua org tua hanya sebatas di dunia saja.
    pada hakekatnya manusia di berikan jodoh dua ,jodoh utk didunia adalah seorang istri, sedangkan jodoh utk di aherat adalah guru atau mursyid ,karna hanya seorang mursyid yg mampu membimbing muridnya bisa dekat dengan ALLAH SWT,lewat metode pengajaran dan amalan husus yg diberikan kepada sang sang murid ,hingga dia mampu menemukan maqom tauhid, dan pada ahirnya,seorang guru atau mursyid mampu membawa muridnya hingga dipertemukan dengan guru sejatinya si murid.
    namun kenapa tdk semua orang dapat bertemu dan berjodoh dengan guru atau mursyidnya masing masing, itu dikarnakan oleh perbuatannya sendiri, yg menyebabkan dia jauh dari ALLAH SWT.sesuai firman di dlm alquran AKU TDK AKAN MERUBAH NASIB SATU KAUM BILA KAUM ITU SENDIRI TDK MAU MERUBAHNYA,itu pengertian jamaknya, bila kita bawa pada pada kalimat tunggal dari firman tsb ,maka hal ini akan berlaku kepada setiap individu,artinya hidayah itu sendiri tdk akan turun bila kita sendiri tdk punya niat dan keinginan ,serta keyakinan utk mencarinya
    maka berbahagialah bila ada seorang anak yg memiliki ayah yg merangkap sebagai guru atau mursyidnya sendiri, maka berlakulah dua ungkapan sebagai orang tua kedua dan juga orang tua pertama

    • aldatssir

      mas Haris…tidak salah jika kita memuliakan se org guru Mursyid tapi org Tua Kandung tetap orang tua pertama bukan org tua kedua…
      Jangan kira org tua kandung tidak bertanggung jawab di akhirat, krn Org tua kandung juga dimintai nanti pertanggung jawabannya diakhirat bagaimana org tua kandung tersebut mendidik dan mengajar anaknya..jadi jangan sampai terbalik dalam penafsiran… Yang didepan di taro di belakang yang di belakang di taro di depan…

  • aba cilik Jr,

    ..hukum karunia itu cuma satu… JOLOK dia PASTI TURUN.., tak di jolok.. ? tak turun ! kalau benar orang mengerjakan syariatNya, dia PASTI ketemu tarekatNya..! (benar dalam arti tidak terkontaminasi oleh hal lain selain DIA)

  • Ruslianto

    Menurut hemat saya, ada hakekat dan kias yg perlu penjelasan khusus dari Bg.Sufi Muda, yaitu ttg “orang tua” pertama dan kedua dimaksud,namun Beliau mengharap kita memakai daya nalar berlandas kan Al Qur’an :Suraah Maryam ayat 85;
    “Ingatlah di hari yang Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhannya Yang Maha Pemurah sebagai utusan yang terhormat”
    Di alam akherat, nanti penuh dengan segala huru-hara yang dasyat, orang sibuk mencari pegangan , bahkan orangtua kandung sekali pun melupakan anaknya, NAMUN Mursyid mendapat karunia dari Allah SWT sesuai ayat diatas dapat memberi “syafaat” kepada murid-muridnya yang tetap Istiqomah.
    Wass. mohon ampun pada Allah, mohon maaf untuk semua.

  • Ruslianto

    Al Qur’an Suraah Maryam ayat 85,86,87
    Yauma nahsyurul-muttaqiina ilar-rahmani wafda
    Wa nasuuqul-mujrimiina ilaa jahannama wirdan
    Laa yamlikuunasy-syafaa’ta illa manittakhaza ‘indar-rahmaani ‘ahdaa.
    Ingat-lah hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada TuhanYang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat-dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahanam dalam keadaan dahaga-Mereka tidak berhak mendapat syafaa’at kecuali orang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah.

    Perjanjian = Ba’iat
    Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah,…..
    (Al Qur’an Suraah Al Fath ayat 10)
    Ulama warisathul anbiaya
    Jika anda ber-ba’iat dengan ulama (Mursyid Kamil Mukamil) berarti anda telah ber-ba’iat dengan Rasulullah SAW dan “detik” itu juga anda telah berjanji/ber-ba’iat dengan Allah S.W.T

    Wass:Saya mohon ampun kepada Allah dan minta maaf pada semua.
    Maaf,….kira-kira gitu ya,..Bg.Sufi Muda ?

  • kelanakeretaangin

    jadi kangen guru euy..
    saya cuman bisa dengar pengajian dari streaming aja selama ini, jarang sekali bertatap muka..

    salam kenal kang,
    monggo mampir, sekedar mencari remah hikmah di jalanan kerlanakeretaangin.wordpress.com

  • edy

    Sufi Nuda yth, nasihat GURU anda sungguh mengena dihati saya. Seolah saya merasa ikut duduk berada di hadapan beliau.
    Sy jadi teringat dengan pertanyaan dari teman sy, yg sampai saat ini belum ketemu jawabnya.
    Pertanyaan dari teman saya itu adalah : “Bahagia setelah Selamanya”. Terus terang sy tidak paham maksud dari pertanyaan tersebut, apalagi jawabannya.
    Barangkali Sufi Muda berkenan menjawab atau memiliki jawaban atas pertanyaan teman sy itu.
    Terima kasih sebelumnya

Tinggalkan Balasan ke arifin demakBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca