Tasauf

Dunia Sufi Yang Misteri (Bagian 2)

Seperti yang saya kemukakan pada tulisan yang lalu banyak pendapat atau kesan yang kurang tepat atau keliru tentang bagaimana seharusnya kehidupan para sufi. Salah satu pandangan negatif orang terhadap kaum sufi adalah tentang Zuhud yang merupakan salah satu maqam yang harus dilewati oleh para sufi. Tentang zuhud sekilas telah pernah saya bahas dalam tulisan Zuhud Yang Sebenarnya dan disini saya ingin menulis dua pendapat yang berbeda tentang zuhud.

Pendapat pertama, zuhud berarti berpaling dan meninggalkan sesuatu yang disayangi yang bersifat material atau kemewahan duniawi dengan mengharapkan dan menginginkan suatu wujud yang lebih baik dan bersifat spiritual atau kebahagiaan akhirati. Pengertian pertama ini akhirnya berkembang ekstrim sehingga zuhud berarti benci dan meninggalkan sama sekali sesuatu yang bersifat duniawiyah.

Pendapat kedua, zuhud tidak berarti semata-mata tidak mau memiliki harta dan tidak suka mengenyam nikmat duniawi. Tapi zuhud sebenarnya adalah kondsi mental yang tidak mau terpengaruh oleh harta dan kesenangan duniawi dalam pengabdian diri kepada Allah SWT.

Saya pribadi lebih condong kepada pengertian kedua dengan alasan selain Al Qur’an dan Hadist yang tidak menyuruh kita kearah pengertian zuhud yang ekstrim pertama, juga kehidupan para sahabat zaman Rasulullah dan kehidupan sahabat semasa Khulafaur Rasyidin. Sahabat-sahabat utama Rasulullah seperti Abu Bakar AsShiddiq, Usman bin Affan dan Abdul Rahman bin ‘Auf adalah orang-orang yang kaya. Walaupun mereka kaya, mereka tetap hidup sebagai orang zuhud, yaitu hidup sederhana, dimana kekayaan mereka tidak akan mengurangi apalagi memalingkan pengabdian diri mereka kepada Allah SWT.

Pengertian zuhud yang kedua ini sesuai dengan firman Allah SWT :
“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu bergembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri“. (Q.S. Al Hadid : 23).
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampong akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik padamu.” (Q.S. Al Qashash : 57).

Pengertian kedua ayat ini adalah bahwa kita manusia tidak dapat memisahkan diri sama sekali dari harta dan segala bentuk kesenangan duniawi yang di ridhai Allah, sebab kita masih hidup di alam dunia. Pengertian lain adalah bahwa harta benda tidak dilarang untuk dimiliki, tetapi harta benda tersebut tidak boleh mempengaruhi atau memperbudak seseorang, sehingga menghalangi yang bersangkutan untuk menghampirkan dirinya kepada Allah SWT, atau dengan kata lain, sikap seorang sufi tidak boleh diperbudak oleh harta duniawi, tetapi hata duniawi itu dijadikan persembahan, pengabdian ubudiyah lebih banyak lagi kepada Allah SWT.

Yang menjadi pertanyaan, “Apa sebab terjadinya sikap zuhud ini, dan kenapa muncul anggapan bahwa sufi identik dengan sikap zuhud?”. Harus di akui bahwa Kajian dan gerakan zuhud ini memang muncul pertama kali di kalangan pengamal tasawuf pada akhir abad pertama hijriah. Gerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap pola hidup mewah para khalifah dan keluarganya serta pembesar Negara yang merupakan dampak dri kekayaan yang diperoleh kaum muslim dalam pembebasan, penaklukan negeri-negeri Suriah, Mesir, Mesopotamia (Irak) dan Persia.

Semasa Dinasti Umayah pola hidup sederhana berubah menjadi pola hidup mewah dikalangan para Khalifah dan pembesar-pembesar Negara dan timbulnya jurang pemisah antara rakyat dan penguasa. Pola hidup mewah dan kondisi mental yang demikian tidak sesuai dengan ajaran dan amal agama seperti yang dicontohkan olh Rasulullah dan para sahabat. Disinilah awal timbulnya gerakan Zuhud sebagai wujud untuk menentang sikap dari Para penguasa yang hidup dalam kemewahan.

Tasawuf sebagai ajaran Islam harus sesuai dengan Al Qur’an dan Hadist sebagai rujukan semua orang Islam dan kajian-kajian tasawuf yang tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Hadist harus dipertanyakan kebenarannya walaupun meninjau Al Qur’an tidak selalu harus dari segi tekstual semata.
Islam menganjurkan pemeluknya untuk sunguh-sungguh mencari rizki dan tentang keutamaan mencari rizki anda bisa membuka Al Qur’an Surat : Al Jumu’ah ayat 10, Al Muzammil ayat 20 dan surat Al Baqarah ayat 198, dan ini menjadi petunjuk bagi kita tentang keutamaan mencari rizki agar hidup menjadi lebih baik di dunia ini.

Diriwayatkan bahwa Nabi Isa a.s melihat seorang laki-laki, maka Beliau besabda, “Apakah yang kamu kerjakan?”. Ia menjawab, “Saya beribadat”. Isa bersabda,”Siapakah yang menanggungmu?”. Ia jawab, “Saudaraku”. Isa bersabda,”Saudaramu lebih baik ibadahnya daripada kamu”.

Dalam sejarah, para sufi pada umumnya bekerja sendiri untuk mencari nafkahnya dalam berbagai bidang usaha, sehingga ada diantara mereka itu diberikan julukan-julukan sesuai bidang usahanya itu. Seperti Al Hallaaj (Pembersih kulit kapas), Al Qashar (Tukang Penatu), Al Waraak (Tukang Kertas), Al Kharraaz (Penjahit Kulit Hewan), Al Bazzaaz (Perajin Tikar Daun Kurma), Az Zujaaji (Pengrajin dari kaca) dan Al Farraa’ (Penyamak Kulit).

Tidak terkecuali juga sufi zaman sekarang, mereka tidak melupakan kewajibannya mencari nafkah diberbagai usaha menghidupi dirinya dan keluarganya. Menjadi seorang sufi tidak harus miskin dan melarat namun jika Tuhan memberikan anda cobaan dalam bentuk kemiskinan berarti Dia senang dengan kondisi tersebut dan anda harus tetap mensyukuri apapun yang diberikan oleh-Nya. Kemulyaan seseorang dimata Tuhan tidak terletak pada banyak atau sedikit harta tapi bagaimana hatinya selalu bisa mengingat Allah siang dan malam, sunyi dan ramai, susah dan senang sehingga kondisi apapun tidak mempengaruhi dirinya untuk terus mendekatkan diri kepada-Nya.

Gambaran Sufi yang saya kemukakan diatas mudah-mudahan bisa sedikit menghapus prasangka buruk orang-orang yang tidak paham dengan tasawuf atau orang-orang yang belum pernah belajar tasawuf namun sudah merasa menjadi sufi dengan kesusahan dan kemiskinannya. Anda menjadi miskin dan susah tidak berarti anda menjadi seorang sufi begitu juga anda menjadi kaya juga tidak berarti anda menjadi sufi Karena kesufian itu terletak di hati. Lanjutan dari tulisan ini akan kami ceritakan tentang tokoh-tokoh sufi yang kehidupannya kaya raya bahkan ada yang sangat kaya yang kekayaannya mengalahkan seorang Raja. Mudah2an tulisan ini bermanfaat hendaknya, salam.

45 Comments

  • Teuku Muhammad Jafar Sulaiman

    Anda menjadi miskin dan susah tidak berarti anda menjadi seorang sufi begitu juga anda menjadi kaya juga tidak berarti anda menjadi sufi Karena kesufian itu terletak di hati.

    (kalimat ini adalah kalimat yang sangat menyentuh dan menyejukkan

  • Candra Kirana

    Barangkali bagi seorang sufi “ADA” dan “TIADA” baginya sama saja.
    Ridha Tuhannya lah yang ia cari

    Jadi kalau Tuhannya Ridho umatnya jadi kaya raya, Justru yang tidak kaya “SALAH” dimata NYA.

    Peace 🙂

  • Abah Selatan

    Sufi zaman ini akan nampak seperti usahawan yang memiliki berbagai lini bisnis dan tetap berhati sufi..,

    Luar biasa.,

    • Gedibal

      Nyuwun Sewu….
      AKAN KUGENGGAM DUNIA INI KEDALAM TANGANKU bukankah ini ungkapan suatu keinginan akan dunia yg timbul dari hati, lalu…
      NAMUN TAK AKAN SEDIKITPUN DIA BERADA DIDALAM HATIKU…. lha terus piye iki??

      • ari

        lho piye to…manusia itu katangya di pasrahi ngurusi dunia ini……manusia sbagai kolifah…lha kalo dunia tidak dikuasai dan diurus dengan baik yo gak amanah katanya…..asal jangan lupa kalo dunia hanya titipan untuk dirumat…bukan dimiliki….jangan kayak tetangga saya…disuruh menjaga WC umum malah dia gak mau keluar dari WC karena dianggap WC itu adalah miliknya…kan lucu to mas….WC hrs diurus dan dibersihkan krn amanah dr yang punya je….lha kl gak diurus brarti gak amanah to….lbh gak amanah lg kl seperti tetangga saya itu….gak mau keluar dr WC krn dia merasa paling berhak,dan orang lain tidak punya hak sedikitp[un…..

        • Gedibal

          Kalo memang kita ngurus dunia ini karena amanat dari Allah itu artinya kita ngurusnya karena Allah…. lalu apakah sesuatu yang kita lakukan hanya karena Allah itu masih juga dikatakan “dunia”??
          dunia oh dunia.. siapa kau ini sebenarnya wahai dunia…?

          • romdhon

            Yang di maksud dunia itu adlah alam fikiran (otak) kita, nafsu it adnya pda otak,nafsu itu kta bwa kmana2,tpiiii yg hrus kta ingat janganlah kta di perbudak oleh nafsu itu sendri…dmanapun dan kapanpun gunakanlah NUR (Cahaya) ANI (Tuhan) yang terletak pda hati kita, itu sebabnya ada pepatah bahwa hati nurani itu tidak akan pernah bohong…

        • Arsad@yahoo.com

          Ass wr wb ngene lo mas. Ada seorang bagsawan memakai baju bagus dan rapi. Kemudian bangswan tersebut memanggil org didekatnya yg pakai jubah kumal yg lagi tafakur khusuk. Kemudian bangsawan tadi berkata dengan nasehatnya. ” Wahai Hamba Allah, jgn lah dunia ini melalaikan kamu untuk mengingat Allah. Harta benda adalah sebuah amanah yg harus diberikan sesuai dgn hak pemiliknya. Janganlah kalian ingin menguasai dunia seakan -akan semua ini menjadi milikmu. Jgnlah sifat keserakahanmu terhadap dunia menjadikan terbelenggunya doa dan jauhnya dari rahmat Allah. Org yg dinasehati tadi menangis tersedu-sedu menyesali diri merasa tindakannya selama ini menyimpang dari hakekat yg sebenarnya….. Allahu Akbar. Ternyata org yg pakai jubah kumal dan sedang tafakkur tadi adalah hamba Allah selalu memikirkan dunia. sedangkan bangsawan yg berbaju rapi tadi adalah org kaya tapi kekayaannya tidak sampai singgah dihatinya. Kekayaan dipahami sebagai amanah yg harus diberikan kepada org yang ber hak dgn cara hak pula. Ini lah org kaya yg sufi memiliki sifat zuhud yg hatinya diliputi cinta hanya kepada Allah bukan kepada harta. Semoga

      • harrys

        Artinya…. Para kekasih Allah itu tdk tunduk pada Dunia namun dulnialah yg tunduk pada mereka,.. dan keindahan,nafsu,kesenangan dunia tdk menguasai Hati mereka,. krn nafsu dan kesenangan dunia adalah akar masalah yg menyebabkan kita Lalai dan lupa kpd Allah… ———

  • juliefendi78

    zuhud yg sebenarnya adalah zuhud terhadap sifat dengki, iri dsb..(yang dilarang oleh Allah dan Rosulnya)
    dan semua itu ada dalam hati setipa manusia

  • anom.naufal

    Ada sebuah ungkapan “dengan senang hati menerima apa yang sudah Alloh karuniakan kepada kita tanpa merasa iri dengan apa yang Alloh karuniakan kepada orang lain”menurut saya juga merupakan landasan untuk zuhud
    sebagaimana kita ketahui bahwa.barangsiapa bersyukur maka akan ditambah nikmatnya
    sedangkan mustahil kita bersyukur seandainya kita belum bisa “menerima”
    Sedangkan nikmat sejatin adalah “sekarang” “begini””adanya”saya karena ciptaan Alloh
    Karena tak ada yang sia sia di ciptakan Alloh

  • sakura hikari

    Lam..knl dr sy bang sufi muda.mmng mnusia trutma sy prbdi msh mrsa syng,berat eman2,pelit dsbnya untk megeluarkan yg wjb di kluarkan,tp sy akan sll brusha krn setan dan berhala paling bsr sdng mndkti.bukan kt tidak membtuhkan dunia tetapi tidak terlalu mementingkan.mhon maaf bila ada kt2 yg kurang berkenan d hati,teruntuk sdr2ku sebaik seburuk lam knl….dan tetapkanlah hati trs…..amin.

  • Abdi

    mencari kekayaan hati lebih utama.. jangan biarkan kita mengikuti dunia, tapi biarkan dunia yang mengikuti kita, dengan usaha tentunya dan mensyukuri nikmat yang selalu di berikan ALLAH SWT.

    salam kenal..

  • ucep

    Artikel yang bagus, Kalau kita kejar akhirat dunia pasti mengikuti, kalau kejar dunia akhirat akan ketinggalan bahkan bisa terabaikan, maka kejarlah akhirat agar kita selamat dunia dan akhirat, Allah akan memberikan rezeki yang tanpa kita duga-duga.

  • Murid sufi

    Tulisan bang sufi sering menyentuh hati ku dan sering menambah ilmu dan membuat aku kaget dengan kelemahan diri ku.Biar jarang jarang tapi memberi kesan yg mendalam.Sepatah ilmu kalau diamal bisa merobah akhlaq seribu kitab kalau cuma dibaca tanpa amal apalah gunanya .

  • ari

    mari belajar kpada nabi Dawud ttg menggenggam dunia dg tangan ,tanpa menaruhnya dlm hati,atau kpada seorang WaliAllah dmana jagat raya ini seperti sbuah butiran telor di telapak tangannya…

  • Debu semesta

    Mari belajar dari Baginda Rasulullah SAW karena, qt amat jauuuh dng generasi Anbiya lainnya.

    Apakah tidak cukup kisah Nabi Isa a.s dalam Al Qur’an ?

    Kenapa misteri sufi berakhir pd Nabi Isa a.s. Apakah dng demikian Rasulullah SAW tidak mengajarkan sufistik ?

    Makasih jika ada yg menanggapi.

    • SufiMuda

      Mari kita berbaik sangka dari apa yg diajarkan oleh orang lain termasuk apa yg ditulis disini.
      Al Qur’an menceritakan Nabi2 selain Nabi Muhammad tidak berarti Al Qur’an mengecilkan peran Nabi Muhammad.
      Setiap Nabi mempunyai jalan hidup berbeda yg dapat kita jadikan teladan.
      Silahkan baca tulisan2 lain di sini agar kesimpulan yg diambil tidak hanya dari sudut pandang semangat mengkritik semata tapi juga semangat untuk mencari kebenaran.
      Salam

  • romdhon

    Muhammad di utus oleh Allah SWT untuk membperbaiki AKHLAQ , kerjakanlah urusanKU dan akan KUselesaikan urusanmu, adakah yang ingin membahagiakanKU ????

  • Ruslianto

    Qur’an-Suraah Al Furqaan ; 63-64 :
    “Dan hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan jika orang-orang jahil menyapa mereka (dengan kata-kata yang tidak sopan), mereka mengucapkan (membalasnya dengan) kata-kata yang mengandung keselamatan.
    Dan orang-orang yang menghabiskan malamnya dengan sujud dan berdiri karena Tuhan mereka.”

    …….Jika al itihad, dan wahdatul wujud (kemanunggalan wujud) bukan termasuk unsur tasauf yang pokok——sebagaimana hal itu dapat dibukti- kan dalam sejarah kaum Sufi ; sejarah al Mahasiby, al Ghazali atau Rabi’ah al Adawiyah, dan selain mereka——“Tidak lain hanyalah” perjuangan untuk mencapai keredhaan Allah dan kesucian jiwa hingga dengan nya dapat mengenal Allah, ——Jika masalahnya demikian,……. maka sesungguhnya kami ber-itiqad bahwa Nabi Muhammad Saw adalah orang pertama sebagai teladan bagi kaum sufi Islam.

  • rahadianto

    Kenalah diri di dalam diri sebelum mengenal Allah, karena DIA dekat sedekat urat nadi kita,dan DIA ada di ARASY.jd dimanakah sebenarnya DIA ada

  • Ruslianto

    Teringat,…sebuah kliping koran mingguan berita daerah (“Bintang SF”) terbitan Kota Medan,…edisi 9 – 16 Agustus 1991 seorang wartawan mendapat kesempatan berwancara di sebuah masjid/Surau bernama Qutubul Amin Jl.Sei Batuginggging,……. kutipannya sbb:
    ………………Thariqat (ini tentang pengamal thareqat di kota Medan)…
    Ketika dipertanyakan masalah ke-thariqatan Naqsyabandiah Kadirun Yahya, menurut Iskandar (maksudnya Drs.Iskandar Zukkarnaen,SH Anak Prof.DR.H.S.Syeikh Kadirun Yahya Msc) ; masalah ke thariqatan harus dilihat dari akar masa. Tentang thariqat Naqsyabandiah Kadirun Yahya ini, cepat berkembang ( masa itu 10 juta ikhwan) dikarenakan thareqat versi Prof.Kadirun Yahya, diamal kan oleh cerdik cendikiawan dan faktor teknologi yang semangkin canggih,………….dst…………………………………………………………..
    Pembicaraan dengan Iskandar hampir kira-kira satu jam, barulah muncul Prof.DR H.S.Syekh Kadirun Yahya dengan tongkat pendek di tangan, Mengenakan celana putih dan baju bergaris-garis. Tak ketinggalan peci hitam bertengger di kepala dan juga kacamata tebal yang menjadi teman akrabnya untuk melihat,……….Setelah semua ikhwan (istilah bagi teman satu peramalan thareqat) berkumpul,………
    Dengan penuh semangat walaupun usianya sudah mencapai 75 tahun, menjabarkan, kalau islam tidak dikupas secara teknologi, maka bisa jadi islam akan tetap dogmatis.Dan hal ini dapat kita ambil contoh yang paling sederhana, yakni dua ayat yang saling bertenta ngan. Di dalam Al-Quran ada satu ayat yang menyebutkan, bahwa Tuhan itu lebih dekat dengan urat lehermu, sedangkan yang lainnya menyatakan Allah SWT berada di atas aras, sehingga untuk menjang kaunya oleh Rasulullah diperlukan kecepatan yang tak terhingga seperti yang termaktub dalam Al Quran. Timbul pertanyaan, apakah Tuhan yang ada di aras sana sama dengan di dekat leher ini, katanya sambil bertanya. Untuk itu kita harus memahami berapa sebenarnya gelombang,…………..dst…….Sebab kita tidak akan bisa berbicara begitu saja, kalau kita tidak tahu di dalam space mana kita berada,……………….dstnya…………………………………..
    itulah sekelumit kliping tua terbitan KOta Medan 16 Agustus 1991 jika berkenaan Sufi Muda saya kirimi copy-nya (nah alamat pos-nya?)
    Jadi maaf Bg.rahadianto,….klipping tua diatas sudah berumur hampir 20 tahun-yg lalu- dgn membandingkan ungkapan anda diatas dan maaf saya sudah mendengarnya namun saya ta’lah boleh mengata kan telah mengalaminya / mahaminya (Kalau Abu Yazid Al Busthami secara gamblang mengatakan Para Nabi baru sampai dipantai nya sedangkan kami telah masuk dalam samuderanya…?) pula kita menyadari halusnya “ilmu itu” kita pun mengatakan pantainya saja walaupun kita berkata dari dalam Lautan SamuderaNYA.
    Mohon maaf saya pada Yang Sangat Dimuliakan Para Muridnya dan perkenankan pula maaf anda untuk saya….Wassalam

  • Polos

    Benar kah dunia sufi misterius ?
    Ya munkin benar !
    Mengapa misterius ?
    Karena aku memang tolol,yang mempercayai dan meyakini pepatah yg mengatakan
    “semut diserang lautan tampak tp gajah didepan mata tak tampak ”
    Dodolkan aku !?

Tinggalkan Balasan ke ariBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca