Nasehat

Konsep Berdoa (Lanjutan)

Self sabotage.. sinkronisasi pikiran, keinginan, harapan, dan kenyataan..

 Self sabotage atau sabotase diri adalah sumbatan energi psikologis dari mindset yang kurang tepat, yang dapat menghambat terkabulkannya doa kita.. misalnya: sirik/tidak senang melihat orang lain sukses/kaya/dapat rejeki, dst. Seringkali berpikiran negatif terhadap orang lain, misal, “Orang itu kaya, jangan- jangan itu hasil korupsi”, dsb. Berharap orang lain celaka, tertimpa musibah, karena masih ada dendam, benci, marah, kesal dsb.

Untuk menetralisir sumbatan- sumbatan energi psikologis tersebut, marilah kita coba belajar dan berlatih untuk mensinkronisasikan/ mengharmoniskan antara pikiran dan perasaan kita, antara otak dan hati nurani, antara pikiran sadar dan bawah sadar kita. Setidaknya ada 3 sensasi rasa yang berbeda yang dapat kita rasakan dan bandingkan satu sama lain dalam kita berlatih dalam memanjatkan doa-doa kita :

Doakan orang-orang yang sangat kita cintai, misalnya: anak, cucu kita, orang tua kita, pasangan hidup kita, guru dan orang yang sangat kita hormati lainnya, perkuat juga dengan memberi alasannya, coba perhatikan bagaimana rasanya/perasaan-perasaan kita?

Mendoakan musuh kita, coba kita sebutkan beberapa nama orang- orang yang paling kita benci, mungkin karena perilakunya yang sangat buruk pada kita di masa lalu yang masih menyisakan kenangan buruk dan trauma pada kita, dengan mengingat namanya saja, bisa jadi tubuh ini bergetar, rasa kesal, marah, dendam mulai muncul dan mengendalikan emosi kita. Tarik nafas beberapa kali agar pikiran dan perasaan dapat kembali menjadi tenang, dan kita boleh mencoba mendoakan mereka dengan doa yang sangat tulus, dengan alasan yang tepat pula.

Misalnya :

“Ya Tuhan.., berilah dia banyak rejeki agar dia dapat segera menyelesaikan hutang- hutangnya, termasuk melunasi hutang- hutangnya pada saya, agar    dia dapat dimaaf kan dan diterima oleh masyarakat yang pernah ditipu/dirugikannya, dengan demikian dia dapat memperbaiki

taraf hidupnya menjadi lebih layak, lebih pantas, berkelimpahan dan sadar akan kekhilafannya.”

“Ya Tuhan, walau perilakunya sangat menjengkelkan, sadarkanlah dirinya, bahwa perilakunya sangatlah merugikan orang lain, yang dapat membuat orang lain menjauhi dan membencinya, bagaimana dengan perasaan mereka yang tinggal satu rumah sebagai pasangannya atau teman dekatnya, sedangkan saya yang hanya berjumpa sesekali saja sudah cukup terganggu dengan tingkah lakunya tersebut, kasihan sekali mereka yang harus setiap hari berurusan dengan orang sepertinya.”

Mendoakan orang-orang yang kita jumpai sehari- hari, yang kita sama sekali tidak punya kepentingan secara langsung dengannya, bahkan kita tidak mengenalnya, misalnya : mendoakan pedagang kaki lima yang baru saja kita membeli makanan kecil darinya, sambil menyerahkan uang pembelian, “Semoga cepat laris dagangannya ya, Buk..”, mendoakan tukang becak/ojek yang baru kita tumpangi, “Nihh Pak duitnya, semoga banyak rejeki yaa..”, dst. Jadikan ini sebagai habit/kebiasaan baru kita, toh gak ada ruginya mendoakan tulus orang lain kan juga gak pake keluar modal, dan yang pasti membuat orang lain senang, kita pun dapat pahala.

 Beberapa tips singkat dalam berdoa:

  • Berdoalah sesaat sebelum tidur dan segera sesaat setelah bangun tidur, karena secara alami/ natural gelombang otak kita berada pada gelombang alpha dan tetha pada masa- masa tersebut, sehingga secara otomatis akan terekam dibawah sadar/ unconscious mind kita, yang merupakan “miracle zone/zona keajaiban” dalam memanjatkan doa- doa kita.
  • Berdoalah dengan perasaan bahagia, dengan diawali dengan perasaan bersyukur yang mendalam, dengan pujian-pujian yang akan menempatkan kita tepat pada tempatnya/ fitrahnya sebagai makhluk yang harus senantiasa bersyukur. Mulailah dengan bersyukur.., karena tanpa bersyukur maka sesungguhnya kita tak pernah mendapatkan apapun juga di muka bumi ini.., sedangkan bila kita pandai bersyukur maka, Tuhan berjanji, “Nikmat-Ku akan Ku tambah..”
  • Biasakanlah memuji seseorang dengan tulus, yaitu seseorang yang kita kagumi atas pencapaian-pencapaiannya, baik di bidang usaha/ ekonominya, kepandaiannya, atas perilaku dan akhlaknya, dan sebagainya, karena pujian yang tulus tersebut akan direspon secara otomatis oleh pikiran bawah sadar kita untuk dapat menuju dan mencapai titik yang sama. Jadi sebenarnya pujian tulus tersebut bukan semata-mata untuk mereka yang kita puji, melainkan untuk menselaraskan pikiran bawah sadar kita bahwa kita ingin mencapai hal yang sama mulianya.
  • Bagaimana Tuhan akan mengabulkan doa-doa kita, memberikan rejeki yang kita minta, sedangkan kita menutup pintu-pintu rejekinya.., maka dari itu perbanyaklah kawan, saudara, kurangi musuh, karena bisa jadi dari merekalah pintu-pintu rejeki itu akan terbuka.

Selalu berusaha open mind, positif thinking, juga positif feeling, kembalikan segala sesuatunya pada Tuhan, “Ya Tuhan mengapa aku harus mendapatkan ujian/ masalah ini, pelajaran/ hikmah apa yang dapat aku ambil untuk bekal kebaikanku dimasa depan ya Tuhan?”, dst.

Dari macam latihan berdoa dan tips-tips berdoa tersebut di atas, kita dapat merasakan sensasinya, perbedaan perasaan-perasaan kita, mudah-mudahan dengan hal tersebut dapat membuat kita lebih selaras antara pikiran sadar dan bawah sadar kita, sehingga tidak ada lagi mental block atau self sabotage dalam doa-doa kita. Karena doa yang powerful adalah doa tulus, yang terlintas dalam benak kita, yang terucap maupun tidak terucap melalui lisan kita, yang sesuai dengan hati nurani kita, yang menggetarkan seluruh sel- sel tubuh kita (merinding, menitikkan air mata), dan ter- refleksikan dengan perbuatan, ucapan dan tingkah laku kita sehari-hari, sehingga tiada alasan sedikitpun bagi semesta untuk tidak mewujudkannya, semoga.. ☺

 

Sumber : Ayah Alib, Buletin Kesadaran YKAD Vol. 06

4 Comments

  • ariafahmi

    Alhamdulillah diberikan petunjuk oleh TUHAN untuk dapat membaca tulisan ini, terimakasih Sufimuda telah membagi tulisan2 yang penuh nasehat dan kasih sayang yang membuat pembacanya menjadi manusia yang lebih baik. Selamat sejahtera, terimakasih…

  • gafurgifari

    “DO’A“
    Dibuat Sebagai Materi Pengajian Bulanan Al-Usrah
    (Dewan Guru SMP. Gelora – Depok)
    Oleh: Abdul Gafur, S. Fil. I.

    PROLOG.
    Mengingat tidak sedikit masyarakat kita, khususnya orang-orang Islam yang belum memahami keutamaan dan pentingnya (signifikansi) do’a di dalam kehidupan modern ini, maka perlu adanya kajian ulang yang mendalam dan filosofis — berdo’a terkadang juga dipahami dengan berbagai persepsi (pemahaman) yang kurang tepat dan keliru bahkan negatif dan buruk. Sehingga dari persepsi (pemahaman) yang keliru tentang do’a pun telah memasyarakat di tengah kehidupan kita. Sebuah contoh sederhana dari adanya persepsi (pemahaman) yang keliru tentang do’a adalah sebagai suatu pelarian dari kekecewaan dan kegagalan yang dialami oleh seseorang di dalam kehidupan ini, baik kegagalan sosial, ekonomi, pendidikan, rumah tangga, keluarga, profesi atau perkerjaan, dan sebagainya. Dengan demikian, tidak sedikit pula persepsi (pemahaman) yang keliru tersebut, do’a kerap-kali di-Kambing-Hitam-kan, alih-alih ketika rencana atau cita-citanya tidak lagi terwujud atau dikabulkan.
    Di samping itu, terkadang do’a yang kita panjatkan baik sendiri maupun secara berjama’ah (bersama) diasumsikan sebagai suatu do’a yang tidak baik, negatif, bahkan mengandung keburukan. Padahal anjuran dan tata-cara berdo’a adalah sesuatu permohonan yang berisi tentang kebaikan kepada Allah. s.w.t. baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Karena itulah do’a berbeda dengan laknat atau kutukan yang cendrung berisi hujatan dan keburukan.
    Lembaran-lembaran kertas yang tertulis ini dan ada pada anda saat ini, mungkin saja sedang anda baca, lipat-lipat, gulung-gulung, atau hanya sekedar kipas pengganti yang dapat menyejukkan disaat hawa panas meliputi raga ini, atau mungkin yang lainnya?
    Adapun, tulisan ini hanyalah sekedar merangkai atau menyusun dari berbagai persepsi (pemahaman) yang berserakkan terhadap pesan-pesan Allah. s.w.t. yang terdapat di dalam Al-Qur`an, tulisan ini juga bukan sesuatu yang ilmiah, sehingga tidak memerlukan sesuatu pengkajian yang serius dan mendalam. Tetapi, paling tidak dapat membantu ingatan kita dalam memahami khasanah do’a-do’a di dalam ajaran agama Islam, yang pada akhirnya dapat membantu kita di dalam melaksanakannya.
    Mungkin saja saat ini anda sedang merenung, bahwa tulisan ini yang tampak hanyalah kesan-kesan dari seorang yang telah berlari jauh dengan cepat hingga keringat pun membasahi tubuh ini walau tetap diam di tempat, diiringi dengan deru-nafas yang terputus dan tersengal-sengal hingga akhirnya terdengar isak-rerintihan dari seorang yang tidak dapat berhenti. Padahal ini semua hanyalah bagian dari upaya yang tidak akan berhenti walau sesaat untuk mencapai munajat kepada Sang Kekasih yang Maha Kasih Allah. s.w.t., agar do’a ini senantiasa benar dan diridhai.

    A. PENGERTIAN DO’A .
    “Do’a” secara harfiah, berarti: “Memanggil, Mengajak, Mengundang, Menyeru, Memohon, dan Mengharap”. Sedangkan, “Do’a” dalam pengertian keagamaan tiada lain adalah: “Memanggil Allah. s.w.t. untuk mengajukan permohonan kepada-Nya”. Adapun, di dalam kehidupan umat manusia yang beragama, do’a menempati posisi yang sangat sentral dalam amalan keagamaan. Nabi Muhammad. s.a.w. menyebut do’a sebagai subtansi-nya ibadah ( ).
    B. ARTI PENTING DO’A.
     ••          
    Artinya: “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah, dan Allah adalah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (Q. S. Fâthir [35]: 15).
    Al-Qur`an yang menjadi sumber pokok ajaran Islam, juga menjadi titik-tolak persepsi (pemahaman) kita tentang arti penting dan keutamaan do’a di dalam kehidupan dan amalan keagamaan yang kita jalani. Sebagaimana Allah. s.w.t. memanggil umat manusia secara universal dengan firman-Nya yang tersebut di atas.
    Adapun, arti penting dan keutamaan do’a di dalam kehidupan dan amalan keagamaan yang kita jalani, sekaligus digunakan di dalam kehidupan manusia itu sendiri, di antaranya adalah sebagai berikut:
    1. Digunakan Dalam Konteks Sosial-Ekonomi.
    Dalam konteks sosial-ekonomi, kata “Faqir” yang terdapat pada Al-Qur`an surat Fâthir ayat: 15, mengandung pengertian seseorang yang memiliki penghasilan yang setelah bekerja membanting-tulang, tidaklah seimbang dengan kebutuhannya, dan dinamakan “Faqir” karena orang ini membutuhkan bantuan untukmeningkatkan taraf hidupnya secara wajar, baik bantuan secara finansial untuk modal usaha, maupun bantuan ilmu dan ketrampilan agar dapat bekerja secara professional sehingga menghasilkan jasa atau produk yang lebih baik. Orang yang termasuk kategori “Faqir” ini berhak menerima zakat, infak, dan sedekah sebagai bentuk solidaritas dari yang kaya kepada yang membutuhkan.
    2. Digunakan Dalam Konteks Eksistensi Manusia.
    Dalam konteks eksistensi manusia, kata “Faqir” mengandung pengertian bahwa semua manusia secara universal, baik manusia yang kaya maupun yang miskin, senang maupun sulit, luang maupun sempit, dan sebagainya. Mereka membutuhkan Allah. s.w.t. manusia sangat membutuhkan bimbingan, arahan, ampunan, perhatian, kasih-sayang, cinta, kerelaan, rezeki, dan pertolongan dari Allah. s.w.t. dalam setiap fase kehidupannya. Apa lagi hal itu sangat dibutuhkan guna meningkatkan kualitas keruhaniaannya (spritualitas) kepada Allah. s.w.t.
    Karena itulah, sudah sangat sepantasnya manusia yang kehidupannya senantiasa dihampiri oleh kebutuhan dan keinginan (hajat), juga diliputi oleh ketergantungan dan keterbatasan yang ada pada diri-nya, agar senantiasa berdo’a (memohon) kepada Allah. s.w.t. atas semua hal di dalam kehidupannya sebagai bentuk kehambaan (ibadah) dan usaha (ikhtiar), firman Allah. s.w.t.:
          •        
    Artinya: “Dan Tuhan-mu berfirman: Berdo’alah kepada-Ku (Allah. s.w.t.), niscaya akan Aku perkenankan bagi-mu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdo’a kepada Allah. s.w.t. sebagai ibadah) akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina-dina”. (Q. S. Al-Mu’min [40]: 60).
                       
    Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku (Allah. s.w.t.) bertanya kepada-mu (Nabi Muhammad. s.a.w.) tentang Aku (Allah. s.w.t.), maka (jawablah): Bahwasannya Aku (Allah. s.w.t.) adalah dekat. Aku (Allah. s.w.t.) mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku (Allah. s.w.t.). Maka hendaklah mereka itu memenuhi (perintah Allah. s.w.t.) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku (Allah. s.w.t.), agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (Q. S. Al-Baqarah [2]: 186).

    C. DO’A SEBAGAI KUASA EFEKTIF.
    Allah. s.w.t. menetapkan do’a sebagai kuasa efektif yang berpengaruh dalam segala urusan manusia, hal ini berarti manusia itu harus menghadap kepada Allah. s.w.t. dengan sepenuh hati-nya dan memohon pertolongan-Nya dengan do’a yang tulus, sehingga di dalam hal ini do’a merupakan hubungan manusia dengan Tuhan-nya secara vertikal dengan adanya komunikasi timbal-balik yang telah ditentukan, dengan demikian usaha dan kerja seorang hamba pengaruh dan perannya telah ditentukan oleh kehendak Allah. s.w.t.
    Meskipun demikian, seorang hamba tidak pernah tahu secara empirk, kapan do’a kita oleh Allah. s.w.t. diterima atau dikabulkan, dan tanpa kita sadari terkadang do’a yang kita panjatkan telah diterima atau dikabulkan-Nya, dan kadang-kadang do’a yang kita panjatkan saat ini, saat ini pula Allah. s.w.t. terima dan dikabulkan-Nya atau dalam waktu dekat ini. Tetapi, biar bagaimana pun itu semua telah menjadi kehendak Allah.s.w.t. — kapan do’a seorang hamba itu Allah. s.w.t. kabulkan, boleh jadi do’a yang dipanjatkan seorang hamba kepada Allah. s.w.t. — Allah. s.w.t. kabulkan tidak persis sama dengan apa yang dipanjatkan oleh seorang hamba tersebut.

    D. ETIKA BERDO’A SECARA LAHIRIAH.
    1. Hendaknya memilih waktu-waktu yang dimuliakan.
    2. Hendaknya memilih waktu berlangsungnya peristiwa yang dimuliakan.
    3. Hendaknya menghadap kearah kiblat, mengangkat kedua tangan setinggi bahu, dan mengusap wajah di akhir atau setelah berdo’a.
    4. Tidaklah menghadap ke atas atau ke langit.
    5. Hendaknya di dalam berdo’a dengan suara yang lemah dan lembut atau dengan suara yang sedang.
    6. Hendaklah di dalam berdo’a tidaklah memaksa diri menyusun do’a-do’a yang bersajak dan puitis.
    7. Jika do’a yang dipanjatkan itu suatu yang sangat penting yang menjadi keinginan-nya, hendaknya diulanginya hingga tiga kali.
    8. Hendaknya di dalam berao’a di awali dan di akhiri dengan kalimat puji-pujian kepada Allah. s.w.t. dan shalawat kepada Nabi Muhammad. s.a.w.
    9. Isi atau bacaan dari sebuah do’a yang di lantunkan, hendaknya di dalam do’anya berisi do’a, bukan yang berisi permusuhan, maksiat (dosa), sumpah, kutukan, dan sebagainya yang buruk-buruk.
    10. Di dalam berdo’a tidaklah harus atau terus-menerus dengan berbahasa Arab.

    E. SYARAT-SYARAT TERKABULNYA DO’A.
    1. Dipanjatkan oleh seorang yang bertaqwa kepada Allah. s.w.t., seperti firman-Nya:
                     •        
    Artinya: “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam. a.s. (tentang Qabil dan Habil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya (Qabil dan Habil) mempersembahkan korban, maka diterima dari satu orang dari mereka berdua (Qabil dan Habil, dan yang diterima dari korbannya itu adalah Habil) dan tidak diterima dari yang lainnya (yaitu: Qabil). Ia berkata (Qabil): Aku pasti membunuh-mu (Habil)! Berkata Habil: Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa”. (Q. S. Al-Mâidah {5}: 27).

    2. Ikhlash di dalam berdo’a. Allah. s.w.t. berfirman:
            
    Artinya: “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai”. (Q. S. Al-Mu`min {40}: 14).

    3. Di dalam berdo’a haruslah yakin dan senantiasa berbaik sangka atas apa yang kita panjatkan kepada Allah. s.w.t., bahwa Allah. s.w.t. pasti akan kabulkan do’a kita. Dijelaskan di dalam kitab Hadits Shahih Imam Bukhari dan Imam Muslim Nabi Muhammad. s.a.w. dan juga firman Allah. s.w.t., yakni sebagai berikut:
    ::.
    .(  ) .  
    Artinya: “Dari Abu Hurairah. r.a. dari Nabi Muhammad. s.a.w. bahwasannya beliau (Nabi Muhammad. s.a.w.) bersabda. Sesungguhnya Allah. s.w.t. berfirman: Aku (Allah. s.w.t.) ikuti persangkaan hamba-Ku (Allah. s.w.t.) terhadap diri-Ku (Allah. s.w.t.), dan Aku (Allah. s.w.t.) bersama orang tersebut jika ia berdo’a pada-Ku (Allah. s.w.t.)”. (H. R. Bukhari dan Muslim).
    ….  •       
    Artinya: “….. Padahal kekuatan itu hanyalah milik Allah, bagi rasul-Nya, dan bagi orang-orang beriman. Tetapi, orang-orang munafik itu tiada mengetahui”. (Q. S. Al-Munâfiqûn {63}: 8).

    4. Makanan, minuman, pakaian, dan sebagainya yang dikonsumsi dan dikenakan harus baik, halal, dan diridhai. Allah. s.w.t. berfirman:
                        •     
    Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesama-mu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara-mu, dan janganlah kamu membunuh diri-mu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada-mu”. (Q. S. An-Nisâ [4]: 29).
    5. Tidaklah terburu-buru (tergesa-gesa).
    6. Memilih waktu yang tepat.

    F. WAKTU-WAKTU YANG IJABAH DALAM BERDO’A.
    1. Waktu luang dan lapang.
    2. Sepertiga malam bagian akhir, Allah. s.w.t. berfirman:
       
    Artinya: “Dan selalu memohon ampunan diwaktu pagi sebelum fajar”. (Q. S. Adz-Dzariyât [51]: 18).
    3. Ketika suara adzan sedang berkumandang dan di antara adzan dan iqamah.
    4. Pada malam jum’at, pada saat Khatib naik mimbar di antara dua khutbah sebelum melaksanakan shalat jum’at, dan di akhir Ashar pada hari jum’at.
    5. Pada saat berpuasa, sepanjang bulan Ramadhan, dan pada malam penuh rahmat (Lailatul Qadar) di bulan Ramadhan.
    6. Pada saat sujud.
    7. Pada saat ‘Arafah.
    8. Pada saat Khatam Al-Qur`an.
    9. Pada saat mendo’akan orang lain tanpa sepengetahuannya.
    10. Pada saat terzhalimi dan di zhalimi, dan lain-lain.

    G. PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG TERKABULNYA DO’A.
         •        
    Artinya: “Dan Tuhan-mu berfirman: Berdo’alah kepada-Ku (Allah. s.w.t.), niscaya akan-Ku (Allah. s.w.t.) perkenankan bagi-mu (hamba-Nya), sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (tidak mau berdo’a kepada Allah. s.w.t. sebagai ibadah) akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina-dina”. (Q. S. Al-Mu’min [40]: 60).
                       
    Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada-mu tentang Aku (Allah.s.w.t.), maka (jawab): Bahwasannya Aku (Allah. s.w.t.) adalah dekat. Aku (Allah. s.w.t) mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku (Allah. s.w.t.). Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku (Allah. s.w.t.), agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (Q. S. Al-baqarah [02]: 186).
    Do’a sebenarnya merupakan tuntunan nurani manusia, yang merasa betapa kerdil diri-nya sebagai makhluk, betapa lemahnya manusia ketika menghadapi berbagai tantangan kehidupan (terutama kesulitan ekonomi, sosial, dan musibah), dan betapa manusia itu merasa perlu akan kehadiran dari kekuatan lain untuk mengiringi setiap langkah di dalam perjuangan hidupnya.
    Walaupun demikian, ada juga yang berpendapat bahwa do’a bukanlah segala-galanya untuk meraih kesuksesan di dalam kehidupan ini. Karena itulah, di samping kita berdo’a (sebagai bentuk penghambaan manusia atas kelemahan dan keterbatasan yang meliputi diri-nya) kita juga harus berusaha dan bekerja keras dengan penuh keuletan dan kesabaran. Sehingga, dengan kita berdo’a di sini kita diingatkan, bahwa sukses yang kita raih bukanlah semata karena usaha dan kerja keras kita yang penuh keuletan dan kesabaran diri kita, tatapi juga setelah mendapat pertolongan Allah. s.w.t.
    Dengan adanya kesadaran semacam ini pada diri kita, kita akan terpelihara dari kesombongan dan perilaku yang semena-mena. Dengan do’a pula kita membentengi diri kita, ketika kita menemui kegagalan dari harapan dan cita-cita dalam kehidupan ini, sehingga kita sedapat mungkin dapat terhindar dari ancaman keputus-asaan yang berkepanjangan yang berakhir pada penyesalan di dunia dan akhirat.
    Adapun, mengenai pengabulan do’a yang diijabah dan terlaksana permohonan seorang hamba diterima dan terwujud, menurut sementara pendapat dari para ulama adalah sebagai berikut, yakni:
    1. Do’a yang dipanjatkan itu dikabulkan oleh Allah. s.w.t. sesuai dengan yang dipanjatkan dan minta oleh hambanya.
    2. Do’a yang dipanjatkan itu dikabulkan oleh Allah.s.w.t. dengan menggantinya pada sesuatu yang lain, yang lebih tepat dan bermanfaat bagi hambanya.
    3. Do’a yang dipanjatkan itu ditangguhkan pada saat ini (di kehidupan dunia), kemudian Allah. s.w.t. kabulkan atau berikan pahalanya (di kehidupan akhirat).
    Jadi, dari ketiga pendapat para ulama tentang do’a yang dipanjatkan itu dikabul atau terkabulnya do’a yang dipanjatkan oleh seorang hamba kepada Allah. s.w.t. semuanya itu Allah. s.w.t. kabulkan, sehingga tidak ada do’a, dari do’a yang dipanjatkan oleh seorang hamba yang tidak dikabulkan-Nya, dan semoga do’a-do’a kita senantiasa Allah. s.w.t. kabulkan. Amin.

    H. TERHALANGNYA DO’A.
    1. Do’anya tidak disenangi Allah. s.w.t., karena mengandung maksiat, permusuhan, atau sesuatu yang buruk.
    2. Hati yang lemah dan di dalam do’anya tidak menghadapkan sepenuh hatinya kepada Allah. s.w.t.
    3. Makanan, minuman, pakaian, dan sebagainya yang dikonsumsi dan dikenakan tidak baik, halal, dan diridhai (haram).
    4. Lalai, alpa, dan tidak serius, Allah. s.w.t. berfirman:
          •   
    Artinya: “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka”. (Q. S. Al-Muthaffifîn [83]: 14).
    5. Senantiasa bermaksiat baik lahir maupun batin.

    I. TENTANG KATA “ÂMÎN” DALAM BERDO’A,
    Dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Annas bin Malik, menerangkan bahwa Nabi Muhammad. s.a.w. bersabda yang artinya:
    “Allah. s.w.t. berfirman kepada Nabi Musa. a.s. (ketika Nabi Musa. a.s. bermunajat kepada Tuhan): Hai Musa… Sesungguhnya kelak Aku (Allah. s.w.t.) berikan kepada umat Nabi Muhammad. s.a.w. empat macam huruf. Huruf pertamanya dari Kitab Taurat, huruf keduanya dari Kitab Injil, huruf ketiganya dari Kitab Zabur, dan huruf keempatnya dari Kitab Al-Qur’an’. Lalu bertanya Nabi Musa.a.s.: Ya Tuhan-ku… Apakah keempat macam huruf itu? Allah. s.w.t. berfirman, yaitu: Huruf Alîf, Mîm, Yâ`, dan Nûn yang disingkat menjadi “Âmîn”. Maka, barang-siapa yang mengucapkan “Âmîn”, seolah-olah ia telah membaca empat kitab Allah. s.w.t. itu. Dan dikatakan: Huruf Alîf-nya tertulis di “Tiang Kursi” (Tiang ‘Arsy-Nya), dan huruf Mîm-nya di “Singgasana ‘Arsy-Nya”, huruf Yâ`-nya tertulis di “Lauhul Mahfûzh”, dan huruf Nûn-nya tertulis di “Batang Qalam” (Pena-Nya). Maka, barang-siapa berkata: “Âmîn” di dalam do’anya, bergeraklah ke-empat macam (huruf-huruf) itu, sehingga semuanya itu memohon ampunan kepada yang mengucapkannya. Kemudian Allah. s.w.t. menyambut dengan firman-Nya: Saksikanlah oleh sekalian kamu (semua makhluk), bahwa Aku (Allah. s.w.t.) telah mengampuni-nya (hamba yang berdo’a dengan sepenuh hatinya)”.
    Dengan adanya hadits qudsi ini, dimaksudkan dan sekaligus diharapkan agar di dalam mengucapkan (menyebutkan) kata Âmîn di dalam berbagai kesempatan, terutama saat dan di dalam kita berdo’a janganlah mengabaikan, meremehkan, atau menyepelekannya (main-main), atau juga keliru dan salah dalam mengucapkannya atau menyebutkannya. Maka menjadi keliru dan salah pula artinya, karena dengan kekeliruan dan kesalahan dalam mengucapkan Âmîn mengakibatkan pula efek yang tidak baik bagi yang mengucapkannya di dalam do’a-do’anya.
    Mungkin atau memang kita sering mendengarkan jika ada orang yang sedang berdo’a secara bersama (berjama’ah) di dalam mengucapkan kata Âmîn-nya, hanya mengucapkannya dengan kata “Aa-Min” yang sama dengan “Aamin”, maka jelaslah tujuan dari do’a jadi berlainan. Karena arti “Aamin” di sini artinya adalah bukan mohon diterima (dikabulkan), melainkan artinya adalah percaya.
    Cobalah anda perhatikan dan bedakanlah tulisan, ucapan, dan arti dari kata “Âmîn” yang ada pada tabel berikut ini:

    NO. TULISAN
    ARAB LATIN
    DIBACA ARTINYA
    1.   Âmîn. Aa-Miin. Mohon dikabulkan.
    2.   Amîn. A-Miin. Yang boleh dipercaya.
    3.   Âmin Aa-Min. Percayalah.
    4.   Amin A-Min. Aman.

    KETERANGAN !!!
    Dari keempat macam tulisan, bacaan (ucapan), dan arti dari kata “Âmîn” yang benar dan tepat di dalam berdo’a pada tabel di atas, adalah yang terdapat pada kolom nomor satu, dengan bunyi bacaan (ucapan) huruf “”-nya dibaca panjang, “Mî”-nya dibaca panjang, dan huruf “N”-nya dibaca pendek.

    J. PENUTUP.
    Allahumma…
    Ya Allah, segala puji dan keagungan hanyalah milik-Mu. Sampaikanlah shalawat dan salam kami kepada Nabi Muhammad. s.a.w. Shalawat dan salam yang abadi dan tiada terputus kepada beliau, juga kepada ahli keluarganya, para sahabatnya, dan umatnya hingga hari akhir nanti. Semoga kami senantiasa mendapat syafa’atnya Nabi Muhammad, s.a.w.
    Allahumma…
    Ya Allah, ampunilah kami, rahmatilah kami, terimalah taubat kami, karena Engkau-lah yang Maha Penerima Taubat dan Maha Pengasih, Ya Allah… Kami mohon kepada-Mu untuk mengampuni seluruh dosa kami, dosa-dosa yang dilakukan melalui kata-kata, perbuatan, penglihatan, pikiran, dan hati kami.
    Allahumma…
    Ya Allah, Maha Suci Engkau dan segala puji hanyalah milik-Mu. Shalawat dan salam pun akhirnya tercurahkan selalu atas kekasih nan abadi pemberi syafa’at bagi setiap umat, Nabi Muhammad. s.a.w.
    Âmîn Yâ Rabbal ‘Âlamîn

    SUMBER BACAAN:
    1. Al-Qur’an. 6. Kitab Raudhatul Muttaqin (Khozinatul Asrar).
    2. Bidayatul Mujtahid. 7. Kitab Shahih Bukhari dan Muslim.
    3. Ihya` ‘Ulumuddin. 8. Rintihan Suci Ahli Bait Nabi: Do’a Munajat.
    4. Kitab Al-Fatawis Shafiyah. 9. Tafsir Sufi Al-Fatihah: Mukaddimah.
    5. Kitab Asrarul Fatihah. 10. Zikir Sufi (Menghampiri Ilahi Lewat Tasawuf).

  • M Subhan

    Terimakasih infonya.selama ini kayaknya lebih banyak berdoa utk orang yg kita cintai,mendoakan orang yg mendzolimi kita sungguh ini amat dibutuhkan keikhlasan yg besar.akan sy coba.

Tinggalkan Balasan

%d