KASYF
Bagi pengamal Tarekat apalagi yang sudah pernah suluk, rasanya tidak asing mendengar kata Kasyf atau pengucapan mudahnya menjadi “Kasaf”. Kalau ada teman seperguruan yang bisa menebak isi hati orang lain atau mengetahui hal-hal yang belum terjadi kemudian kita menamakannya dengan kasyf. Kita semua sepakat bahwa seorang yang kasyf adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk mengetahui hal-hal gaib baik tentang dirinya maupun diluar dirinya, yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Akan tetapi pada umumnya kita tidak terlalu mempermasalahkan makna kasyf yang sebenarnya.
Prof. Dr. Djama’an Nur Guru Besar IAIN Raden Patah Palembang dalam bukunya “Tasawuf dan Tarekat Naqsyabandiyah Pimpinan Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya” mengatakan bahwa Ilmu Kasyfi adalah ilmu yang diperoleh dengan terbukanya hijab (dinding atau tabir), sehingga hati nurani manusia mengetahui rahasia Ilahi, alam gaib sebagai rahmat dari Allah SWT, setelah dekatnya yang bersangkutan dengan Allah. Menurut bahasa, kasyf berarti terbuka atau tidak tertutup. Ilmu Kasyfi itu berpusat di hati sanubari manusia yang berada dio dalam dada.
Muhammad Solikhin dalam buku “Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar” mengatakan bahawa kasyf adalah penyingkapan atau wahyu, atau pengetahuan langsung dari Allah setelah seorang sufi berhasil melampaui tahap dzauq. Kasyf merupakan salah satu jenis pengetahuan langsung, yang dengan itu pengetahuan tentang Hakikat diungkapkan pada hati seorang sufi dan kekasih yang mencintai Allah.
Dengan sifat rahmat-Nya, Allah memberikan kepadanya sebuah Pengungkapan diri Allah. Tidak hanya menambah pengetahuannya tentang Allah, melainkan juga menambah kerinduannya yang menggelora dalam lautan cintanya kepada Allah. Disinilah seorang sufi sampai pada sebutan Ahl al-kasyf wa al-wujud (Kaum Penyingkap dan Penemu). Dalam penyingkapan itulah mereka “menemukan” dan “bertemu” Allah.
Dalam dunia sufi, terdapat lima jenis penyingkapan yang sering terjadi pada para sufi :
- Kasyf ‘aqli; Penyingkapan melalui akal. Ini merupakan tingkatan pengetahuan intuitif yang paling rendah. Allah tidak bisa diketahui dan dicintai melalui akal (al-‘agl), karena akal membelenggu dan menghalangi manusia dalam tahap akhir kenaikan menuju Allah. Akal mempunyai dimensi rendah tentu saja tidak akan bisa menjaungkau Zat yang Tidak Terhingga yag mempunyai dimensi sangat tinggi. Siapapun yang mencari Allah lewat akal tidak akan bisa menemukan Hakikat Allah yang sebenarnya. : “Bumi dan langit-Ku tidak sanggup memuat-Ku, hanyalah hati hamba-Ku yang lembut lagi tenang yang sanggup memuat-Ku”.
- Kasyf-i arwah. Adalah bentuk penyingkapan ruh-ruh. Diawali tentang pengetahuan atas ruh diri sendiri, kemudian tentang ruh-ruh manusia dan makhluk lain, lalu meningkat ke ruh dalam seluruh dimensi “alam al-ghaib. Puncak pada pengetahuan langsung ruh al-idhafi, dan diarahkan kepada al-Ruh al-Haqq.
- Kasyf Bashari atau juga kasyf kauni. Merupakan penyingkapan pada tataran makhluk. Penyingkapan visual yang terjadi melalui penciptaan yang dilakukan Allah. Dalam suatu peristiwa (tempat, tindakan, atau ucapan manusia) seorang yang suci bisa menjadi tempat bagi penyingkapan visual ini. Allah adalah Yang Maha Mutlak. Dia adalah Keindahan (Jamal) dan Keagungan (Jalal). Melalui makhlukNya, Allah bisa mengungkapkan diri-Nya pada hamba-Nya lewat salah satu Nama Keindahan-Nya yang akan menimbulkan kemanisan dan kesenangan. Atau lewat salah satu Nama Keagungan-Nya yang akan melahirkan ketakziman dan ketakutan. Disinilah peranan al-asma’ al-husna atau al-asma’ al-nabi sangat strategis untuk mengantarkan dan membawa seorang sufi ke dalam samudera penghayatan rohaniah.
- Kasyf Imani. Penyingkapan melalui keimanan. Penyingkapan ini terjadi melaui ketulusan iman seorang mukmin. Kadar intensitas penyingkapan ini bisa berfungsi sebagai katalisator yang mengaktifkan sang Mukmin untuk lebih banyak lagi mencari dan pengetahuan spritual.
- Al-kasyf al-Ilahi. Penyingkapan Illahi. Penyingkapan ini merupakan buah manis dari ibadah terus menerus dan menghiasi hati dengan mengingat Allah (Dzikurullah). Prosesnya bisa melalui dzikir, wirid, atau mujahadah dan sejenisnya. Penyingkapan Illahi ini bisa terjadi secara langsung dalam hati, tanpa bantuan visual apapun, yakni ketika keindahan Allah masuk kedalam hati seorang sufi dan pecinta-Nya. Ini juga bisa terjadi dengan bantuan visual berupa lokus tertentu bagi Cahaya Illahi, seperti dengan sarana wushuliyah seorang suci (Mursyid), benda atau tenmpat suci. Menghadirkan Mursyid terus menerus dalam hati ibarat menyambungkan listrik ke pusat sumber listrik sehingga listrik mengalir dengan sempurna dan bisa dipergunakan untuk apa saja. Atau ibarat menyambungkan sebuah pipa agar air bisa mengalir dari sumbernya dan bisa dipergunakan menurut kebutuhan. Seseorang yang memperoleh penyingkapan ini akan Melihat Wajah Allah yang tercermin melalui sarana hantaran yang ada, dan terpantul ke dalam lubuk hati.
Dari semua tingkatan itu maka Al-kasyf al-Ilahi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi karena pada tahap ini seorang hamba bisa melihat dengan jelas Tuhannya lewat hati yang bening dan tenang. Melihat Tuhan adalah puncak dari terbukanya hijab sedangkan kemampuan melihat hal-hal gaib lain seperti Malaikat, Jin dan lain-lain adalah tingkatan dibawahnya begitu juga kemampuan membaca isi hati orang lain adalah salah satu kemampuan yang di dapat oleh orang yang sudah terbuka hijabnya.
Ilmu Kasyf, Ilmu Laduni dan kemampuan gaib adalah ilmu yang dimiliki oleh orang yang dekat dengan Allah. Kalau kita membuka cacatan sejarah akan kita jumpai banyak sekali kekeramatan yang dimiliki oleh Para Wali Allah dan juga Ulama yang dekat dengan-Nya. Syekh Abdul Qadir Jailani, Syekh Abu Yazid Al Bisthami, Rabi’ah Al Adawiyah, Junaidi Al-Baghdadi, Abu Said Al-Kharaj, Imam AL-Ghazali adalah orang-orang yang mempunyai kekeramatan dan dicatat dalam sejarah Islam. Kemampuan mereka bukan untuk ditampilkan dengan penuh kesombongan akan tetapi semata-mata sebagai sarana dakwah untuk menambah keimanan orang.
Bagi kaum Sufi, terkadang mereka tidak pernah tahu tentang definisi dan tingkatan kasyf akan tetapi mereka sudah berada di alam kasyf dan itu jauh lebih baik dari pada menghapal denisi dan pembagian kasyf namun tidak pernah sampai kepada alam-Nya.
Menutup tulisan ini saya mengutip sebuah pesan diantara Sembilan Pesan Penting yang selalu dibacakan di saat penutupan suluk sebagai pengingat kita semua agar selalu hati-hati dan terus bermujahadah tanpa henti.
“…Jika engkau diperintahkan mengamalkan satu khatam, maka amalkanlah sekurang-kurangnya satu khatam, jika engkau diperintahkan mengamalkan sekali duduk maka amalkanlah sekurang-kurangnya sekali duduk. Jika engkau patuhi semuanya maka akan bertambah-tambah akan kasyaf mu dan jika tidak engkau kerjakan maka lambat laun akan hilang semuanya walau engkau Ahli Kasyf sekalipun…”
14 Comments
dinda
Berlindung kami pada Mu ya Allah dr godaan syaitan.
terima kasih AB Sufi muda atas pencerahan ini..
kami selalu saja lupa dan lalai dlm melakukan tugas2 kami.
dan hanya pada Mu ya Rabbi kami berserah
oneman
makasi sufimuda, slalu mengingatkan kita khususnya ane tuk ingat akan fitrah sbg hamba…….,
suatu tulisan mengajari tAPI tidak memvonis kesalahan-kesalahan ……..tulisan yang membangun jiwa….. kembali
hanif
bang alamat surau di bintaro dimana?….tks
saraba 4
Assalamu’alaikum
Hehehehe dari kta penutup adalah suatu kata yg sudah mencakup kesuluruh dari kasyaf. Teruskanlah amalan sesuai dgn tertib dan adab amalan itu, karna sesuatu akan bertambah bila terus ditambah, dan sesuatu akan berkurang bila terus dikurangani, namun bermujahadahlah dari apa yang datang pada diri kita.
Sejak lama saya melihat dari SM yang amat terang dan jelas dalam postingan nya dari bulan mei tahun 2008 hingga saat ini. Semoga SM selalu di beri kesempatan untuk memposting. Salam buat keluarga SM di rumah dan semua USER di blog ini.
maulana
Smg Allah slalu melimpahkan hidayahnya pd qt smua khsusnya pada SM yg slalu snantiasa mengingtkan qt smua para salik untk ttp berada d jalan menuju marifatullah……………….
sansabila
Salam ksh syg ab untk saudaraku semuanya yg hanya bisa dg 1…3 alat pelepas rasa rinduku,laaila he ila anta subhanaka innikuntum minaddolimiin CINTA YG TERPENDAM PADA PEMBIMBING ROHANIKU………….,
lodaya lugay
salam damai……
tolong ajarin saya om ” bagaimana caranya berlindung kepada alloh sari godaan syetan yang terkutuk” saya pingin banget tks
jelatang
@ lodaya lugay
gak akan ada yg bisa ngajarin,, kecuali ALLAH SWT& Kekasih-NYA,,
pertama2 harus ketemu dulu sama DIA,, kalo belom bisa,cari aja orang yg bisa bertemu & berhubungan sama DIA baik lahir maupun bathin(Kekasih-NYA), kalo dah ketemu ntar baru tau caranya…tapi yg penting ketemu orangnya aja dulu…
kalo dah ketemu sama kokinya kan lebih enak belajar masaknya ketimbang baca dari buku…ya nggak??
salam damai…
sufi tua
Pertama, saya tidak sependapat dengan pengertian kasyaf melihat Allah dalam konteks apapun, juga melihat malaikat.. Se-kasyaf apapun orang tersebut !
Kedua, syeh abdul qadir jaelani, siapakah orang tersebut? Kl kita telusuri maka mahzab beliau putus dan hilang.. Kenapa tdk langsung saja ke Ali bin Abu Thalib atau Hasan dan Hussein
Wallahu ‘Alam
Sufi Tua
rudiyanto
Kenapa tdk langsung saja ke Rasulullah lebih mantab ? kok ke Ali bin Abu Thalib atau Hasan dan Hussein?
mohon penjelasan bpk sufi tua, trims
Pingback:
Pingback:
Syifa
Itu karya siapa yg??
Ruslianto
ENSIKLOPEDIA ISLAM – ZUHUD
Dalam pandangan sufisme, dunia ini tidak mempunyai nilai hakiki karena semuanya bersifat fana. Yang betul-betul mengandung nilai ialah syorga di akherat.
Tetapi syorga-pun belum mengandung nilai yang hakiki. Nilai yang hakiki hanya ada pada asal segala nilai , yaitu Allah SWT. Karena itu para sufi hanya menghadap minat dan segenap harapan nya kepada Allah SWT. Mereka tidak mementingkan dunia ini karena menganggap dunia penuh tipu daya.
Dapatkah manusia memisahkan dirinya sama sekali dari harta dan segala bentuk kesenangan duniawi ?, Bukankah para Sahabat utama Rasulullah SAW,diantaranya Abu bakar as Shiddiq – Usman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf adalah orang-orang kaya ?
Dalam hal ini muncul satu pendapat yang menyatakan zuhud bukan berarti semata-mata tidak mau memiliki harta dan tidak suka mengenyam nikmat duniawi, tetapi zuhud sebenarnya adalah kondisi ‘mental’ yang tidak mau terpengaruh oleh harta dan kesenangan duniawi dalam mengabdikan diri kepada Allah SWT.
Dengan demikian, betapun kayanya Nabi Sulaiman As atau Usman bin Affan, mereka tetap sebagai seorang zuhud dan hidup dalam keadaan zuhud. Mereka tidak terpengaruh kekayaan dalam mengabdikan diri kepada diri kepada Allah SWT.
Pengertian zuhud seperti ini sesuai dengan maksud Firman Allah SWT Surah Al-Hadid ayat 23, yang artinya ; “Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu”.
Gerakan zuhud sendiri muncul pada akhir abad pertama Hijriah, Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap pola hidup mewah para Khalifah dan keluarganya serta para pembesar Negara. Kekayaan itu diperoleh dalam pembebasan negeri-negeri Suriah, Mesir, Mesopotamia, dan Persia.
Jika sebelumnya kaum muslimin rata-rata hidup sederhana , corak kehidupan mulai berubah sepeninggal Rasulul SAW dan sesudah masa empat khalifah. Para khalifah hidup dalam kemewahan dan diantara mereka dengan keadaan rakyat jurang pemisah yang sulit disatukan.
Rakyat tidak lagi dapat mengadu-kan nasib mereka secara bebas kepada para khalifah, Mereka dikawal ketat para penjaga. Hal ini mulai terjadi sejak awal masa Dinasti Ummayyah, yang kemudian berlanjut pada dinasti-dinasti sesudahnya.
Melihat ketidakadilan itu, muncullah orang-orang yang rindu kembali pada kehidupan ‘sederhana’ seperti yang dicontohkan Nabi SAW dan sahabat-sahabatnya.
Aliran zuhud ini mulai muncul di Kufah dan Basra, Di antara pemukanya adalah Hasan al-Basri, Rabiah al Adawiyah, Sufyan as-Sauri , dan Abu Hasyim.
Bertolak dari gerakan zuhud ini, kemudian muncul kajian-kajian yang mendalam tentang cara mendekatkan diri kepada Tuhan, yang disebut ilmu Tassawuf. Zuhud ini berkembang kea rah sikap khauf dan raja’ , mahabbah, fana dan baqa, ma’rifah dan seterusnya.
Sumber : Ensiklopedi Islam, Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam , cetakan 2 – 1994.
Demikian sMOGA bermanfaat – Wassalam.