Cerita Sufi

PRAHARA KEMATIAN

Pada zaman dahulu kala diceritakan ada seorang guru sufi memiliki enam puluh murid. Karena kedekatannya, sang guru pun hafal benar dengan kamampuan masing-masing muridnya. Pada suatu sore sang guru merasa bahwa saatnya untuk melakukan pengembaraan (safar) sudah tiba bagi murid-muridnya.

Lalu sang guru sufi mengumpulkan semua murid-muridnya. Dia ingin menyampaikan rencananya untuk melakukan tahapan pengembaraan.

“Sekarang saatnya kita harus melakukan pengembaraan jauh. Akan ada sebuah kejadian disepanjang perjalanan yang akan menimpa kita. Aku sendiri tidak tahu, apa itu. Dan kalian aku pikir sudah cukup paham untuk memasuki tahapan –maqam- ini,” demikian urai sang guru sufi, “Tapi ada satu hal yang harus kalian ingat, yakni perkataan ini: ‘Aku harus mati demi sang sufi’. Bersiaplah untuk meneriakkannya pada waktunya nanti. Dan aku akan mengangkat tanganku sebagai tanda,” lanjut sang guru sufi.

Para murid mulai berbisik-bisik satu sama lain. Mereka begitu heran dan khawatir, apa maksud dari perkataan gurunya? Ada kecurigaan menyelimuti mereka.

“Guru tahu bahwa kelak akan terjadi peristiwa tragis, dan dia siap mengorbankan kita semua. Guru tidak ingin mengorbankan dirinya sendiri,” kata seseorang dari mereka.

Salah seorang yang lain mencoba berani berkata: “Guru mungkin membuat rencana jahat. Boleh jadi itu sebuah pembunuhan. Saya tidak akan melakukan syarat yang dikatakannya.”

Namun, akhirnya pengembaraan pun segera dijalankan. Satu demi satu muridnya bergerak. Dan setapak demi setapak pengembaraan terus dijelang.

Setelah berhari-hari melakukan pengembaraan, tibalah sang guru bersama murid-muridnya disebuah kota. Ketika sampai di kota itu, kota selanjutnya sudah dikuasai oleh seorang raja zalim.

Raja kejam dengan pasukannya yang kuat menangkapi semua orang yang masuk ke kota itu. Dan siapa pun harus dipenggal karena dianggap melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri.

Raja kejam itu ketika melihat rombongan sang guru sufi kemudian memerintahkan pasukannya agar menangkap mereka, “Tangkap orang yang lemah lembut itu dan bawa dia untuk diadili di tengah-tengah alun-alun kota. Aku ingin menghukumnya sebagai seorang penjahat”.

Tidak ada kalimat yang terucap, kecuali: “siaa…ap, paduka raja!” Mereka kemudian menangkapi orang-orang yang ada di jalanan. Salah seorang murid guru sufi kemudian tertangkap.

Namun kemudian sang guru sufi mengikuti muridnya yang dibawa oleh tentara itu menuju rajanya. Genderang ditabuh; suasana riuh. Dan orang-orang penduduk kota pun semua berkumpul. Mereka paham kalau genderang yang didengar adalah isyarat kebiadaban dan kematian.

Lalu sang murid itu dilempar ke hadapan sang raja, dan sang raja berkata: “Sebagai contoh, kamu akan saya hukum sebagai seorang penjahat, agar penduduk tahu kalau saya tidak akan membiarkan pemberontakan dan pelarian.”

Namun, tiba-tiba sang guru berteriak dengan suara lantang: “Terimalah hidupku, wahai raja yang mulia, sebagai pengganti hidup pemuda yang tidak bersalah ini! Aku lah yang sebenarnya harus dihukum, karena aku lah yang mengajak dia mengembara!”

Pada waktu yang bersamaan, sang guru sufi itu mengangkat tangan kanannya. Lalu pekik menyahut membahana, seperti yang sudah diajarkan sebelumnya: “Izinkan kami saja yang mati sebagai ganti guru sufi kami itu”

Raja menjadi kaget dan keheranan. Lalu dia berpaling ke arah penasihat dan bertanya: “Orang macam apa mereka? Kenapa mereka berebut kematian? Jika ini yang dimaksud kepahlawanan, apakah ini tidak berarti sedang memprovokasi penduduk untuk melawan aku? Beri tahu aku penasehat, Apa yang harus aku lakukan?” tanya sang raja, dicekam kebingungan.

“Wahai raja, kalau ini dianggap sebagai kepahlawanan, maka kita harus bertindak kejam agar penduduk takut dan hilang keberaniannya! Tapi, saya kira tidak salah kalau saya lebih dahulu bertanya kepada guru mereka,” kata sang penasehat kepada raja.

Dan ketika ditanya, sang guru sufi menjawab: “Baginda yang mulia, telah diramalkan bahwa seorang manusia akan mati hari dan di sini. Orang itu akan mati dan hidup lagi. Lalu dia akan hidup abadi. Makanya aku dan murid-muridku ingin sekali menjadi orang itu.”

Lalu tiba-tiba kerakusan dalam diri sang raja pun berbisik dalam hatinya: “Kenapa harus orang lain yang mendapatkan keabadian? Kenapa aku membiarkan orang lain untuk mendapatkan keabadian itu! Bodoh sekali aku.

Dan entah bagaimana sejenak kemudian raja memerintahkan pengawalnya agar segera membunuh dirinya untuk menyongsong keabadian itu. Akhirnya raja yang zalim dan rakus akan kekuasaan itu harus mati demi keabadian.

 

Dikutip dari Buku Seri Teladan Humor Sufistik, Harga Sebuah Loyalitas, Karya Tasirun Sulaiman, Penerbit Erlangga, 2005

18 Comments

  • Abdullah Zakaria Rahman EA

    TUHAN… jangan ENGKAU biarkan daku mati dalam kebodohan…
    TUHAN… jangan ENGKAU biarkan daku hidup dalam kezaliman…

    salam SUFIMUDA…. 🙂

  • hamba'79

    bagi orang sufi..

    mati..hidup…mati..hidup..
    mati lagi..hidup lagi..
    mati bentar…hidup bentar..
    mati sekejap…hidup sekejap…
    mati minta izin..hidup minta izin..
    mati diberitahu…hidup diberi petunjuk…
    mati dijemput…hidup di bimbing…
    mati di sisi-Nya…hidup beserta-Nya…

    ck..ck…ck…eunaaaaakkk tenaaaaanttt…

    ^ ^ V
    PiSS………….

    ps. * carilah guru sufi..belajarlah darinya…nikmatilah indahnya…maka dunia dan langit ini begitu berwarna..*

  • sufimuda.I.Luv.You

    kira2 berapa ya IQ raja tersebut?
    kok buodoh buanget..
    hehe…
    cerita yg menarik..
    bisa jadi bahan renungan juga tu.. 🙂

  • dinda

    🙂
    kami sayang GURU ….
    cerita yang sangat menarik..
    sebagai sebuah pelajaran untuk selalu setia pada NYA..
    amin

  • yudistira

    =============================================
    Raja menjadi kaget dan keheranan. Lalu dia berpaling ke arah penasihat dan bertanya: “Orang macam apa mereka? Kenapa mereka berebut kematian? Jika ini yang dimaksud kepahlawanan, apakah ini tidak berarti sedang memprovokasi penduduk untuk melawan aku? Beri tahu aku penasehat, Apa yang harus aku lakukan?” tanya sang raja, dicekam kebingungan.
    ==============================================

    ya…………… mereka itu orang-orang sufi…….

    mereka berebut kematian karena kematian bukan hal yang luar biasa bagi mereka. alias udah sering gituh………
    mereka juga melakukannya karena tingginya loyalitasnya kepada Gurunya.

    kebanyakan penguasa takut kepada orang-orang sufi, karena loyalitasnya kepada Gurunya lebih besar dibanding kan loyalitasnya terhadap dirinya sendiri, jadi orang-orang seperti raja tersebut wajar ketakutan pamornya akan turun, kemudian dengan kekuasaannya mengkalaim orang-orang sufi ini sebagai orang yang salah, sesat, dsbnya.
    termasuk di indonesia kali ya………
    heeeeeeeeeee

    yang harus dilakukan oleh raja tersebut ……
    ya idealnya belajarlah kepada Sang Guru sufi tadi…
    kalau tidak ya….. pilih aja seperti pilihan sang Raja tadi.
    daripada justru menyusahkan orang yang ingin mencari kebenaran yang hakiki.

    peace;-)

  • mako

    reinkarnasi terjadi berulang bagi yang telah mengetahui jalannya…karena ada GURU tadi…insyallah kita akan menemukan GURU yang MURSYID…yang akan membimbing kita untuk menemuiNYA…amien

  • yudistira

    TUHAN………………

    jangan Engkau biarkan aku hidup seorang diri ……
    bimbing dan tuntunlah aku kejalan yang penuh limpahan rahmat dan karunia MU…..

    amin……………

  • Adinata

    Tuhan, aku memohon padaMu,
    janganlah Kau cabut dulu nyawaku
    sebelum aku bisa 7 kali menemuiMu
    dan 7 kali mati untukMu.
    Disetiap akhir kematianku akan kubisikkan:
    “Tuhan, ijinkan aku mati lagi secepatnya”
    Disetiap akhir pertemuan Kita ku kan meminta:
    “Tuhan bolehkah aku datang lagi secepatnya?”
    Kemudian aku kan bahagia kapanpun Kau menjemputku.
    SMoga Kau berkenan dengan mau ku ini.

Tinggalkan Balasan ke Abdullah Zakaria Rahman EABatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca