Sufi Muda

Menemukan Tuhan Dalam Keseharian

PERBEDAAN ALIRAN SUFI DAN ALIRAN TEORITIS DALAM MENGUNGKAPKAN KEBENARAN

PERBEDAAN ALIRAN SUFI DAN ALIRAN TEORITIS DALAM MENGUNGKAPKAN KEBENARAN

Pada dasarnya dalam diri manusia berkumpul empat macam sifat :

  1. As-sifat as-sab’iyyah (sifat binatang buas)
  2. As-sifat al-bahimiyyah (sifat binatang ternak)
  3. As-sifat asy-syaithaniyyah (sifat setan)
  4. As-sifat ar-rabbaniyyah (sifat ketuhanan).

Ketika manusia dikuasai amarah, maka ia ibarat melakukan perbuatan binatang buas. Ketika dia dikuasai oleh syahwat, maka ia ibarat melakukan perbuatan binatang ternak. Gabungan dari kedua sifat ini melahirkan sifat senang kepada keburukan, memaksa, senang berbuat makar, licik dan menipu sehingga (ketika hal ini terjadi) berati ia telah dikuasai oleh sifat asy-syaithaniyyah. Lalu ketika dalam diri manusia tertanam masalah-masalah ketuhanan dan pada saat yang sama merupakan bagian urusan Tuhan. Allah swt berfirman, “Katakanlah (wahai Muhammad) bahwa masalah roh adalah urusan Tuhanku.” (Q.S. Al-Isra’: 85).

Allah swt memposisikan diri-Nya sebagai Tuhan yang mengatur segala sesuatu dan Maha Agung. Allah swt senang dengan apa yang sesuai dengan penamaan ini, yaitu berupa pengetahuan manusia kepada-Nya maupun yang terkait. Sebaliknya, Allah sedih jika dibalik itu, manusia tidak mengetahuinya. Jika engkau telah memahami ini, maka ketahuilah bahwa sibuk beribadah dan tetap menjaganya akan menghasilkan tujuan, yaitu mencapai yang seharusnya dicapai.

Ketahuilah bahwa ilmu yang ada dalam hati terkadang diperoleh melalui metode belajar dan pengajuan argumentasi, metode ini ditempuh para ilmuwan. Dan terkadang melalui metode mukasyafah  (penyingkapan) dan musyahadah (penyaksian), metode ini ditempuh oleh kaum sufi.

Metode kaum sufi sendiri ada dua cara :

Pertama, melalui bisikan dalam hati. Hal ini disisyaratkan dalam sabda Nabi saw,”Sesungguhnya Ruh al-Qudus (Jibril as) telah membisikkan kedalam hatiku,’Cintailah siapa saja yang engkau inginkan kerena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya. Kerjakanlah apa yang engkau inginkan kerena sesungguhnya engkau akan diberi balasan setimpal atas perkerjaan itu. Dan hiduplah sesukamu karena sesungguhnya engkau akan mati” (Ibnu Al-Jauzi, al-‘Ilal al-Mutanahiyah 2/403).

Kedua, melalui ilham yang baik, yaitu denan cara disingkapkan kepadanya hakekat segala sesuatu dan diperlihatkan kepada malaikat yang ditugaskan untuk mengurus segala sesuatu, yang darinya engkau mendapatkan manfaat. Hati itu laksana cermin jernih yang memancarkan sinar terang, maka ketahuilah bahwa hakekat segala sesuatu telah tertulis di Lauh al-Mahfudz. Jadi walaupun penghalang (hijab) yang ada begitu tinggi, namun karena posisi cermin sejajar dengan Lauh al-Mahfudz, maka hakekat segala ilmu tetap dapat tersingkap.

Terangkatnya hijab kadang terjadi pada sat tidur dan kadang pada saat terjaga, suatu hal yang biasa terjadi pada kamum sufi, dan terkadang pula bersamaan dengan tiupan semilir angin yang terjadi tanpa campur tangan dan persiapan dari pihak manusia. Ketika ini terjadi, dari balik tabir kegaiban, rahasia-rahasia ilmu memancarkan sinar berkilau ke dalam hati.

Puncak dari penyikapan tabir ini terjadi dengan datangnya kematian kerena pada saat itu semua hijab dibuka. Hal ini diisyaratkan oleh sabda Rasulullah saw,”Manusia itu dalam keadaan tidur, ketika mereka mati barulah mereka terbangun.” (HR. Al-‘Ajluni, Kasyf al-Khafa; al-Qari, al-Asrar al-Marfu’ah (386); al-Albani, adh-Dha’ifah (102).

Metode penyucian jiwa yang dilakukan oleh kaum sufi hampir sama dengan kondisi manusia yang akan menjemput kematian. Oleh karena itu, mereka tidak menyibukkan diri dengan kegiatan mencari ilmu, tapi lebih menyibukkan diri dengan menyucikan hati dan memutuskan hubungan dengan makhluk lain supaya hal ini menjadi sebab dapat menghadap Allah swt secara total, lalu menyerahkan segala urusan-Nya, dimana Ia Maha Mengetahui segala cahaya dan bisikan halus yang tersingkap dalam hati mereka. Inilah metode yang dialami para nabi dan wali. Mereka mendapatkan berbagai macam ilmu dan hakekat melalui proses belajar, namun mereka mendapatkan secara langsung melalui sumbernya sehingga tidak lagi perlu belajar dan berusaha.

Proses belajar dan berusaha yang dilakukan manusia biasa itu seperti medote yang ditempuh para nabi dalam mendapatkan ilmu secara langsung melalui sumbernya. Namun berhati-hatilah, jangan sampai engkau meninggalkan proses belajar dan berusaha selama dirimu tidak mampu untuk mendapatkan ilmu secara langsung dari sumbernya.

 

Tulisan ini kami ambil dari kitab Ihya’ ‘Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali, untuk menjawab pertanyaan mengapa orang-orang sufi memperoleh ilham luar biasa dari Allah, tersingkap hijab sehingga hal-hal gaib menjadi nyata karena metode belajarnya berbeda dengan metode belajar yang ditempuh oleh kaum teoritis (syariat). Mudah-mudahan tulisan ini berguna untuk saudara Satria dan orang-orang yang sungguh-sungguh mencari kebenaran, kalau anda mencari kebenaran Ilahi, maka tempuhlah jalan yang telah teruji kebenarannya yaitu jalan  rintisan para Nabi dan  para Wali, yaitu jalan kesufian, membersihkan hati agar terbuka hijab (penghalang) antara makluk dengan Tuhannya. Apabila hijab itu dibukakan oleh-Nya, maka tidak ada penghalang antara hamba dengan Tuhan, maka Allah swt menjadi nyata dan disaksikan oleh hambanya, Allah Maha Gaib (Al-Ghaibi) bagi yang tidak terbuka hijab dan menjadi MAHA NYATA (Adh-Dzahiri) bagi yang terbuka hibab nya.

Sungguh setiap para penempuh kebenaran harus mengalami mukasyafah  (penyingkapan) dan musyahadah (penyaksian) sehingga memperoleh Haqqul Yakin, tidak ada keraguan sedikitpun tentang Tuhan yang disaksikannya. Rahmat Allah swt akan selalu beserta orang yang sunguh-sungguh mencari bukan orang-orang yang keras hatinya, merasa benar sendiri dan meyakini sesuatu dengan kebenaran yang semu.

 

 

 

Single Post Navigation

10 thoughts on “PERBEDAAN ALIRAN SUFI DAN ALIRAN TEORITIS DALAM MENGUNGKAPKAN KEBENARAN

  1. Romeo on said:

    Setuuuuuuujjjjjuuuuu…..baaannnngggeeeeetttt……!!!!! 🙂

  2. yudistira on said:

    salam kenal sufi muda dan juga untuk semua pengunjung sufi muda.

    ini blog yang sangat menarik untuk mengungkapkan dan mencari pencerahan.

    apa yang diulas oleh sufi muda di blog ini sangatlah menarik, juga komentar2nya

    emang benar,
    sangat beda rasanya beribadah dengan mengetahui atau mengenal dengan yang punya ibadah daripada beribadah hanya karena kita di haruskan beribadah atau dengan kata lain beribadah karena itulah cara beribadah yang telah diajarkan oleh orang tua kita, orang tua kita dari nenek kita, nenek kita dari……….yg ndak pernah kita ketahui asal usulnya.

    maju terus sufi muda……….
    sudah saatnya islam yang sebenarnya bangkit……
    islam yang bisa dibanggakan, bukan hanya ikut2an…..

  3. sufimuda on said:

    Thanks yudistira, mari sama2 kita maju, agar Api Islam kembali bersinar memberikan kehangatan kepada seluruh manusia.
    Musuh2 Islam tidak akan pernah takut dengan syariat, yang ditakuti adalah Tasawuf, karena disana tersimpan Teknologi Al Qur’an yang Maha Dasyat.
    Maka dari dulu Tasawuf dibungkam, dicap sesat, syirik, bid’ah, agar mereka leluasa mempermainkan Islam.

  4. sufimuda on said:

    setelah membaca artikel KESAKSIAN ULAMA FIQIH TERHADAP TASAWUF, mudah2an tidak ada lagi orang bodoh yang menyalahkan tasawuf

  5. dzing on said:

    Permisi…. sebelumnya sungkem dulu….
    Kang Sufi Muda, kalau boleh saya mengungkapkan pendapat, yang di sitir dari riwayat Abu Hurairah, “Bahwasannya Rasulullah memberikan 3 bejana ilmu, sepertiga ada di al qur’an, sepertiga ada di alam dan sepertiga ada di hati, apabila aku ungkapkan apa yang ada di hati maka dst dst…. :). jadi 1/3 + 1/3 +1/3 jadi = 3/3 atau 1 bagian penuh, atau lengkap. Pada posisi ini bagi para salik diharapkan memang untuk menguasai secara “kitab”, alam dan hati, kalau memang posisinya lagi gandrung masalah hati ya akan seperti statemen “mereka tidak menyibukkan diri dengan kegiatan mencari ilmu, tapi lebih menyibukkan diri dengan menyucikan hati dan memutuskan hubungan dengan makhluk lain supaya hal ini menjadi sebab dapat menghadap Allah swt secara total, lalu menyerahkan segala urusan-Nya, dimana Ia Maha Mengetahui segala cahaya dan bisikan halus yang tersingkap dalam hati mereka. Inilah metode yang dialami para nabi dan wali”, tapi tetap itu namanya mencari ilmu, cuma cara belajarnya yang agak special pake telor…. Seperti ketika Allah mengajarkan nama – nama pada Adam…, itu sangat special.. sampe malaikat juga kaget…, disitulah Adam mendapatkan semua nama benda – benda adalah pemancaran -Nya , waduh gimana ya jelasinnya ini.. pokoknya wis gitu lah heheheh. Sampe mana tadi lupa saya… yah pokoknya 1/3 + 1/3 +1/3 = 1, kalau gak bisa mbulet jadi satu, karena satu dan lain hal kembalikan ke Allah …no defense

    Jadi setuju dengan Kang Sufi “Namun berhati-hatilah, jangan sampai engkau meninggalkan proses belajar dan berusaha selama dirimu tidak mampu untuk mendapatkan ilmu secara langsung dari sumbernya”

    Sungkem dulu kang sufi…..pamittt ya

  6. sufimuda on said:

    Makasih saudaraku dzing atas kunjungan komentarnya yang mencerahkan, menuntut ilmu itu wajib, belajar ilmu sampai kepada makrifat itu harus melalui proses, tugas kita adalah berikhtiar mencari ilmu, akan tetapi ALLAH jua lah yang menentukan kepada siapa rahasiaNya akan diberikan…. mudah2an kita termasuk salah seorang yang dipilih-Nya, Amin
    Salam..

  7. Crescent on said:

    wah…. 1/3 + 1/3 + 1/3 = 3/3 , ….1/3 ada di Al-Qur’an, 1/3 ada dihati, 1/3 ada di alam… (Oyeah???!)…
    Kitab Al-Qur’an berasal dari perkataan Nabi, Perkataan Nabi berasal dari Hati Nabi, Hati Nabi berasal dari hati Tuhan, Hati Tuhan ada dalam Alam….
    Kitab Al-Qur’an = Hati Nabi = Hati Tuhan = Alam = 3/3 = 1 (semua dari hati)
    “maaf kalo salah mohon di sanggah…:)”

  8. sufimuda on said:

    Salam kenal saudaraku crescent, apa yang anda kemukakan saya setuju 100% 🙂 semua bermula dan berakhir dari QALBU,
    surga ada dalam QALBU
    Nabi, Rasul para malaikat ada dalam QALBU
    ALLAH pun ada dalam QALBU/HATI 😉

  9. dzing on said:

    hehehehehe, ya begitulah.. saya hanya menyampaikan riwayat Abu Hurairah, kurang lebih silahkan tanyaken langsung…. hehehehehe.

    Kalau seandainya Riwayat tersebut dipahami bukan metoda pem”bejanaan” Rosul terhadap ilmu, terus apakah itu tidak berasal dari hati…? lalu apakah hati itu tidak membenarkan adanya 3 bejana tersebut…?(tambah mumet kan…?) hahahahaha

    Sedangkan Qalbu itu apa adanya, artinya ya begitu adanya, karena berada di antara jari – jari Allah (orang bisa di bolak balik) mangkanya di referensi tasawuf pun adanya tazkiatun nafs (pembersihan jiwa bukan qalbu). Kalau di tilik dari prespektif “Nabi, Rasul para malaikat ada dalam QALBU ALLAH pun ada dalam QALBU/HATI” bisa jadi demikian. Karena pembahasan awal adalah mengenai ilmu ya itu bejananya, karena manusia itu pun gak semudah itu menemukan qur’an, alam bahkan Allah termaktub di hati mereka, jadi supaya lebih mudah memahaminya ya seperti riwayat tadi, kalau gak percaya langsung saja praktek, kalo bisa langsung Allah dan semuanya penyatuan dalam qalbu manteb Kang… hehehehehe, langsung tak sungkem terus pamit ….. hehehehe.

    Sekali lagi saya hanya menyampaikan tidak ada kreativitas diri saya (pada riwayat tersebut)…..

  10. mamo cemani gombong on said:

    Betul….betul……betul………bang sufi muda tolong aku di doa in ya biar aku banyak rizqi untuk modal ketemu bang sufi muda langsung minta daftar jadi hamba Alloh . mamo gombong kebumen jawa tengah . tolong….tolong….tolong.

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: