Cermai-nya Terlalu Asam
Suatu ketika saya dipanggil oleh Guru ke kamar Beliau, hanya berdua saja. Kebahagiaan yang sulit saya lukiskan ketika diberi kesempatan untuk berdua dengan Guru, saat itulah Guru memberikan pelajaran yang bersifat khusus dan bermanfaat langsung untuk diri saya pribadi. Biasanya Beliau memulai dengan cerita, baik cerita tentang pengalaman Beliau berguru maupun kisah-kisah para Auliya, sahabat Nabi dan juga tentang Nabi SAW. Tapi kali ini ketika saya masuk ke kamar, Beliau langsung mengajukan pertanyaan, “Begitu besar pengorbanan manusia dalam beribadah, kalau dia telah menemukan Guru maka diabdikan diri sepenuhnya kepada Guru siang dan malam, untuk apa semua itu dilakukan? Apa yang dicari oleh manusia?”.
Di kesempatan kapanpun saya jarang sekali menjawab pertanyaan Guru kecuali memang itu benar-benar sebuah pertanyaan. Saya hanya menjawab pertanyaan Guru tentang hal-hal kecil, misalnya Guru menanyakan ini hari apa, jam berapa sekarang, apa ada tamu yang mau jumpa, selebihnya saya tidak pernah menjawab jika Guru bertanya. Saya sangat yakin bahwa apa yang Beliau tanyakan tentu Beliau sendiri yang lebih tahu jawabannya. Seperti Adab sahabat kepada Nabi ketika Nabi bertanya maka sahabat menjawab dengan sopan, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”.
Disaat saya diam, Guru kemudian menjawab dengan pelan, “Kasih sayang-Nya”. Pengorbanan jiwa dan raga dilakukan manusia di dunia ini tidak lain adalah untuk mendapatkan kasih sayang dari Allah SWT, mendapatkan ridha-Nya, dengan inilah manusia bisa selamat dari dunia sampai akhirat kelak. Ridha Allah yang membuat dunia ini laksana surga, tenang dan damai kapan dan dimanapun kita berada. Gejolak dunia ini tidak akan terasa di hati hamba-Nya yang lembut lagi tenang, seolah-olah mereka tidak berada di dunia lain, dunia yang berbeda dengan yang kita saksikan.
Saya masih ingat nasehat Guru bahwa doa tertinggi adalah “Ilahi Anta Maqsudi Waridhaka Matslubi”, Engkau yang kami maksud dan ridha-Mu lah yang kami harapkan. Tanpa ridha-Nya, tanpa kasih sayang-Nya apa yang bisa kita andalkan di dunia ini?. Beliau sambil bercanda mengatakan, “Kalau kau minta menjadi kaya, bisa jadi kekayaan itu menjadi bala bagimu, untuk apa kaya kalau badan kena angin pun tidak bisa, makan ikan asin langsung sakit, maka yang kita minta hanyalah Ridha-Nya, terserah Dia saja”.
Guru saya adalah seorang Wali Allah, Beliau sangat Kasyaf, sehingga bisa mengetahui dengan pasti bahkan detil isi hati seseorang, juga kejadian-kejadian yang belum terjadi. Kekasyafan Beliau itulah yang membuat saya tunduk dan patuh, karena kalau bukan seorang Wali tidak mungkin bisa mengetahui isi hati seseorang dengan persis. Akan tetapi saya bertahan menjadi murid bukan karena Guru Keramat, karena kalau itu yang saya cari maka suatu saat akan diuji oleh Allah dengan dijumpakan dengan orang yang lebih sakti sehingga hati menjadi berpaling. Sampai sekarang pun saya tidak tahu kenapa saya terus menjadi murid Beliau, yang saya rasakan adalah apa yang saya cari dalam hidup ini sudah saya temukan, sehingga tidak lagi perlu kaki melangkah untuk meneruskan pencarian, hanya menikmati perjumpaan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.
Saya pernah bertanya dalam hati, kenapa ada sebagian murid Guru setelah sekian lama berguru seperti tidak menemukan apa-apa. Akhlaknya tidak berubah, adab nya juga demikian dan cara dia berkata juga masih sama seperti sebelum berguru. Seolah-olah berjumpaan dengan Guru tidak memberikan bekas apa-apa dalam hatinya. Padahal yang saya ketahui, hanya dengan memandang wajah Guru pun, seorang berandal yang jahat bisa langsung menjadi baik, hatinya menjadi lembut.
Beliau menjawab pertanyaan yang saya ajukan dalam hati, “Bukan gulanya yang tidak manis tapi cermai nya terlalu asam, direndam satu minggu pun tetap asam”. Maksud perkataan Guru adalah bukan Guru nya tidak hebat, akan tetapi si murid terlalu pekat sehingga getaran dzikir dari Guru tidak menembus ke dalam sanubarinya. Bisa jadi dia berguru bukan niat karena Allah, tapi dengan tujuan lain yang bersifat duniawi sehingga dia dilalaikan dengan tujuan tersebut.
Malam ini ketika saya menulis tulisan ini saya pandang lama-lama photo Guru yang saya letakkan di meja atas meja disamping laptop, photo yang sering saya cium ketika rasa rindu kepada Beliau datang, dan saya senyum-senyum sendiri, ucapan Beliau yang sudah begitu lama itu seolah-olah baru saja saya dengar, “…Cermai nya terlalu asam”.
sMoga tulisan ini bisa menjadi penyambung rindu kita semua kepada Guru, siapapun Guru anda…
14 Comments
Sirr
Aku pernah berguru, blm bgtu lama brguru n dtg ke pengajiannya jga jarang lalu kemudian aku di stop, diminta guru utk tdk dtg/mngikuti/bljr lagi.
Sedikit yg kutangkap adlh krna aku blm sanggup ditakutkan bisa gila.
Sampe skg aku ga tau knpa di stop guru??? Aku jga tdk mnanyakan knp.
Meskipun aku sdh menemukan lgi guru yg lain, tp trkadang msh mnjadi prtanyaan ku kenapa ?
Jika aku blm sanggup ditakutkan nanti bisa gila, knpa beliau tdk mengajarkan agar aku ga gila, dlm kapasitasnya sbgi guru (dsni aku coba berlogika).
Gimana menurut abang sufi ?
SufiMuda
Cari Guru lain yang membuat anda tidak khawatir menjadi gila. Sepengetahuan saya, berguru kepada Mursyid orang gila bisa menjadi sembuh, orang bodoh menjadi pintar dan orang pintar menjadi cerdik,
Sirr
Bukan saya yg khawatir gila bang, tapi gurunya khawatir sy bisa gila.
Yap saya sdh menemukan guru lain.
Trmksh bang responnya, salaam.
tera kata
Assalamualaikum, Sahabat maaf mau tanya, apakah Guru anda masih hidup? Mungkin kalau boleh saya juga ingin berguru kepada beliau.
Salam, Etarwanto 085890293194
Kuliner Telur Asin Lombok
saya terus mengikuti dan membaca artikel berkualitas dari bang sufimuda… terima ksh atas sumbangsih abangda… salam dari surau mataram lombok
SufiMuda
Terimakasih atas kunjungannya, salam
ahmed
Subhanalloh……..
aini1000
Alhamdulillah….. Jazakallahu khoiron.. Barakallahu fii umrik… Aamiin…
Yusoff
Salam ; memang bertuah dan sungguh bernasib baik dan di kalangan insan yang terpilih bagi yang menemui guru mursyid….
Yusoff
Penang, malaysia
arkana0908
terima kasih untuk tulisan ini, Abangda….
benar-benar saya ini seperti cermai itu…
Ar
Mantapp bro … Keren artikelnya.
Menambah mahabbahku pada sang guru.
pahmi hidayat
Ass. Mudah2an cermai tidak putus asa dan tetap berkenan direndam dg air gula sampai menjadi manis begitu juga besar harapan kita semoga gula tetap berkenan menjadi tempat cermai yg masam sampai menjadi manis dan bisa dinikmati semua org.amin.do’akan kami bg yg msh menjadi cermai yg masam semoga menjadi manis walaupun sebensrnya yg manis itu gula bg. Hehehehe
sekarluwes
artikel yg sangat mencerahkan… membuat saya makin cinta dah hormat trhadap guru mursyid saya… terimakasih bung Sufi Muda. 🙂
agus prasetyo
Ass. Abangda,terima kasih tulisan ini sangat menyentuh, tak terasa sampai meneteskan air mata