Kecintaan kaum sufi kepada Allah, bukan sebab takut akan siksa-Nya, atau kerena ingin surga-Nya, akan tetapi karena rindu dendam merasakan kelezatan cinta-Nya. Juga karena Allah adalah yang paling berhak dicintai. Itulah idealnya dalam bercinta, yang tidak dikenal oleh selain mareka yang menjadi pilihan Allah.
Nikmat terbesar yang mereka harap-harapkan hanyalah ridha dan berjumpa dengan Dia. Sementara siksa yang paling mereka takuti adalah jauhnya dari memperbincangkan soal keindahan kedamaian-Nya, juga dari tempat berkomunikasi dengan-Nya. Mereka terhalang dari sinar Dzat yang Maha Mulia.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa maqam tertinggi yang bisa dicapai oleh pengamal ilmu zahir (syri’at) adalah wukuf dipadang Arafah, menunggu terbukanya pintu rahmat dan karunia Allah SWT dan pada hakikatnya adalah menunggu kehadiran Allah. Apakah selamanya kita harus menunggu, dan apakah menunggu itu hanya di Padang Arafah?
Read more…