HIJRAH DARI KEGELAPAN HATI MENUJU CAHAYA ALLAH

Ada 3 peristiwa penting yang jatuh pada tanggal 12 rabiul awal dan ini merupakan sebagai bentuk keistimewaan dari Rasulullah SAW, yaitu Tanggal Kelahiran Rasulullah, Tanggal Hijrah (tibanya) Rasul di Yatsrib (Madinah) dan Tanggal wafatnya Rasulullah, semuanya terjadi Bulan Rabiul awal tepatnya di tanggal 12 Rabiul Awal. Tentang tanggal lahir Nabi ada juga yang berpendapat Beliau lahir pada tanggal 9 Rabiul Awal, karena tanggal itu yang tepat di hari senin.
Secara fisik Nabi melakukan hijrah bersama sahabat setia Beliau yaitu Abu Bakar Shidiq untuk menghindari ancaman dari orang-orang Qurays namun peristiwa berpindahnya Nabi itu dikemudian hari benar-benar memberikan hal yang sangat baru untuk umat Islam salah satunya adalah Beliau mendapat kesempatan menata kehidupan ummat berdasarkan apa yang telah di firmankan Allah, hal yang tidak bisa Beliau lakukan ketika masih di Mekkah.
Pertanyaan paling penting pada diri kita adalah apa hubungan peristiwa 14 abad yang lampau itu dengan kita ummat Islam yang hidup di zaman sekarang? Peristiwa hijrah Nabi bisa menjadi momentum bagi kita untuk melakukan perubahan secara mendasar dalam diri kita, terutama berhubungan dengan ibadah.
Jika selama ini ibadah yang kita lakukan hanya bersifat rutinitas, menyelesaikan kewajiban semata hendaknya berubah menjadi spiritualitas, ada gairah di setiap ibadah yang kita lakukan. Ibarat seorang manusia yang sedang jatuh cinta, dia akan melewati hari-hari dengan penuh keajaiban akibat dari getaran cinta di hatinya.
Idealnya kita manusia juga seperti itu, melewati hari-hari dengan penuh gairah karena Allah SWT senantiasa dekat dalam kehidupan kita, bersemayam di hati kita. Maka ibadah yang dilakukan juga memberikan gairah, persis seperti seorang yang hendak menemui kekasihNya, hati berdebar menadakan rasa senang yang berlebihan.
Tidak mungkin gairah itu muncul dengan serta merta tanpa mengenal terlebih dahulu. Manusia bisa saling mencintai setelah melewati proses saling mengenal. Atas dasar itulah kenapa hal paling pokok sebelum kita melangkah dalam kehidupan ber-agama adalah MAKRIFATULLAH, mengenal Allah. Agama tanpa mengenal Allah akan jadi sia-sia, hanya melaksanakan rutinitas semata, melaksanakan ritual tanpa spiritual.
Allah Maha Sempurna dan tidak terbatas tidak akan mampu dijangkau oleh akal fikiran manusia yang terbatas. Atas dasar itu maka mengenal Allah tidak akan didapat lewat proses panca indera, membaca, mengkaji, menelaah, tidak lewat itu. Makrifatullah tidak ada hubungan dengan kecerdasan sama sekali karena memang diluar akal manusia. Makrifatullah adalah anugerah yang diberikan kepada hamba-Nya yang dipilih setelah mengikuti rukun dan syarat yang telah ditetapkan lewat utusan-Nya.
Atas Maha Sempurna Allah maka hubungan kepada-Nya harus bersifat eksak, pasti, tidak boleh berselisih walau sebesar zarah agar hubungan tersebut tidak melenceng, keluar dari jalan-Nya, ini yang disebut dengan Tauhid.
Allah mengutus Rasul dan diteruskan oleh ulama pewaris Nabi yang membawa al-Wasilah, cahaya-Nya yang dengan cahaya itu kita bisa tersambung kepada-Nya. Al-Qur’an sebagai kalam Allah pada hakikatnya adalah cahaya Allah itu sendiri sesuatu yang bersifat Qadim. Ketika AL-Qur’an berwujud dalam bentuk kitab maka berubah jadi baharu tersusun atas tinta dan kertas. Dibutuhkan teknologi untuk bisa menggali cahaya Allah yang tersimpan di dalam al-Qur’an.
(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (Q.S. Ibrahim, 1)
Kitab yang dimaksud tentu saja bukan yang kita saksikan hari ini karena tidak pernah ada dalam Riwayat mana pun Nabi menerima al-Qur’an dalam bentuk buku yang tertulis dan Beliau sendiri adalah seorang yang buta huruf. Ke dalam hati Beliau lah Allah mengirim cahaya-Nya, Kalam-Nya yang tidak berhuruf dan bersuara, Al-Qur’an al-Majid dari sisi-Nya dan kemudian Beliau mentransfer kepada hati para sahabat, kepada ummat sampai akhir zaman. Tanpa tersambung secara zahir dan bathin dengan Rasulullah SAW maka siapapun tidak akan mendapatkan hakikat dari al-Qur’an.
Maraknya hijrah secara fisik akhir-akhir ini; memperbanyak membaca dan menghapal al-Qur’an, berbusana muslim dan Muslimah, memperbanyak ibadah dan menjauhi maksiat adalah fenomena yang positif dimana ajaran Islam diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari.
Maka akan menjadi sempurna jika hijrah fisik itu meningkat kepada hijrah rohani, dari kegelapan hati menuju cahaya Allah, dari hati yang dicengkram bala tantara Iblis kepada hati yang senantiasa dinaungi cahaya-Nya. Walau serajin apapun ibadah, sebagus apapun penampilan fisik dan seberapa pun kuat manusia berusaha mengikuti sunnah Nabi, jika di dalam dirinya masih bersemayam setan, tidak pernah di usir dengan metodologi (thareqatullah), maka nanti pada ujungnya tetap bersetan, dari hidup sampai mati.
Naif bagi manusia menganggap segala hal buruk itu setan dan segala hal baik itu malaikat karena bisa jadi keduanya bisa bertukar peran. Kenapa Adam AS bisa digoda Iblis di surga? Karena Iblis berperlaku baik dan menampakkan kebaikan kepada Adam bahkan bersumpah atas nama Allah. Iblis bisa berwujud orang shaleh bahkan dalam wujud ulama yang dikenal Alim, lewat wujud alim dan tawadhuk itulah Iblis paling mudah menggoda manusia, hal yang pernah berhasil dilakukan kepada leluhur manusia yaitu Adam AS.
Tanpa bimbingan, mudah sekali manusia terpedaya oleh Iblis, sosok yang memang sangat ahli di bidang itu dan berpengalaman jutaan Tahun. Jika hijrah fisik bisa dilakukan dengan mudah tanpa bimbingan hanya mengikuti trend maka hijrah hati, hijrah rohani WAJIB dengan bimbingan orang yang tersambung secara zahir dan bathin kepada Rasulullah SAW yang mampu mentransfer Kalimah Allah kedalam hati sehingga hati menjadi terang benderang, selamat dunia dan akhirat…
