Tasauf

ISLAM BERLAPIS (Bag 2)

Seorang profesor dalam bidang komputer yang sudah pasti sangat ahli harus terus menerus belajar, meng-upgrade dirinya agar ilmu yang dimiliki bisa mengikuti perkembangan zaman. Profesor ahli kedokteran tidak akan berhenti belajar dan meneliti agar ilmunya bisa menyesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan zaman. Kesamaan dari para ahli itu adalah rasa rendah hati, mengakui bahwa ilmu itu terus berkembang, hal yang mereka anggap saat ini benar bisa jadi nanti akan berubah, menjadi tertolak. Untuk ilmu yang sama, keahlian yang sama, seorang sangat ahli pun harus belajar terus, tentu untuk ilmu yang berbeda jenisnya akan diperlukan kerendahan hati yang lebih agar mau belajar hal yang memang tidak diketahuinya.

Islam dari sudut pandang fiqih sudah mengalami masa puncak di zaman Imam Mazhab, jika ada hal baru itu hanya melanjutkan apa yang telah dirintis oleh generasi dulu. Istilah populer “pintu ijtihad telah ditutup” sebagai wujud bahwa ilmu zahir itu sudah selesai di kaji, ditelaah, hanya perlu sedikit penambahan sesuai dengan zaman. Ilmu fiqih itu memang bersifat kaku, namanya juga ilmu hukum.

Islam dari sudut pandangan aqidah atau tauhid, tidak ada yang harus di teliti lagi, sudah final. Tidak mungkin rukun Islam dan rukun Iman berubah, hal-hal pokok dalam ibadah sudah ada ketetapan berdasarkan al-qur’an dan hadist, jadi hanya mengulang ulang apa yang sudah ada sejak 1000 tahun lalu. Maka belajar syariat itu pada dasarnya memang membosankan, meng-copypaste apa yang sudah ada. Di zaman sudah maju ini, seluruh karya ulama sejak zaman dulu sampai sekarang bisa di dapat lewat internet, tidak harus orang menghabiskan waktu duduk belajar.

Para ulama menyepakati bahwa balajar fiqih itu hukumnya fardhu kifayah, artinya jika di suatu tempat atau kota sudah ada seorang ahli fiqih, kita tidak mempunyai kewajiban untuk belajar fiqih, belajar di pasantren, cukup seorang itu tempat bertanya atau menjadi rujukan. Akan tetapi jika seseorang ingin belajar fiqih yang kelak bisa menjadi ulama fiqih, tempat rujukan orang-orang, itu sah sah saja.

Disamping ilmu zahir, ada ilmu bathin yang sangat penting di dalam Islam yaitu tasawuf, yang hukum belajarnya adalah fardhu Ain, wajib untuk setiap pribadi. Manusia nanti yang kembali kepada Allah itu adalah ruh bukan jasad, jadi hal paling wajib adalah bagaimana ruh itu menjadi suci dan bersih serta mampu berhubungan dengan Allah secara sempurna sejak di dalam dunia sampai ke alam berikutnya.

Tasawuf yang di maksud bukan ilmu tasawuf yang terdapat di dalam kitab-kitab. Bukan tasawuf yang didapat lewat pengajian tasawuf. Tasawuf yang dimaksud disini adalah mempraktekkan cara mensucikan jiwa dengan metodologi (thareqatullah) yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW sehingga setahap demi setahap jiwa manusia menjadi bersih dan bisa berhampiran dengan Allah SWT Yang Maha Bersih dan Maha Sempurna.

Begitu banyak pasantren, baik tradisional maupun modern, sangat sedikit yang mengajarkan tasawuf. Lebih langka lagi mempraktekkan zikir dengan motode tarekat. Kenapa sedikit? Karena memang Gurunya sangat langka. Sebagaimana Imam Al-Ghazali berkata, “Menemukan Guru Mursyid yang Sejati itu lebih mudah menemukan sebatang jarum yang disembunyikan di padang pasir gelap gulita”. Zaman Al-Ghazali saja sangat langka seorang Guru Mursyid yang Kamil Mukamil, tentu di zaman kita ini lebih langka lagi.

Ilmu tasawuf pada hakikatnya adalah ilmu rasa, tidak mungkin didapat dari membaca, harus lewat praktek. Ketika Islam itu dipraktekkan dengan metodologi (tarekat), maka kita akan sampai ke tahap RASA, apa yang di rasakan oleh Nabi SAW dan Sahabat bisa kita rasakan juga. Islam tidak lagi menjadi dogma dan dokrin, kebenaran yang dipaksakan tanpa bisa dibuktikan.

Ketika agama hanya sampai ke tahap dogma, maka nilai-nilai spiritual akan hilang, berganti dengan nilai keterpaksaan. Orang takut meninggalkan shalat karena ancaman neraka, dia tidak sampai ke tahap bahwa shalat itu adalah kebutuhan, shalat adalah media dia bisa mengakrabkan diri dengan Allah.

Seorang yang belum sampai ke tahap CINTA, melakukan apapun harus dengan dorongan dari luar, dengan keterpaksaan. Tapi jika sudah sampai ke tahap CINTA, melewati tahap perkenalan, maka hubungan itu menjadi hubungan yang mesra, akrab, terus bersambung disetiap alam.

Kita sejak kecil sudah diajarkan cara mensucikan badan, sudah dipelajari rukun dan syaratnya. Namun kita tidak pernah tahu cara mensucikan ruh, sebab itu bukan pekerjaan mudah, harus hadir cahaya Allah di dalam jiwa kita, dengan cara ini ruh itu bisa menjadi bersih dan suci. Untuk bisa hadir cahaya Allah tentu harus memenuhi rukun dan syaratnya pula, sebagaimana rukun syarat mensucikan badan.

Imam al-Ghazali dalam berbagai karyanya memberikan nasehat bahwa setiap orang WAJIB memiliki Mursyid, meskipun dia seorang ulama besar yang tidak ada tandingan ilmu di zamannya. Kenapa? Karena manusia tidak bisa melihat kekotoran hatinya, tersembunyi sangat dalam dan halus.

Pengamal tarekat itu secara zahir sama dengan orang pada umumnya. Tidak ada tanda khusus yang membedakan karena memang itu amalan bathin. Jika dunia ini berada dalam keadaan normal, ilmu tarekat itu seperti tidak diperlukan karena orang merasa sudah cukup dengan ilmu fiqih. Akan tetapi ketika dunia mengalami huru hara, bala bencana, penyakit, wabah, disini akan nampak peran penting dari ilmu tarekat, mampu mengatasi segala bencana dan huru hara tadi. Seorang yang sudah mewarisi Kalimah Allah yang asli dari sisi-Nya pasti akan selamat, itu jaminan dari Allah SWT.

Seperti awal tulisan tadi, seorang sudah sangat ahli fiqih diperlukan kerendahan hati untuk mau belajar tasawuf, belajar tarekat di bawah bimbingan Guru Mursyid, agar hatinya menjadi tenang dan damai, hidup dalam kepastian, dan…. jika tiba saatnya akan termasuk golongan orang-orang yang SELAMAT..

Semoga Bermanfaat…

4 Comments

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: