Tasauf

Salah Minum Obat

Seorang dokter dengan ilmu dimilikinya mengetahui penyakit pasien dan memberikan obat sesuai dosis sehingga pasien memperoleh manfaat, menjadi sembuh. Bagimana kalau dokter tidak ahli atau dokter palsu maka bisa dipastikan resep obat diberikan keliru, bukan sembuh tapi bertambah parah sakitnya.

Perumpamaan ini sama halnya dengan seorang ulama yang memperoleh ilmu secara sah melalui berguru dalam waktu lama, secara tekun dan teliti sehingga ilmu yang diperoleh bisa dipertanggungjawabkan dan bermanfaat. Sementara ulama palsu memperoleh ilmu secara instan, bisa jadi hanya mengandalkan membaca semata, maka hasilnya akan sangat berbeda.

Kita bisa mencontoh gaya dokter, baik dalam keseharian maupun dalam melakukan praktek pengobatan, tapi kita tidak akan pernah menjadi dokter hanya dengan meniru tingkah dokter. Walaupun kita perhatikan dengan teliti cara dokter menangani pasien selama 40 hari misalnya, tidak akan mempunyai gelar dokter melekat pada diri kita. Untuk menjadi seorang dokter tentu harus menempuh pendidikan resmi di fakultas kedokteran, di bawah bimbingan orang ahli pula sampai selesai menempuh pendidikan dan di wisuda menjadi dokter.

Membaca buku kedokteran sebanyak apapun tidak akan membuat anda menjadi dokter, karena syarat menjadi dokter harus melakukan latihan lewat praktek bukan sekedar membaca. Sama halnya dengan beragama, tidak cukup hanya dengan membaca saja, anda harus memiliki seorang Guru untuk membimbing agar bisa menjalankan aturan-aturan agama secara benar, zahir dan bathin.

Seperti yang pernah saya sampaikan dalam beberapa tulisan terdahulu, bahwa Tasawuf bukanlah ilmu sosial berupa hapalan tapi ilmu praktek yang pelaksanaannya harus dengan bimbingan Guru Mursyid, Ulama Pewaris Nabi sehingga pelaksanaannya sesuai dengan apa yang dilaksanakan oleh Nabi.

Ketika tasawuf dipahami sebagai ilmu sosial, maka hanya kajian-kajian kitab saja yang bisa dilakukan, tidak lebih dan tidak kurang. Kajian tasawuf tentu saja bermanfaat sebagai ilmu akan tetapi hakikat tasawuf sendiri sebagai ilmu bathin hanya bisa bermanfaat setelah di praktekkan, di aplikasikan dengan amalan.

Ilmu Tasawuf yang dipraktekkan lewat tarekat merupakan ilmu eksak dengan segala rumus-rumus pastinya, apabila dilaksanakan sesuai rumus maka hasilnya akan sama. “Dekat Api pasti panas, kalau tidak panas itu bukan api” demikian kepastian di dalam tasawuf. Ketika anda melaksanakan dzikir sesuai dengan diajarkan Guru maka anda akan memperoleh hasil yang sama, kecuali anda melakukan dengan cara berbeda atau ada rukun syarat yang tidak terpenuhi.

Sama seperti dokter, seorang Guru Mursyid sebagai ulama pewaris Nabi memberikan resep sesuai dengan penyakit murid dan ketika murid melaksanakan seperti resep diberikan maka hasilnya akan menjadi pasti. Penyakit-penyakit bathin murid yang berbahaya akan sembuh dan setahap demi setahap akan membuat murid terasa dekat dengan Allah SWT.

Bisa dibayangkan kalau anda mengambil resep dari dokter palsu, nilai kepastian berubah menjadi spekulatif, bisa sembuh namun bisa juga tidak. Namanya dokter palsu, tentu saja hasilnya tidak lagi mengandung nilai kepastian.

Ulama yang tidak membuat sambungan rohani dengan Rasulullah SAW sudah pasti memberikan resep salah kepada ummat, dengan resep salah itu pula membuat penyakit ummat bukan sembuh tapi bertambah parah. Ulama pewaris Nabi apabila kita berdekatan dengan Beliau akan mengalir karunia dari sisi Allah lewat beliau, dengan ini kita langsung merasaan ketenangan bathin, sesuatu yang sulit dijelaskan lewat kata-kata.

Kalau anda merujuk kepada resep salah maka obatnya juga salah, dengan demikian hasilnya juga salah. Kalau anda salah minum obat maka penyakit bukan hanya tidak sembuh tapi bertambah parah. Bertahun-tahun anda berguru dan belajar tapi tidak memperoleh apa-apa bahkan mungkin kondisi ruhani bertambah suram, bisa jadi anda selama ini meminum obat salah dari resep salah seorang dokter salah pula.

Demikian.

2 Comments

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: