Tasauf

ORANG BODOH

 

Melanjutkan apa yang sudah kami tulis di Facebook kemarin tentang orang bodoh dan memang sangat menarik untuk dibahas. Pada dasarnya manusia ingin pandai, pintar dan cerdik dan lebih khusus lagi mereka ingin menampilkan kecerdasannya kepada orang lain. Begitulah sifat dasar manusia yang sulit untuk di ubah.

Ada sebuah hadis yang dikutip berkali-kali oleh al-Ghazali, yang bunyinya adalah: “Aktsar ahli al-jannati al-bulhu”, sebagian besar orang-orang yang akan masuk surga nanti adalah “al-bulhu”. Kata “al-bulhu” adalah bentuk jamak dari “ablah” yang maknanya, menurut kamus Munjid: orang yang lemah akalnya (dla’ufa ‘aqluhu wa ‘ajaza ra’yuhu). Makna hadis yang dikutip al-Ghazali di atas itu kira-kira adalah begini: Mayoritas orang-orang yang ada di surga nanti adalah orang-orang yang bodoh, yang lemah akalnya.

Sementara di tempat lain ada pula ungkapan Nabi agar kita berfikir dan menggunakan akal tidak kurang Allah di dalam al-Qur’an menyebutkan kata “Apakah kamu tidak menggunakan akal?” atau “Apakah kamu tidak berfikir” secara berulang ulang di berbagai ayat dan surat. Lalu bagaimana menjelaskan orang-orang bodoh sebagai mayoritas penghuni surga tersebut?

Berikut kami kutip beberapa ayat dalam al-Qur’an yang menganjurkan kita untuk berfikir :

Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS Al Baqarah :219).

Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir(QS Al A’raf: 176)

Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir(QS Yunus: 24)

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.(QS Ar Ruum: 21)

Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.(QS Az Zumar: 42)

Kalau memang akal dan berfikir itu sesuatu yang diperintahkan oleh Allah SWT, lalu kenapa orang-orang bodoh yang menjadi penghuni surga??

Akal ada sebuah alat yang diberikan oleh Allah agar manusia mampu mempelajari apa yang telah diciptakan Allah di alam ini. Kemampuan akal yang luar biasa itu membuat dia mampu menterjemahkan firman Allah di alam semesta, kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Allah menciptakan manusia dengan satu tujuan yaitu mengabdi kepada-Nya, menyembah-Nya dan seluruh alam ini diperuntukkan untuk manusia agar dia sempurna mentauhidkan Tuhan.

Ketika manusia keluar dari tujuan hakiki penciptaan dirinya itu, maka disitulah manusia keluar dari rahmat dan karunia Allah, kalau kita menggunakan bahasa Agama, manusia akan merana di dalam neraka sejak di dunia sampai di akhirat kelak.

Kalau kita baca ayat-ayat yang kami kutip di atas dan juga seluruh ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan tentang perintah untuk menggunakan akal, seluruhnya berhubungan dengan ciptaan Allah bukan tentang Allah. Sebagaimana firman Allah di dalam hadist Qudsi, “Fikirkanlah ciptaan-Ku dan jangan kau fikirkan tentang Dzat-Ku”.

Akal sifatnya baharu (tercipta) tidak akan mungkin bisa menjangkau yang Qadim (terdahulu/pencipta). Tidak akan mungkin akal bisa menguraikankan akan Dzat Allah, Wajah Allah dan segala yang berhubungan tentang hakikat Allah, akal akan buntu. Bahkan untuk bisa membayangkan Dzat yang tidak serupa dengan makhluk itu pun, akal akan mati.

Larangan untuk memikirkan Dzat Allah itu membuat manusia sadar akan keterbatasan akal yang dimilikinya. Maka alat untuk bisa menjangkau Dzat Allah itu adalah QALBU yang telah disucikan sehingga cahaya-Nya masuk kesana, dengan cara itu pula terbuka segala yang terselubung dan nyata segala yang gaib.

“Tidak dapat memuat dzat-Ku bumi dan langit-Ku, kecuali “Hati” hamba-Ku yang mukmin, lunak dan tenang” (HR Abu Dawud ).

Maka siapapun yang menggunakan akalnya untuk menemukan Tuhan, mencari Tuhan dan bersama Tuhan akan mengalami kesia-siaan. Imam al-Ghazali sendiri dengan sangat menyesal telah menghabiskan sebagian besar umurnya dengan mengkaji kitab-kitab, barulah Beliau mengenal Allah setelah menemukan pembimbing yang menuntun Beliau dengan sabar sehingga sampai kehadirat Allah SWT.

Bersambung…

11 Comments

  • sayyid

    Assalamualaikum wr.wb,
    Coba berfikirlah ,kaum yg mau memikirkan,
    Mengapa nenek moyang kita Adam dan Hawa keluar dari surga karena memakan buah yg dilarang oleh Allah memakannya?
    mengapa tidak memakan rendang yg terlarang atau gulai kambing yg terlarang?
    wassalamualaikum wr.wb,
    ustadz sayyid habib yahya

    • sayyid

      Assalamualaikum wr.wb,
      mas Ruslianto,
      untuk merasakan rendang atau gulai sudah tentu adam harus bisa memasaknya tetapi karena adam masih tinggal di surga belum menjadi seorang khalifah tidak ada masak memasak,simpel kan.
      soal cerita mas yg panjang itu boleh2 saja karena menurut pandangan masing2.
      wassalamualaikim wr.wb,
      ustadz sayyid habib yahya

  • Ruslianto

    Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 35 :
    Wa qulnaa yaa aadamuskun anta wa zaujukal-jannata wa kulaa minhaa raqadan haisu syi’tuma wa laa taqrabaa hazihisy-syajarata fa takuunaa minaz-zalimiin.
    Dan Kami berfirman : “Wahai Adam !” Tinggallah engkau dan isterimu di dalam Jannah ini (Suatu Taman yang tinggi di Bumi yang serba cukup) dan makanlah dengan nikmat dimana saja yang kamu sukai, (Tetapi) janganlah kamu dekati syajarah (pertumbuhan) ini, nanti kamu termasuk orang-orang yang zholim.
    Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 36 :
    Fa azallahumasy-syaitaanu ‘anhaa fa akhrajahumaa mimmaa kaanaa fiihi wa qulnabituu ba’dukum liba’dim ‘aduww,wa lakum fil-ardhi mustaqarruw wa mataaa’un ilaa hiin.
    Lalu setan memperdayakan keduanya di Taman , sehingga keduanya dikeluarkan dari (segala kenikmatan) ketika keduanya berada di taman itu, dan Kami berfirman : “Turunlah kamu ! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain. Dan bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi (ini) sampai waktu yang ditentukan”.
    Qur’an Surah Al A’raf – ayat 20 :
    Fawaswasa lahumasy syaitaanu liyubdiya lahumaa maawuriya ‘anhumaa min sau-aatihimaa wa qaala : Maanahaakumaa rabbukumaa ‘an haadzihisy syajarati illa an takuunaa malakaini au takuunaa minal khaiidiin.
    Lalu setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya , yaitu auratnya; dan syaitan berkata: (dalam bisikkan) “Tuhan kamu tidak melarangmu mendekati syajarah (pertumbuhan) ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi Malaikat atau tidak beroleh hidup kekal”.
    Komentar : Ditaman yang serba subur dan lengkap tersebut Adam dan Isterinya diciptakan, dalam hal ini keduanya dikiaskan dilarang mendekati syajarah (pertumbuhan) tempat keturunan berkembang biak, Dan Kata Syajarat sebagai pertumbuhan juga tercantum pada Qur’an Surah Al-A’raf 19,20-Surah Ibrahim 24, Surah Al-Isra’ 60, Surah Al-Mu’minun 20, surah As-Saffat ayat,62,64 Surah Al-Waaqiah ayat 72,..dan bukan berati “pohon” yang selama ini dipakai orang . Dalam Al-Qur’an hal yang bersangkutan dengan “pohon” dinyatakan dengan “Syajaru” tercantum dalam Surah Yasin ayat 80, Surah Al-Waqiah ayat 52, Surah An-Nahl ayat 10 :
    Huwallazii anzala minas-samaa-I maa-al lakum minhu syaraabuw wa minhu syajarun fiihi tusiimun
    Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan ) pepohonan , padanya kamu mengembalakan ternakmu.
    Jadi menurut hemat saya; Adam dan isterinya terusir karena ditaman itu melakukan hubungan suami isteri yang belum saatnya , dan bukan karena makan buah khuldi apalagi (maaf) karena memakan rendang dan gulai kambing nan lamak rasonyo (tentu dari sumatera barat),… .dan mengapa mengarah ke sumatera barat disebut-sebut ?,…ah.
    Demikian dulu, sMOGA bermanfaat, dan tentu sebagai tambahan untuk renungan bersama.
    Wassalamua’laikum Wr Wbr.

    • SufiMuda

      Benar, Hanya orang tarekat yang paham makna hakiki “buah khuldi”.
      Sampai sekarang pun larangan memakan buah khuldi itu tetap berlaku, yg melanggar akan terusir dari rumah, dari kampung atau dari komunitas nya 🙂
      Tidak mungkin lah Allah Yang Maha Bijaksana mengusir Adam dan Hawa hanya gara2 makan buah apel 🙂

    • Agre ramadhani

      Salam kenal bang ruslianto,, tulisan abang sangat memuaskan saya. Benar 2 nambah ilmu lagi untuk saya.. Kalo saya perhatikan,abang dan bang SM adalah benar 2 manusia pilihan Allah yg dikaruniai ilmu pengetahuan luar biasa. Mudah2 selalu semangat dlm berbagi kepada kita2 yg masih jauh ketinggalan ini.

  • Agus Riyanto

    Assalamualaikum abangda,, mudah2 an sehat selalu utk abang dan bisa terus berbagi ilmunya yg sangat luar biasa.oya,,utk mempererat tali persaudaraan kita, bolehkah saya minta foto abangda? Siapa tau ada kesempatan bisa ketemu.

  • Darmawan

    Salam,
    Ijin ikut komentar sekalian bertanya bang.
    Bukankah akal dan qalbu itu secara bahasa sama. Saya pernah mendengar penjelasan bahwa akal itu sebenernya ya qalbu itu sendiri, jika benar begitu, artinya ayat2 Quran yang memerintahkan berfikir (jika akal alat utk berfikir) tidak bertentangan dengan statement di awal artikel ini.
    Akal itu adalah qolbu, sebagaimana Allah firmankan dalam surah Qoof ayat 37 :
    إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
    Artinya : “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya”. (Qs. Qaf :37)
    Mungkin yang dimaksud akal dari kutipan al ghazali lebih kepada proses nalar atau berfikir yang ada di otak, menggunakan logika, karena otak itu fungsinya adalah memerintah. Dan setiap perintah itu dasarnya logika yang terbangun atas setiap peristiwa dan pengalaman yang dihadapi dan biasanya sifatnya material, ilmiah. Jika tolok ukurnya logika maka dia akan makin sulit percaya dan beriman, makanya surga dihuni mereka yang dalam tanda kutip akalnya lemah menurut ghazali. Karena semakin banyak mereka berfikir menggunakan logika maka akan semakin jauh. Berbeda jika mereka memggunakan akal dan atau qalbu nya.
    Ketika banyak orang yang menggunakan akal atau qalbunya maka justru orang itu akan dinilai bodoh oleh mereka yang menggunakan nalar. Contohnya, apakah masuk logika, orang yang menyedekahkan 20 persen hartanya dibanding mereka yang menyimpan terus menerus ? Secara logika harusnya mereka yang menabung tentunya lebih kaya, itu pasti dan mudah dibuktikan secara ilmiah. Namun, bagi mereka yang berfikir, pasti akan di sedekahkan hartanya demi kehidupan sosial dan kasih sayang kepada sesama, dan tanpa dinalar setelah mereka melakukan itu hartanya justru bertambah.
    Dari contoh diatas dan banyak kejadian serupa, akhirnya banyak dalil tentang sedekah itu bikin kaya jadi masuk logika, dan ketika sudah masuk dan diterima secara logika umum, akhirnya bersedekah belum tentu menjadikan kaya.
    Wallahua’lam

Tinggalkan Balasan ke YubyBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca