Jejak Cinta

Aku Hanyalah…

;”>Aku hanyalah sebutir debu beterbangan kemudian hinggap di kaki-Mu yang Agung dan Engkau Maha Bijaksana mengizinkan aku sejenak untuk menempel akrab di sela-sela jari kaki-Mu, dengan itu pula aku merasa menjadi bermakna dibandingkan debu-debu lain. Aku menjadi lebih bahagia dengan perasaan “merasa” dekat yang aku miliki dan belum tentu Engkau mengakui kedekatanku dengan-Mu. Akupun merasa jadi bermakna, ketika Engkau masih mengizinkan diri yang hina ini untuk bersujud kepada-Mu di depan altar kemuliyaan-Mu.

;”>Aku hanyalah setetes air dalam samudera-Mu yang luasnya tak terhingga, sehingga kehadiranku tidak mempengaruhi sedikitpun isi samudera Maha Luas-Mu. Kedatangan dan kepergianku tidak akan terasa sama sekali dalam samudera-Mu, sehingga dirinya sebenarnya memang tidak punya makna sama sekali. Aku merasa bermakna karena menyadari bahwa aku menjadi bagian dari samudera-Mu yang Maha Luas. Aku “merasa” dekat dengan-Mu karena Engkau berikan aku hidup dalam samudera Maha Luas-Mu.

;”>Aku hanyalah sebutir pasir yang ada di Gurun-Mu yang Maha Luas, sehingga kehadiranku tidak mempengaruhi apa-apa, tidak mempunyai makna sama sekali dalam Kemahabesaran-Mu. Aku menjadi bermakna setelah aku menyadari bahwa sebutir pasir yang bernama aku ini berada di gurun-Mu. Aku “Merasa” dekat karena Engkau menempatkan aku dalam padang pasir Maha Luas-Mu, tanpa itu semua, aku tidak bermakna sama sekali.

;”>Aku bukanlah siapa-siapa, aku merasa hidup ini punya makna setelah Engkau memperkenalkan aku kepada kekasih-Mu, kedekatan zahirku dengan kekasih-Mu membuat aku “merasa” dekat dengan-Mu.

;”>Hidupku jadi bermakna, setelah Engkau mengajariku lewat kekasih-Mu cara menyebut nama-Mu dengan benar dan cara menyampaikan tegur sapa yang sesuai dengan keinginan-Mu.

;”>Karenanya, setiap saat aku selalu berdoa agar Engkau memberikan keselamatan, kesejahteraan, kesehatan dan panjang umur  untuk kekasih-Mu, agar Beliau lebih lama  lagi membimbing dan menuntun aku yang lemah ini agar tetap selalu di jalan-Mu yang Lurus dan Benar.

;”>Aku hanyalah manusia yang penuh khilaf dan dosa, kemudian aku merasa bermakna setelah aku mengetahui bahwa Engkau Maha Pengampun dan Maha Menerima Taubat. Dengan perasaan “merasa” diampuni itulah aku dengan semangat mengajak orang lain untuk  kembali kejalan-Mu.

;”>Tuhan, berikanlah selalu petunjuk agar aku tetap berada di jalan-Mu dan bila sampai waktuku nanti, izinkanlah aku bisa menyebut nama-Mu yang Agung dan Mulia.

;”>Tuhan, sMoga Engkau berkenan…

6 Comments

  • Achmad Budi Prayoga

    Siapa pula aku dihadapan-NYA…..NOL.aku yg merangkak meminta iba,masih jatuh bangun dgn smua nafsuku…hanya mampu mengharap Allah Yang Maha Pengasih lg Maha Penyayang benahi akhlakku ini…

  • laksa satriya

    Dengan perasaan “merasa” diampuni itulah aku dengan semangat mengajak orang lain untuk kembali kejalan-Mu.

    Tuhan, berikanlah selalu petunjuk agar aku tetap berada di jalan-Mu dan bila sampai waktuku nanti, izinkanlah aku bisa menyebut nama-Mu yang Agung dan Mulia.

    Maaf, sekedar menanggapi redaksi yg Saudara tulis, untuk mengajak orang lain dengan merasa diampuni yang sebenarnya ampunan untuk orang2 beriman terutama orang2 Islam, jadi alangkah baiknya mencari beliau2 yang jelas2 terampuni dan bukan merasa diampuni karena agama Islam adalah Jelas, nyata dan agama samawi serta dengan beliau2 itulah guru pembimbing dan penduduk sorga, syahadatnya sempurna….mudah2an bermanfaat

    • SufiMuda

      Para pengamal tasawuf menggunakan kias dan perumpamaan untuk memudahkan orang memahami sesuatu. Tidak layak rasanya kita mengakui diri diampuni karena itu wewenang Allah. Lebih bijaksana menggunakan kata “Merasa” agar yang membaca juga lebih adem, demikian

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca