Tasauf

Dunia Sufi Yang Misteri (Bagian 3)

Sudah tertanam di dalam fikiran orang secara umum gambaran seorang sufi adalah orang yang meninggalkan kehidupan duniawi, hidup miskin, berbaju penuh tambalan dan hidup dalam keterasingan dunia. Hal ini disebabkan oleh beberapa litaratur klasik tentang kehidupan sufi yang digambarkan dengan sikap menjauhi dunia, salah satu contohnya Rabi’ah al-Adawiyah. Satu sisi gambaran kesederhanaan sufi itu ada benarnya karena kehidupan sufi di fase awal perkembangan Islam memang sebagai bentuk perlawanan terhadap gaya hidup hedonis yang dipraktekkan oleh penguasa Islam zaman itu, kehidupan yang sangat berbeda dengan cara hidup Nabi SAW.

Akan tetapi kesufian tidak identik dengan kemelaratan, anda miskin dan melarat tidak otomatis menjadi sufi begitu juga kalau anda kaya karena kesufian itu terletak di hati. Di dalam beberapa tulisan saya tulis disini tentang zuhud telah saya jelaskan tentang hakikat zuhud yaitu terlepasnya hati manusia kepada selain Allah, bukan ketiadaan harta.

Kehidupan sufi adalah kehidupan yang dinamis dan optimis, mereka hidup dengan mandiri tanpa mengharapkan belas kasian orang lain. Jadi kalau ada seorang pengemis datang meminta minta kepada anda, sudah pasti dia bukan sufi.

Orang mengenal nama Mansur al-Hallaj sebagai tokoh sufi yang kontroversi dengan ucapannya “Ana al-Haqq” namun sedikit yang tahu makna dari ujung namanya, Al-Hallaj yang artinya Pembersih kulit kapas sebagai sebuah profesi. Disamping Al-Hallaj ada profesi lain seperti  Al Qashar (Tukang Penatu), Al Waraak (Tukang Kertas), Al Kharraaz (Penjahit Kulit Hewan), Al Bazzaaz (Perajin Tikar Daun Kurma), Az Zujaaji (Pengrajin dari kaca) dan Al Farraa’ (Penyamak Kulit). Hal ini menggambarkan bahwa para sufi zaman dulu dan sampai sekarang adalah orang-orang yang tidak melepaskan diri dari kehidupan normal, tetap berusaha.

Disamping kehidupan miskin dan melarat dijadikan gambaran mewakili kehidupan sufi, banyak tokoh sufi terkenal yang hidup dengan kemewahan, mereka sangat kaya. Imam Ghazali sendiri menerangkan dalam “Bab Zuhud” di Ihya’ Ulumiddin bahwa zuhud pada hakikatnya adalah sikap tidak bergantung kepada dunia. Bukan sikap meninggalkan dunia sepenuhnya. Zuhud adalah mengendalikan dunia dan tidak dikendalikan oleh dunia.

Berikut 3 tokoh sufi yang hidup kaya raya yang kami kutip dari sini, kehidupan yang berbeda dengan apa yang digambarkan orang terhadap para sufi

Abdullah bin Mubarak

Bagi orang yang biasa menggeluti dunia tasawuf atau kajian tentang akhlak Islam, maka nama ini tidak akan asing di telinganya. Beliau adalah salah satu ulama salaf (hidup sebelum abad ketiga hijrah) yang masyhur karena ilmu, akhlak, dan kebijaksanaannya. Kalam hikmahnya menghiasi buku-buku semacam Ihya’ Ulumiddin, Qutul Qulub, dan lain-lain.

Sebelum membahas kekayaan beliau, ada baiknya digambarkan derajat keulamaan beliau lebih dulu. Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah (10/178) mengisahkan bahwa suatu hari beliau datang ke kota Raqqa yang di situ terdapat istana Harun Al-Rasyid.

Orang-orang seluruh kota berkumpul untuk bisa bertemu beliau dan tabarrukan (meminta berkah). Selir Harun yang ada di atas istana melihat kerumunan itu dan bertanya kenapa orang-orang berkerumun. Lalu salah seorang pengawal menjawab bahwa seorang ulama besar bernama Abdullah bin Mubarok berkunjung ke kota ini.

“Itulah raja yang sesungguhnya,” ujar selir Harun, “tidak seperti Raja Harun yang membuat kerumunan menggunakan pedang dan tongkat.”

Beliau lahir dari keluarga pebisnis. Ayahnya pedagang dari Turki dan ibunya berasal dari Khwarizma. Mengenai rizkinya yang melimpah, Ibnu Katsir menceritakan bahwa aset tetap beliau (ra’sul mal) berjumlah sekitar empat ratus ribu yang mana semuanya itu beliau investasikan ke beberapa daerah. Sayang sekali Ibnu Katsir tidak menjelaskan apakah angka ini dalam mata uang dinar (emas) atau dirham (perak). Tapi andaikan dirham pun jumlah ini tetap banyak.

Namun meskipun demikian beliau adalah pribadi yang sangat dermawan. Jika musim haji hampir tiba, beliau selalu bertkata kepada kawan-kawannya, “Siapa yang hendak berhaji datangilah aku. Akan kuberi uang sebagai bekal.”

Di hari-hari tertentu beliau akan menghampar meja makan dan mengisinya dengan makanan-makanan lezat. Lalu beliau akan membiarkan rombongan haji, orang miskin, atau musafir untuk ramai-ramai menyantapnya. Padahal beliau sendiri selalu berpuasa hingga meninggal.

Setiap tahun hasil laba bisnis beliau berjumlah seratus ribu, dan itu semua beliau sedekahkan untuk para ulama, ahli ibadah, dan lain-lain. Itulah, sosok sufi Abdullah bin Mubarak.

Syekh Abdul Qadir Jailani

Sepengetahuan penulis, tidak ada seorang ulama setelah abad lima hijriah dan abad-abad selanjutnya yang disepakati keagungannya oleh seluruh sekte Islam Sunni, kecuali Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, Imam Nawawi, dan Ibnu Hajar Asqalan. Khusus untuk Syekh Abdul Qodir, beliau adalah guru hampir semua ulama yang hidup di masanya. Ratusan ribu bajingan, bromocorah, dan penganut sekte menyimpang berhasil taubat di tangan beliau.

Selain sebagai tokoh sufi, beliau juga tidak diragukan kualitas keilmuannya. Buktinya adalah salah satu murid beliau yang bernama Ibnu Qudamah. Ibnu Qudamah adalah pengarang al-Mughni, sebuah kitab fikih antar-mazhab yang masyhur itu.

Dalam biografi beliau karangan Dr. Abdur Rozzaq al-Kailani dikisahkan bahwa pada usia remaja beliau berangkat ke kota Bagdad untuk menuntut ilmu dengan membawa bekal secukupnya. Ketika beliau sampai di sana, orang-orang sedang ramai membincangkan Imam Ghazali yang sedang mengalami krisis intelektual. Tahun itu (488 H) adalah tahun di mana Imam Ghazali mengasingkan diri dan pergi berkelana.

Di Bagdad, Abdul Qadir muda kehabisan bekal dan akhirnya bekerja sebagai kuli angkut untuk melanjutkan kehidupannya. Guru beliau dalam ilmu syariat bernama Abu Sa’d al-Makhromi, seorang alim dari Bagdad di masanya. Sedangkan guru tasawufnya bernama Hamad ad-Dabbas.

Ketika gurunya, Abu Sa’d, meninggal beliau langsung dipercaya memegang madrasah. Dari situ ketenaran beliau sebagai ulama, pendakwah, dan wali agung mulai masyhur. Di masa itu para ulama dan pengabdi ilmu mendapatkan jatah harta wakaf dari perkebunan-perkebunan.

Syekh Abdul Qadir yang menjadi guru seluruh orang Bagdad secara otomatis akan mendapatkan rizki yang sebenarnya tak pernah beliau harapkan itu. Namun tetaplah rizki itu mengejar beliau dan beliau pun menjadi guru sufi yang kaya (Dr Abdur Rozzaq hlm 135).

Abu Hasan Al-Syadzili

Sama seperti Syekh Abdul Qodir, beliau adalah guru sufi pemimpin tarekat. Tarekat itu bernama Syadziliyah. Sedikit berbeda dengan sufi lain yang berpakaian sebagaimana umumnya, beliau hanya mau memakai pakaian yang bagus. Beliau selalu ingin tampil sempurna.

Selain guru sufi, beliau juga seorang ulama syariat yang masyhur. Izzuddin bin Abdus Salam dan Ibnu Daqiq al-‘Id adalah beberapa ulama syariat yang aktif mengikuti kajian tarekat beliau. Kedua ulama ini mengagumi dan terpesona dengan ajaran Abu Hasan. Namun sayangnya Abu Hasan tidak pernah mengarang kitab. Ketika di tanya tentang hal ini beliau berkata, “Kitabku adalah muridku.” Dan memang murid beliau banyak mewarisi ajaran beliau seperti Abu Abbas al-Mursi, serta muridnya yakni Ibnu Athaillah.

Sebagaimana ulama lain di atas, Abu Hasan dikenal sebagai ulama sufi yang kaya. Bahkan muncul anggapan orang awam tentang tarekat bahwa tarekat yang paling mudah adalah Syadziliyah karena tarekat ini memperbolehkan hidup kaya. Entah benar atau tidak namun faktanya tidak sedikit yang beranggapan demikian.

Abu Hasan memperoleh kekayaannya karena beliau memiliki usaha di bidang perkebunan. Hal ini bisa diketahui dalam ucapan beliau kepada teman-teman beliau ketika beliau ketinggalan dari rombongan perjalanan yang hendak berangkat.

“Maaf, aku terlambat karena aku harus melihat perkebunanku yang sedang ditanam di tiga tempat.”

Mengenai ini Abdul Halim Mahmud dalam Al-Madrasah Al-Syadziliyah halaman 72 berkomentar, “Tanah beliau bukan satu atau dua faddan (per faddan sekitar 4200 meter persegi). Tapi lebih dari itu beliau berkata ‘tiga tempat’.” Dari sini bisa disimpulkan bahwa perkebunan beliau sudah jelas lebih dari dua belas ribu meter persegi.

Disamping 3 orang tokoh di atas banyak lagi tokoh sufi yang hidup kaya raya salah satunya adalah Syekh Nashiruddin Ubaidillah, salah seorang Ahli Silsilah Tarekat Naqsyabandiah. Beliau adalah seorang konglomerat dizamannya dan sanggup melunasi hutang kerajaan Samarkhan. Dilain kesempatan akan saya tulis khusus tentang Beliau.

Tulisan ini adalah kelanjutan dari tulisan yang saya tulis 9 tahun lalu, bisa di baca lagi : Dunia Sufi Yang Misteri (Bagian 1) dan Dunia Sufi Yang Misteri (Bagian 2)

sMoga Tulisan ini Bermanfaat…

7 Comments

  • Yayan Wiyono

    Penjelasan zuhud dan sufi tidak perlu berbelit2 menjadikan banyak orang salah faham, harta &/kejayaan dunia itu cukup taruh ditangan saja jangan sekalikali taruh didalam hati sehingga mudah untuk dilepaskan (ikhlas sodaqoh) sebagaimana ilmu (jiwa & raga). Karena hati hanya untuk keperluan akhirat dan dzikrulloh Yg Esa.

    Sayyidina ALI menjadi imam Ali.
    Kelompok sunni menjadi sekte sunni.
    Terus kalau kelompok syiah??

      • Yayan Wiyono

        Secara tidak langsung mmg tidak ada bahasan itu,
        Apakah menyebut kelompok2 dlm islam sebagai sekte diperbolehkan (sebutan sebagai kelompok sesat “red: menurut saya).
        dan karena dlm sunni sendiri jg ada tarekat yang berarti jg bagian tasawuf.
        Dan perbedaan-perbedaan dalam khilafiyah adalah karena fitnah akhir zaman.
        Afwan klo komentar saya ada yg menyinggung.🙏🙏

  • mahd

    Mas bisa minta alamat kyai mursyid nya mas?.
    Ilmu makrifatullah itu benar.
    Awal 2018 saya pernah mati suri & diperlihatkan rahasia2 nya.
    Padahal saya ga pernah mempelajari & mencari.
    Sejauh ini saya belum mempunyai mursyid manusia.
    Saya sekarang mencari kyai mursyid.
    Saya ingin menyempurnakan syariat & sempurnalah makrifat dengan sebenar2nya.
    Terakhir diperlihatkan suatu alam, di sana banyak berkumpul para wali2 nya allah.
    Termasuk ditemui syeh abdul qodir.
    Hari yg dijanjikan allah sudah dekat.
    Harus mulai mempersiapkan semuanya dengan sebaik2nya.
    Saat ini saya mulai putus hubungan dengan dunia.
    Ini nomor hp saya mas :
    085 77 012 46 12
    081 80 68 666 78
    someonetoknow12@gmail.com

Tinggalkan Balasan ke Yayan WiyonoBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca