Tasauf

CAHAYA ALLAH

Kita sepakat bahwa sumber utama penerang di bumi ini adalah cahaya matahari. Kita bisa melihat segala sesuatu karena ada cahaya masuk ke mata dan dengan cahaya itu kita bisa melihat benda-benda di sekitar kita. Gambar-gambar yang Anda lihat terdiri dari cahaya yang direfleksikan dari objek yang Anda lihat, yang kemudian masuk ke mata Anda melalui pupil. Bersama dengan lensa, kornea membiaskan cahaya untuk fokus pada retina di bagian belakang mata Anda. Retina ditutupi oleh jutaan sel sensitif cahaya yang disebut sel batang dan sel kerucut.

Sel kerucut berperan dalam penglihatan di siang hari – dan memungkinkan Anda untuk melihat gambar dengan warna dan detail – sedangkan sel batang berperan dalam penglihatan di malam hari. Retina mengubah cahaya menjadi sinyal-sinyal saraf. Sinyal-sinyal ini dikirimkan di sepanjang saraf optik ke otak, yang kemudian diproses untuk menciptakan gambar.

Untuk bisa melihat matahari pun harus lewat cahaya yang di pancarkan oleh matahari. Usia matahari sama dengan usia cahayanya karena disaat matahari “hidup” disaat itu juga cahayanya muncul. Ketika kita tidak menemukan cahaya matahari, karena di dalam gua atau ruangan tertutup, secara otomatis kita tidak bisa melihat matahari dan tidak bisa melihat benda lain disekitarnya.

Perumpamaan cahaya matahari ini bisa dipakai untuk memudahkan kita dalam memahami hakikat Allah dimana tidak satupun makhluk bisa menyaksikan dan mengenal-Nya kecuali dia menemukan cahaya-Nya.

Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan.” (QS. Al-Maidah:15).

Para mufassir sepakat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan cahaya dari Allah adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Jadi pernyataan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah cahaya, memang berasal dari firman Allah Ta’ala. Tentu saja Cahaya Allah itu bukanlah Muhammad bin Abdullah yang kita ketahui fisik Beliau sama dengan manusia lainnya, namun ruhani Beliau telah disinari oleh cahaya Allah, karena itulah Beliau menjadi utusan Allah. Utusan Allah bermakna yang di utus dengan yang mengutus tidak pernah berjarak.

Tidak mungkin Allah menjadikan manusia sebagai utusan-Nya karena manusia itu baharu, tidak mungkin membawa energi Maha Dahsyat dari Maha Qadim. Maka para ahli tauhid menjelaskan ini dengan menyebut sebagai Nur Muhammad, cahaya Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW yang juga telah diberikan kepada Nabi Nabi terdahulu, inilah yang disebut dengan AL WASILAH (al Maidah 35 dan An Nur 35).

Apapun yang keluar dari Baharu tetap menjadi baharu tidak mungkin menjadi Qadim dan segala sesuatu yang keluar dari Qadim akan menjadi Qadim. Itulah sebabnya Allah menyebut Al-Qur’an sebagai cahaya-Nya karena memang berasal dari diri-Nya.

“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS At-Taghabun:8)
Para mufasir menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan cahaya di ayat ini adalah Alquran. Al Qur’an yang menjadi cahaya Allah adalah yang turun ke dada Nabi, diterima dengan penuh getaran yang tidak berhuruf dan tidak bersuara yang dikemudian hari dijadikan buku, menjadi sebuah mushaf. Tentu yang dibaca secara fisik itu bukan lagi cahaya Allah, itu sudah menjadi sebuah bacaan. Karena itu anda tidak mungkin bisa membelah laut atau menghidupkan orang mati hanya dengan bermodal hanya bisa membaca Al-Qur’an, diperlukan ilmu Teknologi Al-Qur’an untuk mengaplikasikan apa yang tertulis di dalam Al-Qur’an.

Ketika tidak ada Guru Pembimbing Yang Ahli dan Silsilahnya bersambung kepada Rasulullah SAW, maka manusia mengartikan cahaya Allah menurut akal fikirannya sehingga menjadi keliru termasuk kalangan yang menyebut diri sebagai ahli tauhid dan tasawuf. Membayangkan cahaya allah sebagai wujud sebagaimana cahaya yang anda kenal (cahaya matahari, bulan, lampu dlll) dan kemudian meyakini itu sebagai makrifat, itulah awal kesesatan yang sangat sulit diperbaiki. Orang belajar fiqih mudah dibimbing untuk bermakrifat asal dia patuh melaksanakan apa yang diperintahkan Gurunya, tapi kalau tersesat di tasawuf dalam bentuk kajian-kajian sangat sulit untuk diajak kembali karena sudah merasa bermakrifat dan baru sadar nanti dia tersesat ketika ajal menjemput.

Tentang Cahaya Allah ini Insya Allah akan saya lanjutkan di lain kesempatan, sMoga tulisan singkat ini bermanfaat…

5 Comments

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: