Tasauf

Sudahkah Saya Ber “ISLAM KAFFAH”? (bag 1)

Beberapa bulan yang lalu di depan Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh terdapat sebuah spanduk berukuran besar, bertuliskan kata  “SYARIAT ISLAM KUNCI SELAMAT DUNIA AKHIRAT”, setiap lewat depan mesjid kebanggaan masyarakat Aceh itu saya merasa terganggu dengan spanduk tersebut, bukan karena ukuran spanduknya  tapi isi sepanduk tersebut menjadi bahan renungan saya.

Benarkah dengan “Syariat Islam” bisa selamat dunia akhirat? Bukankah “Syariat” itu hanyalah makna lain dari peraturan atau Hukum, apa mungkin orang-orang kelak di akhirat bisa selamat hanya dengan melaksanakan Syariat nya saja.

Kepada seorang teman saya mengatakan, “andai spanduk itu isinya ISLAM KUNCI SELAMAT DUNIA AKHIRAT, itu lebih tepat”.

Kenapa? Karena Islam itu bukan hanya syariatnya saja, tapi ada Tharerat, Hakikat dan Makrifat.

 

Rasulullah bersabda :

Assyariati ‘ahwali,

Attariqati ‘Af’ali

Alhaqiqati ‘Awwali

Almarifati assirri

Artinya:

Syariat itu adalah perkataanku

Tahrikat itu adalah perbuatanku

Hakikat itu adalah kediamanku

Makriat itu adalah rahasiaku.

 

Saidi Syekh Dermoga Barita Raja Muhammad Syukur Al-Khalidi pernah mengatakan bahwa Islam itu ibarat kelapa mempunyai lapisan-lapisan, begitu juga Islam mempunyai lapisan-lapisan atau tahapan-tahapan yang mesti dilalui agar menjadi Islam Kaffah.

 

Disinilah letak kekeliruan sebagian besar umat Islam yang sedang eforia menuntut ditegakkan syariat Islam, mereka lupa bahwa Islam yang bermakna “Selamat” itu mencakup 4 paket yang mesti diambil secara keseluruhan.

Melaksanakan seluruh hukum-hukum Islam, Berpakaian secara Islami, berdagang secara Islam dan lain sebagainya itu merupakan syariat artinya kita baru melaksanakan ¼ dari Islam, masih kurang ¾ lagi.

 

Awaluddini Makrifatullah, artinya : awal ber agama adalah mengenal Allah, kalau sampai detik ini kita belum mengenal Allah sudah pasti kita belum digolongkan kepada orang beragama, belumlah kita Islam. Nah!?!

 

Mengenal Allah harus dengan sebenar kenal, orang-orang sufi mengartikan Makrifatullah dengan “Berjumpa Allah” .

Sudahkah kita “berjumpa dengan Allah”?

Siapakah yang kita temui dalam shalat? Jawabnya Allah, kalau kita teruskan pertanyaan,  “Allah yang mana?” Bagaimana Dia?

Tidak serupa dengan makluk, yang mana Dia?

 

Orang yang belum sampai ke tahap makrifat jika shalat pasti lalai, artinya seluruh pikirannya tidak fokus, yang di ingat tidak lain  masalah hidupnya.

Orang yang lalai dalam shalat diancam Neraka Wail, wah bagaimana ini? Udah capek-capek shalat eh masuk Neraka.

 

 

Nah, disinilah letak kekalahan ummat Islam sebagaimana yang telah disampaikan oleh Prof. Dr. Saidi Syekh Khadirun Yahya MA, M.Sc dalam pidatonya, kebanyakan ummat Islam tidak lagi mempunyai “Tali” ke Tuhan. (Baca Pidato Prof. Dr. Saidi Syekh Khadirun Yahya MA, M.Sc dalam katagori “Tasauf“)

 

Bisakah orang bermakrifat tanpa melalui hakikat dan thareqat ?

Jawabnya, MUSTAHIL!

Orang yang belum masuk thareqat tidak akan mungkin bisa mencapai hakikat apa lagi Makrifat.

Apa itu thareqat? Apa itu Hakikat dan apa pula Makrifat?

Melalui tulisan bersambung ini akan kami bahas secara satu bersatu, mulai dari Syariat sampai kepada Makrifat, dengan harapan tidak lain agar seluruh ummat Islam sadar dan terbuka hijabnya agar tidak lagi mengikuti propaganda orang-orang orientalis melalui paham wahabi nya yang mendiskreditkan Tharekat dan ilmu tasawwuf, menuduh orang-orang sufi sebagai ahli bid’ah. Karena Makrifat merupakan sumber power dalam Islam yang amat ditakuti oleh musuh-musuh Islam.

 

Insya Allah, atas karunia dan kudrah dari Allah SWT,  berkat syafaat Rasulullah SAW beserta ahli Silsilah Tharekat Naqsyabandi terutama kepada Maha Guru kami yang selalu menuntun kami kejalan Nya, akan kami bahas secara tuntas.

18 Comments

Tinggalkan Balasan ke Imam SaroniBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca