Tasauf

UJIAN SEORANG ULAMA

Sejarah telah menulis begitu panjang dan lengkap tentang perjuangan para ulama sejak dulu sampai sekarang dalam menyebarkan agam Islam dan dalam menegakkan Kalimah Allah agar semua manusia senantiasa sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya dan mendapat kemenangan di dunia sampai akhirat. Ulama yang saya maksud disini berlaku secara umum baik ulama dalam ilmu zahir (syariat) maupun ulama dalam ilmu bathin (tasawuf). Tentu saja apa yang mereka alami telah pula di alami oleh para Nabi terdahulu terkhusus Nabi kita Muhammad SAW.

Ulama paling banyak mendapat tekanan dari penguasa adalah ulama yang berpijak kepada syariat (fiqih) karena fatwa (pendapat) mereka harus sesuai dengan kepentingan penguasa saat itu. Jika penguasa menginginkan A sementara ulama memfatwakan B maka konsekwensinya adalah ulama akan dipersekusi, dipenjara bahkan dibunuh karena dianggap sebagai penghalang.

Di masa Kekhalifahan Abasiyah, Khalifah Al-Ma’mun pada tahun 212 H mengumumkan keseluruh Negeri bahwa Al-Qur’an adalah makhluk (baharu), semua orang wajib mengakui bahwa Kalam Allah itu sebagai makhluk bukan Qadim. Para ulama dipaksa untuk sepaham dengan pendapatnya. Imam Ahmad bin Hanbal pun dites oleh khalifah. Bersama sahabatnya, Muhammad ibnu Nuh, sang imam menolak untuk sepaham dengan penguasa. Menurutnya, Alquran adalah kalamullah bukanlah makhluk. Ia pun dipenjara akibat keteguhan keyakinannya.

Imam Malik pernah dihukum gubernur Kota Madinah pada tahun 147H/764 M. Beliau dihukum karena mengeluarkan fatwa bahwa hukum talaq yang akan dilaksanakan penguasa tidak sah.

Ketika itu, Kerajaan Abbasiyah membuat fatwa, yaitu seluruh penduduk perlu taat kepada pemimpin. Siapa pun yang tidak mau makan akan terjatuh talaq atas istirinya. Lalu Imam Malik dicambuk karena melawan perintah Abu Ja`far al-Manshur, karena meriwayatkan hadist bahwa tidak ada talak bagi orang yang dipaksa.

Imam Abu Hanifah dicabuk dan dipenjara di era penguasa al-Manshur pada zaman Dinasti Abbasiyah. Dia ditahan karena menolak dijadikan qadhi. Sebelum itu, di zaman Dinasti Umayyah, Imam Abu Hanifah juga pernah ditahan saat Marwan bin Muhammad menjadi penguasa karena menolak tawaran menjadi hakim.

Beliau meninggal dunia pada bulan Rajab 150H/767M ketika berusia 68 tahun), yakni ketika berada di dalam penjara karena memakan makanan yang telah diracuni. Dalam riwayat lain, disebutkan beliau dipukul dalam penjara sampai wafat. 

Meninggalnya Imam Abu Hanifah menjadi kehilangan yang amat besar bagi umat Islam. Sholat jenazahnya dilakukan sebanyak denam gelombang, dan dengan jamaah setiap sholat mencapai 50 ribu orang.

Imam Syafii pernah dituding mendukung Syiah oleh orang yang dengki dengan dirinya, yaitu Mutharrif bin Mâzin. Mutharrif memprovokasi Harun Ar-Rasyid untuk menangkap Imam Syafii dan orang-orang Alawiyin.

Mutharrif memfitnah dan melaporkan pada Khalifah Harun bin Rasyid, lalu menyebut Imam Syafii terlibat dalam rencana merongrong kekuasaan Harun Al-Rasyid. Kemudian Imam Syafii ditangkap. Tangan dan kakinya diikat dengan rantai, lalu diarak di jalanan sebagai sosok yang tertuding melawan kekuasaan negara.

Jika ulama fiqih difitnah berhubungan dengan politik penguasa disetiap zaman maka ulama sufi biasanya mendapat fitnah dan hinaan justru dari kalangan ulama (syariat) sendiri karena dianggap berbeda paham bahkan sering di tuduh sesat.

Sejarah mencapat dengan sangat lengkap tentang pertentangan ini dan tidak kami uraikan secara panjang lebar, inti dari semua itu memang setan akan menyusup kedalam tubuh manusia untuk kemudian memfitnah ulama agar manusia itu mendapat azab dari Allah dari dunia sampai ke akhirat kelak.

Syekh Abu Hasan As-Syadzili berkata :  “Tidaklah akan sempurna seorang Alim di dalam kedudukan ilmunya hingga dia diuji dgn 4 hal :
1. Bergembiranya musuh-musuh dia terhadap ujian yang menimpanya.

2. Para Sahabat2nya berani untuk Mencaci & mencemoohnya.
3. Orang-orang bodoh berani menuduh & menfitnahnya.
4. Para Alim Ulama (yang lain merasa iri padanya hingga mereka) menghasudnya.
Maka apabila dia sabar dalam hal itu semua niscaya Allah SWT akan menjadikannya sebagai sosok pemimpin yang dijadikan rujukan, dipanuti & diteladani oleh umat

Berkata Al-Imam Abu Hasan As-Syadzili RA:
“Telah berlaku ketetapan Allah ta’ala pada para Nabi & para Aulia (kekasih-kekasihNya) bahwa mereka pasti akan diuji dengan berupa gangguan di dalam dakwah mereka dgn diusirnya mereka dari tempat kelahirannya & dituduhnya mereka dengan fitnah palsu/kebohongan belaka, Akan tetapi kemudian kemenangan pasti akan ada pada mereka diakhirnya apabila mereka bersabar (dalam ujian tersebut )”

Bagi kita ummat Islam berusaha untuk tidak berburuk sangka kepada saudara sendiri apalagi kepada Ulama walaupun berbeda di dalam pemahaman karena tidak mungkin kita bisa berada dalam satu pemahaman. Anda tidak akan mungkin mendapat nilai positif walau satu zarrah tentang Sufi jika anda tanya kepada ustad wahabi/salafi karena bagi mereka Sufi adalah ajaran yang menyimpang dari Islam.

Begitu juga anda tidak akan mungkin mendapat persetujuan penuh dari Sufi (Ahlusunnah) ketika anda menanyakan tentang akidah wahabi, sudah pasti dianggap menyimpang karena ajaran itu baru muncul abad ke 18 diciptakan oleh orientalis untuk memporak-porandakan Islam dari dalam. Bagi kita untuk menjaga ukhwah Islamiyah adalah menghargai perbedaan-perbedaaan itu.

Wahabi mempunya niat yang tulus untuk menjaga kemurnian Islam begitu juga Sufi namun keduanya terpisah oleh “CARA” dan ‘PEMAHAMAN” yang berbeda dan jika perbedaan itu diperbesar maka Islam ini makin lama akan makin terpecah.

Memiliki KEBENARAN itu WAJIB namun yang harus dihindari adalah merasa benar. Orang yang telah memiliki kebenaran (Al-Haq) akan sibuk membenahi diri dengan sifat-sifat terpuji sedangkan orang yang merasa benar akan sibuk mencari hal-hal salah dari saudaranya. Jadilah orang yang memiliki kebenaran bukan merasa benar.

Di kalangan wahabi/salafi pun terpecah-pecah lagi. Di Indonesia salafi dengan bangga dengan celana di atas mata kaki (kadang udah hampir sampai lutut) sedangkan saya melihat di Saudi terutama Mekkah Madinah tidak ada orang disana yang memakai gamis tinggi-tinggi, bahkan sering menutup mata kaki.

Di kalangan Sufi pun begitu, terpecah lagi karena berbeda Terekat atau berbeda Mursyid. Berdebat sampai menunggu Kucing Bertanduk bahwa merekalah kelompok paling benar dan paling hebat. Padahal tujuan bertasawuf itu untuk menjadikan diri tunduk dan pasrah bukan untuk berbangga diri.

Mari kita belajar hal positif dari berbagai kelompok di dalam Ummat Islam. Kita belajar semangat memurnikan Tauhid dan menjaga kemurnian agama dari saudara kita Wahabi/Salafi, Belajar mencintai Ahlul Bait Nabi SAW tanpa syarat dari Saudara kita Syiah, Belajar memiliki semangat tinggi untuk berdakwah dan menegakkan Jamaah dari Saudara kita Jamaah Tabligh, Belajar tentang keberanian, keteguhan dan kesabaran dari saudara kita di Palestina, Belajar hidup santai dan saling menghargai dari saudara kita pengikut NU, Belajar tentang bagaimana mendidik ummat dan menaikkan derajat ummat dari saudara kita pengikut organisasi Muhamadiyah dan bahkan kita belajar dari siapapun yang bersifat positif dengan itu kita menjadi lebih kuat dan lebih sempurna.

Mudah-mudahan tulisan yang saya tulis di hari Jum’at Penuh Berkah ini bermanfaat hendaknya….

Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin

3 Comments

  • Mustofa

    Nah gitu dong Bang Supi muda…tulisannya lbh bijak tdk memvonis orang dimasukkannke neraka krn sholat gak khusyu’… Nggak soal wahabi atau bukan, cumak kebanyakan yg wahabi mmg suka nyalah2in org islam yg tdk sepaham dg yg dia ketahui, dan dia mrs sdh plg paham quran hadits.

  • Ali Faturrohman20

    Itu karena pada zaman dinasti Abbasiyah memang sudah waktunya hancur karena sudah 700 tahun dari tahun dari awal perjuangan rosulluwlah.
    Sehingga Allah menciptakan Zeiniskan untuk membantai ummat Islam saat itu, dan itu disebabkan ummat Islam sendiri yang berlaku syirik (musyrik) kepada Allah.

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: