Motivasi,  Tasauf

SADAR HAMBA (Bag. 2)

Begitu mudah kita menyebut diri sebagai hamba Allah namun pernahkah kita bertanya dalam hati apakah Allah mengakui kita sebagai hamba-Nya? Atau pertanyaan lain apa kriteria sehingga kita bisa menjadi seorang hamba Allah. Pada tulisan Sadar Hamba yang saya tulis setahun lalu telah diuraikan secara lengkap bagaimana seorang bisa menjadi hamba Allah dan sadar akan kehambaannya maka pada tulisan ini kami mengutip beberapa hadist dan riwayat orang-orang yang mendapat ujian atau cobaan berat sebagai wujud dari Penghambaannya kepada Allah SWT.

Untuk menjadi seorang tentara, tahap awal diseleksi dari sekian banyak warga negara kemudian dipilih orang-orang berkualitas untuk di tempa menjadi seorang tentara yang hebat. Di dalam pendidikan tersebut berbagai macam ujian diberikan dengan tujuan agar mendapatkan hasil yang baik dan lulus menjadi seorang tentara untuk mengabdi kepada Negaranya. Tidak ada bedanya dengan menjadi Hamba Allah, tentu juga diseleksi sedemikian ketat dari sekian banyak manusia, kemudian diberi ujian dan cobaan, dan yang lulus akan menjadi hamba Allah. Allah telah berfirman: “Apakah manusia mengira bahawa mereka akan dibiarkan mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka belum diuji?” (QS Al-Ankabut:2-3).

Imam Faqiih Abu al-Laits as-Samarqandi berkata, “Seorang hamba tidak dapat memperoleh derajat Ahyar (wali pilihan) kecuali tabah menjalani hidup melarat dan tersakiti.” Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia bercerita, suatu ketika Nabi Muhammad ditanya, Wahai Nabi, manakah manusia yang paling sangat ditimpa bala? Maka beliau menjawab, “Yaitu para nabi, kemudian orang-orang shaleh, lalu orang-orang yang sepadan dengan mereka.”

Wahab bin Munabbih menceritakan, bahwa aku menulis dari kitab salah seorang al-Hawariyyun (sahabat-sahabat Nabi Isa) berbunyi: “Apabila kamu berjalan tersandung bala, maka senangkan pada pandangan matamu, karena demikian itu kamu diluruskan pada jalan para nabi, dan orang-orang sholeh. Dan apabila kamu berjalan menemui kegembiraan atau kesenangan, maka tangisilah dirimu sendiri, karena kamu disimpangkan dari jalan mereka.”

Diriwayatkan hadis dari Abi Warrad, ia dari Muhammad bin Muslim, sebagai hadis marfu’/disandarkan sampai pada Rasulullah SAW, bahwa sesungguhnya seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah! Hartaku musnah dan badanku sakit! beliau bersabda, “Tidak ada baiknya hamba yang tidak musnah hartanya dan tidak sakit badannya, sesungguhnya Allah apabila senang kepada hamba, maka Ia mengujinya, lalu ia bersabar.”

Sahabat Nabi yang bernama Abu Dardak RA. berkata, “Orang-orang benci kepada kefakiran tapi aku menyukainya, orang-orang benci mati tapi aku menyukainya, orang-orang benci sakit tapi aku menyukainya. Aku menyukai sakit guna melebur kesalahan-kesalahanku, aku menyukai kefakiran untuk merendah kepada Tuhanku, aku menyukai kematian karena rindu kepada Tuhanku.”

Maka ketika Allah memberikan ujian kepada kita disaat mulai menempuh jalan kepada-Nya (Tarekatullah) maka bersabarlah dan teruslah berjalan karena tidak akan ada pedang tanpa ditempa dari besi dan tidak ada kesempurnaan tanpa melalui ujian-ujian.

Ujian tidak hanya berupa kesusahan dan kemelaratan, terkadang Allah menguji kita dengan ujian lebih berat yaitu Kesenangan dan Kekayaan yang membuat kita sangat mudah lupa kepada Allah. Sebagaimana  sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi: “Sesungguhnya bagi setiap umat ada ujian dan ujian bagi umatku ialah harta kekayaan.”

Nasehat Nabi itu mengingatkan saya akan ucapan Guru disuatu saat, “Makan sehari sekali, tidur dibawah kolong jembatan tidak membuat aku takut, yang aku takutkan kalau aku (menjadi) kaya, takut aku lupa kepada Allah”.

One Comment

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca