Tasauf

Pentingnya Ilmu Tasawuf (2)

dsc_5159Fiqih, Tauhid dan Tasawuf adalah pilar pokok agama Islam yang harus dilaksanakan secara lengkap tanpa meninggalkan salah satu. Fiqih berhubungan dengan hukum-hukum Agama yang di gali dari al-Qur’an dan al-Hadist oleh para ahli yang kita sebut sebagai Imam dari ilmu fiqih yang kemudian melahirkan mazhab-mazhab. Dikalangan Suni ada 4 mazhab besar sebagai rujukan ummat yaitu Hanafi, Syafii, Maliki dan Hanbali sedangkan dari Syi’ah tidak memakai 4 mazhab ini, mereka mempunyai rujukan imam tersendiri.

Kalau fiqih berhubungan dengan aturan-aturan Agama, maka ilmu Tauhid berhubungan dengan aqidah, keyakinan pokok ummat. Ilmu tauhid penting untuk dipelajari agar aqidah dan keimanan kita menjadi benar, sesuai dengan tuntunan Nabi.

Dalam hal Tauhid, ada 2 pemahaman besar berkembang dari dulu sampai saat ini yaitu Ahlusunnah Wal Jamaah dan Syiah. Ahlusunnah wal Jamaah terbagi menjadi dua, pertama Asy`ariyah adalah sebuah paham akidah yang dinisbatkan kepada Abul Hasan Al Asy`ariy. Nama lengkapnya ialah Abul Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Al Asy’ari. Kelompok Asy’ariyah menisbahkan pada namanya sehingga dengan demikian ia menjadi pendiri madzhab Asy’ariyah. Kedua, Aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi yang bercorak rasional-tradisional. Nama aliran itu dinisbahkan dari nama pendirinya, Abu Mansur Muhammad al-Maturidi. Al Maturidi lahir dan hidup di tengah-tengah iklim keagamaan yang penuh dengan pertentangan pendapat antara Muktazilah dan Asy’ariyah mengenai kemampuan akal manusia. Aliran ini disebut-sebut memiliki kemiripan dengan Asy’ariyah.

Disamping Ahlusunnah wal Jama’ah dan Syiah, ada beberapa aliran ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam yang lain diantaranya Mu’tazilah, Jabariyah, Qadariyah dan khawarij namun aliran-aliran lain tidak lagi berkembang sampai saat ini. Saya tidak membahas secara rinci aliran-aliran dalam ilmu tauhid ini karena anda bisa membacanya diberbagai referensi lain.

Tasawuf juga mempunya mazhab dan imam tersendiri sebagai rujukan orang dalam mempelajarinya. Syekh Ibnu Athailah as-Syakandary, Imam Ja’far Shaddiq, Syekh Abu Yazid al-Bisthami, Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Syekh Bahauddin Naqsyabandi, Ibnu Arabi adalah para Imam yang mengajarkan tasawuf kepada ummat Islam. Dari hasil pengalaman pribadi dan ijtihad yang bersumber dari al-Qur’an hadist maka lahirlah ilmu tasawuf yang kita kenal saat ini.

Maka sangat keliru orang yang ingin belajar tasawuf kemudian mengambil kitab rujukan dari Imam Mazhab Fiqih, apakah Syafii atau yang lain karena ilmu fiqih berbeda dengan ilmu tasawuf. Setiap kita mengikuti salah satu mazhab dalam hal fiqih, tauhid dan tasawuf. Saya dalam hal fiqih mengikuti Imam Syafi’I karena Guru saya juga merujuk kepada imam Syafii, dalam hal Tauhid mengikuti Ahlussunnah wal Jamaah dan dalam hal Tasawuf merujuk kepada Syekh Bahauddin Nasyabandi sebagai pendiri tarekat naqsyabandi.

Bisa jadi seorang pengamal tarekat naqsyabandi dalam hal fiqih dia tidak mengikuti imam Syafi’I, karena tinggal di daerah Afrika Utara yang mayoritas penganut Imam Hanafi, maka dia mengikuti mazhab hanafi dalam hal fiqih. Ada juga pengamal tarekat Qadariyah, dalam hal tauhid dia tidak merujuk kepada Ahlul Sunnah Wal Jammah tapi mengikuti aliran lain.

Fiqih, Tauhid dan Tasawuf inilah yang disebut dengan Syariat. Selama ketiga hal ini masih dalam tataran ilmu yang dipelajari maka ini semua adalah syariat. Untuk bisa melaksanakan syariat baik fiqih, tauhid maupun tasawuf harus ada satu ilmu khusus yaitu Tarekat. Tarekat sebenarnya bukanlah sebuah aliran, akan tetapi metodologi cara melaksanakan syariat atau aturan-aturan agama dengan benar sehingga kita bisa merasakan agama secara zahir dan bathin.

Tanpa tarekat, maka ilmu-ilmu tersebut diatas hanya menjadi sebuah teori belaka. Ibarat resep masakan yang ditulis oleh koki terkenal tentu diperlukan seorang ahli yang membimbing kita dalam hal memasak sehingga menghasilkan masakan enak, sesuai dengan resep-resep masakan tersebut. Fiqih, Tauhid dan Tasawuf yang telah dirumuskan oleh para ahli masing-masing hanya menjadi resep saja tanpa berwujud dalam bentu masakan. Cara memasak sesuai dengan resep itu disebut TAREKAT, mencicipi makanan yang telah siap di masak masuk kedalam ranah “Rasa”, inilah disebut hakikat dan makrifat.

Saya sering dapat pertanyaan lewat email, apakah bisa belajar tasawuf tanpa menekuni tarekat? Saya jawab bisa, anda belajar teori tasawuf. Anda bisa membaca kitab-kitab yang dikarang oleh para imam tasawuf, Al Hikam misalnya. Akan tetapi apa yang ditulis dalam al-Hikam hanya menjadi ilmu hapalan, sama juga seperti anda menghapal ilmu fiqih. Untuk bisa terwujud seperti yang ditulis dalam kitab tasawuf itu harus ada yang membimbing, yang menuntun sehingga ilmunya bisa dipraktekkan dengan benar.

Pertanyaannya, apakah anda ingin merasakan nikmatnya makanan yang dihidangkan setelah bersusah payah memasak? Atau anda nya sekedar ingin mengumpulkan rasep masakan, kemudian anda simpan tanpa pernah mempraktekkannya?

7 Comments

Tinggalkan Balasan ke moh. taufiqur RBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca