Motivasi,  Nasehat

Pada Akhirnya Kita Menjadi Bijaksana

Jika kita lihat sosok Ulil Abshar Abdallah yang konsisten hampir tiap hari membuat pengajian online lewat akun Facebooknya, membahas kitab-kitab klasik terutama karya Imam Al-Ghazali, rasa nya kita tidak percaya bahwa dia adalah sosok sama di era awal 2000-an yang pemikirannya sangat berseberangan dengan apa yang dilakukan sekarang. Ulil dengan gerakan Islam Liberal yang berpusat di Utan Kayu Jakarta berhasil membuat kaum tradisional gerah karena kritik dia terhadap teks-teks klasik termasuk teks al-Qur’an. Ulil sebenarnya bukan berubah, dia hanya kembali ke lingkungan aslinya yaitu komunitas Islam tradisional tempat dia berasal.

Sewaktu baru kepulangannya dari Timur Tengah, Prof. DR. Hamka, seorang tokoh pembesar ormas Muhammadiyah, menyatakan bahwa Maulidan haram dan bid’ah tidak ada petunjuk dari Nabi Saw., orang berdiri membaca shalawat saat Asyraqalan (Mahallul Qiyam) adalah bid’ah dan itu berlebih-lebihan tidak ada petunjuk dari Nabi Saw.

Tetapi ketika Buya Hamka sudah tua, beliau berkenan menghadiri acara Maulid Nabi Saw saat ada yang mengundangnya. Orang-orang sedang asyik membaca Maulid al-Barzanji dan bershalawat saat Mahallul Qiyam, Buya Hamka pun turut serta asyik dan khusyuk mengikutinya. Lantas para muridnya bertanya: “Buya Hamka, dulu sewaktu Anda masih muda begitu keras menentang acara-acara seperti itu namun setelah tua kok berubah?

Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya, dulu sewaktu saya muda kitabnya baru satu. Namun setelah saya mempelajari banyak kitab, saya sadar ternyata ilmu Islam itu sangat luas.

Di riwayat yang lain menceritakan bahwa, dulu sewaktu mudanya Buya Hamka dengan tegas menyatakan bahwa Qunut dalam shalat Shubuh termasuk bid’ah! Tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Saw. Sehingga Buya Hamka tidak pernah melakukan Qunut dalam shalat Shubuhnya.

Namun setelah Buya Hamka menginjak usia tua, beliau tiba-tiba membaca doa Qunut dalam shalat Shubuhnya. Selesai shalat, jamaahnya pun bertanya heran: “Buya Hamka, sebelum ini tak pernah terlihat satu kalipun Anda mengamalkan Qunut dalam shalat Shubuh. Namun mengapa sekarang justru Anda mengamalkannya?

Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya. Dulu saya baru baca satu kitab. Namun sekarang saya sudah baca seribu kitab.

Buya Hamka dan Ulil adalah dua contoh orang dimana semakin banyak belajar, semakin bertambah usia, bertambah pula sikap bijaksana. Ulil kemudian mempopulerkan karya-karya al-Ghazali yang tidak umum orang ketahui dan Buya Hamka mempopulerkan Tasawuf Modern, hal yang diawal begitu di tentang.

Manusia sebenarnya tidak pernah secara bebas memilih apapun, semuanya tergantung informasi awal yang dia dapat. Atas dasar itu maka pengetahuan dari keluarga dan lingkungan sangat penting. Kita sangat setuju dengan ceramah tiap malam ramadhan yang ditujukan untuk anak-anak agar dapat informasi yang utuh tentang agama. Untuk orang dewasa, ceramah agama akan menjadi sesuatu yang membosankan karena informasi itu sudah bertimpa-timpa di dalam otaknya. Orang dewasa yang dibutuhkan justru menghapus sebagian informasi itu, mensterilkan dengan kegiatan Suluk/I’tikaf agar setelah sebulan kembali menjadi dirinya sendiri yang penuh damai.

Saya menjadi Ketua Remaja Mesjid di usia 16 tahun dan sudah sering berceramah di mimbar mesjid terutama di bulan Ramadhan seperti ini. Sejak kecil saya hanya mengenal Islam versi Muhamadiyah dan begitu alergi dengan cara beragama kalangan Ahlusunnah, (di Sumatera tidak begitu poluler NU, tapi PERTI). Penceramah yang tidak Muhamadiyah akan saya coret dari daftar penceramah bulan Ramadhan dan saya diberi kewenangan untuk itu. Tentang Tarekat? Sampai usia 20 tahun saya masih menganggap itu ajaran yang dibuat-buat, dikarang dikemudian hari, informasi ini yang saya terima dari tokoh-tokoh tua Muhamadiyah di kampung saya. Imam Mesjid dikampung saya dengan yakin mengatakan, ”Tarekat itu ajaran yang di buat (diciptakan) di Padang (Sumatera Barat)”.

Semua berubah ketika saya masuk tarekat di usia 21 tahun, (walaupun saya menekuni tarekat karena dijebak, tidak diberitahu sebelumnya bahwa yang mau saya pelajari adalah tarekat, hal yang saya benci selama ini). Mulai ber-tarawih 20 rakaat, ber-qunut dalam shalat Subuh, namun masih menolak cara orang tarekat menghormati Guru, menurut saya itu sikap berlebihan. Seingat saya, salaman dengan Imam Mesjid pun saya tidak pernah cium tangan, hanya salaman begitu saja.

Tidak kurang 1000 buku telah saya baca ketika masih SMA, kebanyakan buku agama dan sejarah. Muqadimah Ibnu Khaldun sudah saya baca ketika kelas 3 SMP dan beberapa Desertasi Doktor tentang politik Islam Hindia Belanda juga saya baca di kelas 3 SMP. Ketika SMA, saya secara khusus belajar ilmu Tauhid, sifat 20 dan dalil-dalilnya dalam al-Qur’an. Hadist, Ilmu Tauhid, Sejarah Nabi, Politik Islam, telah begitu banyak masuk kedalam otak saya sehingga ketika menekuni tarekat awalnya terasa begitu sulit menerima, selalu membandingkan yang sedang saya kerjakan dengan yang telah saya pelajari sebelumnya.

Suluk Pertama di Pancabudi lah mengubah segalanya. Saya menemukan hal yang tidak pernah saya dapat selama ini, pengetahuan di luar akal fikiran, sesuatu yang murni. Saya merasakan kehidupan di zaman Nabi, padahal terpisah 1400-an tahun. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan akal itu yang mengantarkan saya istiqamah mengikuti jalan ini yaitu Tarekat Naqsyabandyah al-Khalidiyah sampai saat ini.

Pengalaman masa kecil dan remaja sebagai orang Muhamadiyah kemudian bertransformasi menjadi pengamal tarekat yang berbasis Ahlusunnah membuat cara pandang saya terhadap perbedaan keduanya lebih dalam. Saya bisa memaklumi penolakan orang Muhamadiyah terhadap tarekat dan penolakan kalangan ahlusunnah terhadap tradisi Muhammadiyah. Pada akhirnya saya bisa berdamai dengan hal itu. Saya akan nyaman shalat tarawih 8 rakaat, versi Muhamadiyah ketika saya berada dikampung halaman dan shalat tarawih 20 rakaat ketika berada di kalangan pengamal tarekat.

Pada titik ini, jika saya ditanya, apakah anda akan memilih menjadi orang NU atau Muhamadiyah?

Saya akan jawab, “Saya lebih memilih mentasawufkan Muhamadiyah”.  

One Comment

  • MP3 320 Kbps Best Quality

    Salam Bang Sufi Muda 🙂

    Moment awal berkenalan dgn SM saya langsung jatuh cinta dengan tulisan2 anda. Dan sampai sekarang alhamdulillah masih mengikuti.

    Ini Koment pertama saya, jadi langsung saja. Alasan memberanikan diri untuk komen karna tepat hari ini 27 April jam 1.30 dini hari saya mendapat kabar dari anaknya bahwa Guru Saya telah berpulang (mohon bantu doanya) thx. Saya tak bisa datang karna saya di Jawa sedangkan Guru di Sumatera 🙁

    Saya sudah berbaiat Saman belum Naqsyabandi. Jadi intinya ada sedikit banyak yg ingin saya tanyakan kpd bang SM karna saya bnr2 bingung.

    Sudikah sekiranya SM memberikan contact yg bisa saya hubungi !

    Ini mail saya cmusik81@gmail.com

    Trimakasih semoga tetap berkarya.

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca