anekdot sufi

Anekdot Seputar Emas

Anekdot  emas 1

Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah seorang Sufi agung sekaligus ahli ilmu kimia. Suatu hari beliau memohon kepada Allah swt, agar diberi petunjuk bagaimana besi bisa jadi emas.

Akhirnya mendapatkan Ilham dari Allah, agar membakar besi itu, dan setelah itu dikencingi.
Benar, apa yang terjadi, akhirnya besi itu berubah jadi emas. Tidak jelas, kenapa harus dikencingi dan apa kandungan kencing. Apa hubungan air kecing dengan benda-benda besi dan emas?

Akhirnya Syeikh Abul Hasan bermohon kepada Allah. “Ya Allah kenapa proses ini harus melalui najis?”

Lalu dijawab oleh Allah, swt, “Sesuatu yang kotor, prosesnya lewat jalan yang kotor pula…”.

Akhirnya emas itu dikencingi lagi, dan berubah jadi besi sebagaimana semua.
Emas adalah lambang kemewahan dan harta dunia. Dan dunia itu kotor, maka dilambangkan puila dengan proses najis secara kimiawi.


Anekdot  emas 2

Ada seorang ahli khalwat  di daerah Madura yang luar bisaa. Konon hanya 35 hari sekali keluar. Orang aneh ini, menurut penduduk di sana, pusarnya banyak sekali mengelilingi perutnya.

Yang menjadi masalah, banyak orang menunggu kapan orang tersebut keluar dari tempat khalwatnya. Bukannya orang-orang itu mohon didoakan, tetapi menunggu kapan sosok aneh ini membuang air besar.

Kadang penduduk sekitar sana, melihat kadang-kadang tidak melihat. Kadang sosok aneh ini buang air besar kadang tidak.

Ketika buang air besar mereka berebut mengambil tinjanya. Lho?
Sebab setiap yang keluar dari perutnya itu, bukan berupa tinja kuning seperti layaknya kebanyakan orang. Tetapi yang keluar adalah warna kuning emas, dan kenyataannya adalah emas.

Rupanya orang aneh ini pandai dan arif mendidik masyarakat sekitarnya melalui tinja. Bahwa sehebat-hebat harta dunia yang dilambangkan dengan emas, ternyata nilainya tak lebih dari tinja manusia. Wuiih!


Anekdot  emas 3

Seorang ustadz di pesantren sedang menjelaskan tentang pandangan beberapa mazhab fiqih mengenai perhiasan emas yang dipakai oleh lelaki muslim.
“Menurut Imam Syafi’i seorang laki-laki muslim haram hukumnya memakai perhiasan emas. Namun boleh menurut Imam Maliki….”

Diskusi jadi panjang, ketika muncul pertanyaan bagaimana menurut mazhab syafi’i, lelaki yang menggunakan batu permata seperti berlian yang harganya lebih mahal dari emas, atau menggunakan batu zamrud yang nilainya ratusan juta? Apakah halal atau haram?

Sang Ustadz memberi argumen ngalor ngidul, yang dinilai cukup masuk akal.
Tiba-tiba, seorang gadis dalam arena itu penasaran bertanya?
“Kenapa sih Pak Ustadz, laki-laki tidak boleh menggunakan perhiasan emas, sedangkan kami boleh? Apakah Allah membuat perbedaan gender dalam kasus ini?”
“Ya, memang.…Tapi karena kaum lelaki sudah dipanggil Mas…Mas…Maaaaasss…untuk apa pakai emas segala?”

He he he…Nggak lucu ah!


Anekdot  emas 4

Seorang Kyai Fadlun, dari Jawa Timur, seringkali diomelin oleh isterinya (Ibu Nyai), karena begitu banyak menolong ummat melalaui nasehat dan doa. Dan mereka yang ditolong oleh Kyai itu sukses. Biasanya ketika sukses sudah tidak kembali lagi.

“Pak Yai, kenapa orang-orang yang ditolong pada sukses, tapi kehidupan kita cuma begini-begini saja. Apa tidak punya doa atau apalah yang bisa membuat kita jadi sukses lebih hebat lagi, lebih kaya lagi.

Kenapa mesti orang lain teruuus?” protes Ibu Nyai pada sang Kyai.
Rupanya sang Kyai hanya tersenyum belaka.

“Coba kamu ambil gentheng di rumah kita yang ada dekat wuwungan pojok…” kata Kyai itu.

“ Sebelll akh… Masak minta fasilitas lebih malah disuruh naik gentheng. Nanti apa kata tetangga. Ibu Nyai kok naik-naik wuwungan, lagi nyari apaan tuh.…Nggak lucu akh…”

“Sudahlah..Ikuti saja. Katanya kamu mau minta harta emas berlian.”
Ibu Nyai akhirnya nekad naik gentheng. Dengan bersungut-sungut agar tidak dilihat tetangga, nekad juga akhirnya. Begitu ia dapatkan gentheng itu, ia bolak balik, sembari membatin, apa sih istemewanya gentheng tanah ini?
Setelah tuerun membawa gentheng, ia serahkan benda itu ke suaminya, dengan muka masem.

Genteng itu dipegang oleh Pak Kyai, lalu dibungkus kain. Kemudian Kyai itu memberikan kembali ke isterinya, agar dibuka. Ternyata begitu terjeutnya sang Bu Nyai, gentheng tanah tadi berubah jadi emas semua.

Ibu Nyai kaget bukan main. Dengan muka pucat ia tak bias bicara.

“Kamu pilih mana, nikmat-nikmat Allah disegerakan di dunia, atau nanti di akhirat?”
Ibu Nyai menyadari kesalahannya, dan menangis memohon ampun kepada Allah Ta’ala. Seketika gentheng emas tadi berubah jadi gentheng tanah. Sejak saat itu, ia kapok protes pada suaminya.

Sumber : sufinews.com

34 Comments

  • curious

    kumpulan anekdot yang dalam.

    Apakah bisa dihubungkan dengan istilah: Diam itu EMAS?
    Kenapa emas (harta) dilambangkan sebagai kotoran? Sementara di artikel sebelumnya saya membaca ke Tuhan juga perlu duit. Apakah berarti kita juga perlu mengumpulkan kotoran2 untuk menuju Tuhan yang Maha Bersih?

    Any Answer?

  • coco

    yah si mas … kok masih maenan akal sih…. kalau saya bilang ndak ada Tuhan sampean malah makin bingung….

  • curious

    @coco
    apa koment anda diatas untuk saya? atau untuk tulisan sufimuda?
    However, kalau anda mengatakan ndak ada Tuhan saya bukannya bingung. Kabar cerita kaum atheispun demikian. Malahan saya kasihan sama sampeyan dan kaum atheis itu.

  • aaboed

    mohon ijin komentar;

    kisah itu hanyalah sebuah analogi atau majazi, ibaratnya bahwa sesuatu yang sangat amat bernilai di dunia ini “masih nda ada apa2nya” di hadapan Tuhan.

    baik batu maupun emas terdiri dari atom2 yg sama, molekul2 yg menyusun tubuh kita juga. perbedaannya adalah “susunannya” – atau “frekuensi getarannya”. secara teori, adalah mungkin untuk mengubah batu menjadi emas dan juga sebaliknya, asalkan kita punya “kekuatan” yang dapat mengubah frekuensi getaran molekul masing2 benda.

    sufi itu “mirip” dengan atheis mas…

    bedanya, jika atheis itu keukeuh menolak keberadaan Tuhan, sufi itu keukeuh ingin membuktikan keberadaan Tuhan…kalau bisa harus “melihat” dan “ketemu” sendiri baru bisa Haqqul Yaqin, hehehe….dua sisi mata uang yang sebenarnya berkutat pada satu masalah inti : Tuhan

    Allohu alam bisshowab.

  • curious

    Terima kasih komentarnya aaboed
    Kalau dihadapan Tuhan tentu saja segala sesuatunya menjadi tak bernilai.
    Yang menjadi pertanyaan saya, apakah kita perlu /boleh mengumpulkan segala yang kotor untuk menuju Tuhan? Mungkin jawaban anda nantinya: segala sesuatu di bilas dengan yang Maha Bersih akan bersih pula. Tapi perlu/ boleh atau malah disuruh /wajib mengumpulkan kotoran2 tsb untuk dibawa menuju Allah?

    Hahaha.
    Jawaban abu nawas sepertinya yang anda pakai. MIRIP dengan BEDA sudah jelas gak sama.
    Bagaimana mungkin sufi mirip dengan atheis tapi bedanya jauh, yang satu menolak yang lainnya sangat mengakui.
    Mungkin anda punya maksud lain yang bisa diperjelas buat saya.

    Lalu mengenai … ‘ sufi itu keukeuh ingin membuktikan keberadaan Tuhan…kalau bisa harus “melihat” dan “ketemu” sendiri baru bisa Haqqul Yaqin,….”
    Apakah hanya sufi saja yang begitu? Apakah orang yang bukan sufi berarti tidak berkeinginan atau tidak bisa membuktikan keberadaan Tuhan?
    Dan apakah kalau belum “melihat” dan “ketemu” sendiri belum dikatakan haqqul yaqin?
    Bagaimana dengan orang2 yang mengakui sudah “melihat” dan “bertemu” Tuhan sementara dia bukan termasuk orang sufi?

    • umam

      ahh…santai wae ngono lho…semuanya punya Allah kok diperdebatkan..kita ini kan ga punya apa2 dan ga tau apa2..tugas kita kan cuma ngawulo kok malah jadi ngurusin yang aneh2…nasib kita sendiri dihadapan Allah aja kita ga tau..balikin aja lagi ke Allah oarang tadinya dari Allah sang maha Creator

      • curious

        Mas umam,
        InsyaAllah diskusi kita di blog ini bernuansa santai namun berhikmah.
        Terima kasih sudah mengingatkan bahwa semua adalah milik Allah, kita ga punya apa2 dan ga tau apa2.
        Hanya saja menurut saya, agar saya bisa ngawulo dengan benar, tentunya saya harus jelas tata cara dan tujuannya. Jangan sampai saya bersusah payah didunia berusaha mengabdikan diri kepada Allah eeh, ternyata saya malah dianggap bukan termasuk hambaNya cuma lantaran saya salah mengalamatkan pengabdian saya (kurang lebih demikian yang saya pahami dari berbagai artikel di blog SM ini).
        Dan justru karena saya ga tau nasib saya dihadapanNya kelak lah makanya saya berusaha mencari jalan/cara merubah nasib agar lebih mendekati dengan yang dikehendakiNya.

        Mohon ma’af atas segala kekurangan bahasa saya yang ingin tahu ini…

  • haryantos

    sampeyan ki wong tarekat opo gak? soale nek mbulet nang syare’at karo fiqih thok, mengko gak nyambung2 cak. bedo cabang ilmune yo.

  • Ibnu Turob.

    Thoriqot yo thoriqot kang…. tapi yo ojo ninggal Syari’at…..

    lho kok malah pada ribut sih…
    sebenrnya apasih yang dinamakan Al-Dunya / harta (yang kotor) itu?
    bukankah segala sesuatu yg ada di bawah langit itu disebut Al-Dunya…
    kalo memang begitu, berarti ketika kita beribadah di Masjid yang mewah yang sebagian komponen2nya terbuat dari emas, perak, wa akhowaatiha, itu artinya kita menghadadap kepada Yang Maha Suci ditempat yang maha kotor dong…
    terusss…. kalo seandainya kita tidak boleh membawa “kotoran” untuk menghadap Allah, lalu apakah diri kita ini sudah bersih..???
    sedangkan ibadah kita sendiri..
    sholat kita, dzikir kita, ilmu pengetahuan kita, yang terlihat bersih itu…. akan menjadi kotoran yang sangat menjijikkan kalo hanya untuk kepentingan nafsu kita yang kotor….
    ya nggak, ya nggak….. hehe…
    kalo menurut aku sih…..
    yang kotor itu bukan hartanya, tapi nafsu kita untuk mempunyai harta itulah yang lebih kotor dari harta itu sendiri….

  • Sejuk

    Benda ataupun harta itu tergantung pada pemiliknya, jika pemiliknya orang beriman maka jadilah ia sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, sebaliknya jika pemegangnya tdk beriman maka jadilah kotoran yg selalu mengajak pemiliknya untuk menyombongkan diri, memuaskan nafsu…. Aku yakin maksud anekdot ini semacam nasehat bagi orang2 yg lebih banyak mengingat Emas dari pada mengingat Tuhan….

  • curious

    mas haryantos,
    Sepemahaman saya, Tauhid, fiqih dan tasawuf haruslah sejalan. Syariat, torikoh, hakikat dan makrifat adalah JENJANG, bukan CABANG.
    Bagaimana bisa menginjak ke torikoh dengan kokoh kalau anda melompati syariat? Justru syariat lah yang akan menguatkan langkah kaki kita di alam torikoh.

  • haryantos

    olah roso yo pak. sekolah fisik karo sekolah ruhani ki seje. mengko sampeyan nek wis ketemu guru sejati lak paham dewe. nek awake dewe pengen meguru ruhani yo ruhe sing di enggo.

  • curious

    Mmmm… Betul juga ya pak? Yah Mungkin karena saya dalam pencarian. Mungkin suatu saat saya akan faham.
    Tapi saya yang sekarang kok masih bingung dengan pernyataan anda. Apakah berarti anda tidak mempedulikan jasad anda dan guru anda sama sekali? Yang penting ruhani terawat dan terdidik, jasad arep dieker-eker kucing yo ben. Apakah demikian? Mohon lebih dijelaskan agar mudah saya fahami. Terima kasih banyak sebelumnya.

  • aaboed

    mengenai kotor atau bersih saya cukupkan respon saya, karena jika yang bertanya sudah punya kesimpulan tersendiri, maka tidak ada perlunya dijawab. nanti malahan debat kusir nda karuan…

    mengenai “Haqqul Yaqin” dan perbedaannya dengan Ilmul Yaqin serta Ainul Yaqin, silahkan baca kitab karya Ibnul Qoyyim Al Jauziyah, “Madarijus Salikin” (Tangga menuju Tuhan/Tangga Perjalanan/Tangga bagi Pesuluk).

    secara singkat, menurut analogi saya pribadi perbedaannya ibarat;
    1. ilmul yaqin-> mengetahui keberadaan rasa “pedas” melalui kata-kata orang lain atau bahan tulisan/bacaan
    2. ainal yaqin-> melihat orang makan cabe yang menderita gejala2 “kepedesan”
    3. haqqul yaqin-> merasai rasa “pedas” itu sendiri dengan memberanikan diri makan cabai

    bedanya apa? silahkan direnungkan kembali contoh mengenai rasa “pedas” diatas, dan mari kita – utamanya saya pribadi – menelisik kembali level keimanan kita; apakah kita beriman kepada Alloh karena sekedar “mendengar” mengenai keberadaan Alloh, atau karena apa…

    Allohu alam bisshowab.

  • setuju

    makanya mas jadi orang jangan serius2 biar tuhan itu mau buka hijab hati anda, kalo seriusnya panas2an seperti itu yang ada ya setan to mas. kalo mas mau cari kebenaran yang hakiki ya harus dengan lapang dada, maka segala beban akan berkurang, shg naik derajat anda, oleh karenanya akan ada kemudahan. belajar sam mas sufi muda lak enak, gmn caranya usir setan dari diri kita biar tuhan berkenan sama kita.

  • Isro'

    @aaboed
    sy tertarik penjelasan mas ttg ilmul yakin,ainul yakin dan hakkul yakin tp otak sy masih konslit nih mas.apa sy hrs punya ketiganya atau cukup salah satunya atau salah duanya.trus kalau skiranya kt”pedas” dlm analogi tadi sy ganti dgn kt”mati” apa perlu sampai hakkul yakin.trims

  • lovedeth

    kata mati kayaknya perlu di uji coba biar hakkul yakin, mau coba mati mas? mau ilmul yakin, ainal yakin yang pening jangan berhenti puas disitu saja, sabar dan cari metode biar haqqul yakin leh karenanya wajib. krena ainal dal ilmul yakin hakikatnya masih bohong

  • Isro'

    Mas lovedeth,trmakasih ya penjelasannya.sy br rada ngerti nih.sy itu kpikiran gimana sahabat abubakar kok lgsung hakkulyakin swaktu dksh tau rosulullah bhw bliau br saja dr isro miraj.gitu lho mas.trims

  • aaboed

    dalam pemahaman saya pribadi, ada beberapa jenis ilmu yang tidak mungkin dikuasai jika kita hanya berkutat pada teori-nya thoq; misalnya “ilmu naik sepeda motor”, mohon maaf sebelumnya, sampai kiamat tiba pun jika kita hanya belajar teori tidak akan bisa mengendarai sepeda motor!

    ribuan teori bisa dihafal, namun ada ilmu yang memang “butuh dilatih dan butuh praktek” untuk menguasai ilmu tersebut. seorang teoritisi ilmu renang bisa saja hafal ribuan dalil dan hujjah mengenai ilmu renang, namun apakah ia – tanpa praktek – menguasai “ilmu renang” tersebut, atau, justru, malah akan “mati tenggelam” ketika perahu yang ditumpanginya terbalik?

    kedua contoh ini masih masuk tahapan “ilmu dunia” dan “ilmu zhohir”, belumlah lagi masuk tahapan “ilmu akhirat” dan/atau “ilmu metafisika”! (padahal agama berisikan hal2 metafisika seperti jin, malaikat, surga, neraka, Tuhan, dst dll…dari mana kita tahu bahwa itu benar ada? dari tulisan dan ceramah belaka??)

    dalam pendapat saya pribadi, ilmu thoriqotullah itu “ilmu mati”…artinya ilmu ini berfungsi untuk mewujudkan sabda Rasul SAW “antal maut qoblal maut” (matilah kau sebelum mati) dan juga untuk mempersiapkan diri menjelang kematian yang sudah pasti akan datangnya tersebut…jutaan rupiah dan puluhan tahun kita belanjakan untuk ilmu dunia (hanya untuk sekedar “mencari rezeki dunia” belaka), berapa juta rupiah dan berapa puluh tahun usia kita habiskan untuk tholabul ilmi mempelajari “ilmu mati” yang sudah pasti datangnya itu?

    manusia untuk belajar naik sepeda motor dan bisa berenang saja butuh “guru”, moso’ untuk mempelajari “ilmu kematian” tidak membutuhkan guru?

    mohon maaf atas segala kesalahan, Allohu Alam Bisshowab.

  • Isro'

    @aaboed
    trimkasih pencrahannya mas(guru aja sy pglnya ya?),konslet sy itu sdh mulai terurai.sy itu memang keterlaluan mas,’jalan malam’ kok gak bawa lampu jadinya ya spt itu,dmn ada kilatan cahaya sy ampirin.nah dsni sptnya ada cahaya itu mdh2an gak cpt redup.
    Trus mengenai ‘guru’,klo ‘guru murid’spt gambaran tetangga sebelah(yg menentang thoriqoh/tasawuf),kayaknya gak ada yg mau jd guru sy atau yg mau ngangkat sy jd murid,wong saya itu suka ‘bantahan’ kok.
    Barakallah alaik.

  • curious

    mas aaboed,
    Saya pernah dapet cerita yang menjelaskan bahwa rasanya mati itu seperti ditusuk 1000 pedang. Itu pun rasa mati yang dirasakan nabi/orang sholeh kalau tidak salah. (saya bener2 lupa sumber cerita tsb).
    Bagaimanakah cara mempelajarinya? Adakah guru yang membuka pelajaran ini? Kalau boleh saya tahu, dimanakah tempat prakteknya. Terus terang, kalau langsung praktek saya masih belum siap. Saya mau belajar teorinya dulu.

  • Ibnu Turob

    @curious
    kegiatanku di hari Senin waktu aku masih sekolah.
    jam 07.00 – 08.30 upacara dihalaman sekolah.
    jam 13.00 – 14.00 maen bola dilapangan.
    tapi kenapa ketika upacara berlangsun saya merasa panas matahari begitu menyengat, sedangkan waktu maen bola aku justru tidak terlalu merasakan panasnya matahari…
    kenapa ya mas…??
    apa mungkin karena kecintaanku maen bola itu yang membuat panasnya matahari tidak terasa olehku??
    apa mungkin kematian juga seprti itu ya?

  • curious

    @ibnu Turob,
    Seperti yang saya contohkan diatas, 1000x tusukan pedang adalah rasa sakit yang diterima orang2 sholeh saat kematian menjemput. Saya yakin kecintaan mereka akan kematian sangat jauh melebihi saya. Toh mereka merasakan sakitnya mati.
    Bukankah berarti Secinta apapun kita terhadap kematian, tetap saja sakitnya akan kita rasakan. Seperti sampeyan main bola, tetap saja sengatan matahari terasa di kulit meskipun sampeyan bersikap mengacuhkannya. Bukan sakitnya kematian atau sengatan matahari yang saya pertanyakan (sebab sudah pasti terasa).
    Pertanyaan saya, dimanakah saya bisa mempelajari kematian itu? Apakah ada kurikulum seperti yang di blognya OM-JES ?
    Kalaulah orang sholeh memperoleh 1000x tusukan pedang, katakanlah saya yang jauh dari sholeh ini akan mendapatkan 1000000x nya (saya rasa lebih). Apa yang bisa saya pelajari dari itu?

    SufiMuda, mohon ma’af kalau konteks pertanyaan saya melenceng dari artikel anda. Hanya meneruskan komentar 2 sebelumnya. Thanks.

  • aaboed

    btw, saya ini murid bukan Mursyid. jadi saya ini tidak berhak dan memang tidak boleh menjadi guru. teman diskusi, sahabat sejalan, boleh lah. guru? lebih baik berguru kepada guru saya, profilnya sudah dimuat oleh pemilik website ini.

    setiap diri dari kita sudah ditakdirkan memiliki ‘guru’nya masing2. saran saya, jika anda ragu atau bingung, lebih baik meminta petunjuk kepada Alloh Ta’ala, insyaAlloh, jika kita memang ditakdirkan untuk menempuh ‘jalan’ (thoriqoh) ini, mudah2an dimudahkan untuk bertemu dengan sang guru.

    ‘bantahan’ boleh selama diskusi, namun ketika kita sudah memiliki guru, kata2nya bukanlah bantah membantah melainkan sami’na wa atho’na. kalau mau belajar sepeda motor diskusi melulu, kapan bisanya? lebih baik diam dan turuti instruksi guru kita, lebih efektif dan efisien. nanti jika sudah bisa naik motor, biasanya baru kita diskusi lagi untuk mencari pencerahan. setelah itu? manut lagi, diam lagi, ‘latihan’ lagi, dan lagi, dan lagi, terus menerus…

    @ curious :
    daripada kita berspekulasi mengenai bagaimana rasanya ‘mati’, saran saya adalah untuk mencari guru kematian itu sendiri…seperti saya katakan sebelumnya, tiada guna berspekulasi mengenai teori renang, lebih baik langsung cari guru untuk praktek renang, nanti juga ‘tahu sendiri’. diskusi melulu di pinggir kolam yo kapan iso renange rek’…

  • ajak-ajak

    aaboed,
    “………..daripada kita berspekulasi mengenai bagaimana rasanya ‘mati’, saran saya adalah untuk mencari guru kematian itu sendiri…”

    right, that’s what I’m doing now. jangan sampai kita belajar berenang dengan yang hanya memahami teori renang saja kan?
    Tapi jangan pula belum dikasih tau bagaimana cara berenang yang benar eeeh,, main nyemplung aja.
    Kalau cara berenang yang benar belum didiskusikan (diajarkan), bagaimana bisa praktek berenang dengan benar mas.

    Nah, bagaimanakah cara mati yang benar itu? Kalau belum pernah berdiskusi tentang caranya trus tiba-tiba mati, bagaimana?

  • ajak-ajak

    curious,
    “……. Pertanyaan saya, dimanakah saya bisa mempelajari kematian itu? Apakah ada kurikulum seperti yang di blognya OM-JES ?……”

    Di artikel2 sufimuda sudah banyak informasi tentang caranya bersiap2 mati dan dimana belajarnya.
    Coba dibaca-baca lagi, kalau anda cermat membacanya dijamin anda akan mudah mengetahui cara mati yang benar.
    Atau kalau mau cepat, kirim via email saja ke bang sufimuda di sufimuda@gmail.com

    Kata seorang sufi:
    Ada pertanyaan – pertanyaan yang tidak perlu dijawab, biar kau sendiri yang menemukan jawabannya.

  • Isro'

    @bang SM
    sy itu mrasa dplototin sama bang sm,masuk rumah orang main ‘slonong boiy’aja,permisi bang ya,numpang liat2kamarnya,perabotan kok bagus2,penghuninya pada ramah,sapa tau sy kepincut.
    @aaboed
    trimakasih sdh tdk mau jadi guru sy,mungkin adabnya memang begitu.klo berguru ke gurunya mas,saya malah gak bisa ‘ngeliat’,terlalu’terang’mas.wong muridnya saja saya silau.jadi saya ngangkat diri sendiri jadi muridnya murid saja,gak nyalahinkan?gimana?

    Lalu sy teringat sama alm.tetangga sy yang senengnya jalan dtengah hari bolong,skali waktu sy tanya:
    + mas,sampean jalan panas2an apa gak krasa panas to?
    – ya nggak,wong aku seneng kok.
    + lha kulit sampean sampe item ngelupas,gak krasa?
    – loh gak krasa panas itu gak sama dgn gak panas,ya ini kulit sy item ngelupas karna panas tp saya gak ngerasa.
    + ???
    Akirnya mas ttgga sy itu sering sakit2an,tak datengin krumahnya:
    + mas,sampean udah sring sakit,sapa tau udah mau mati,apa sampean udah blajar teori mati ama guru kmatian,biar sampean matinya enaak gitu.
    – sampean itu loh(matanya mlotot),mati kok makek teori,yang makek teori itu kan cuman Tuhan saja,lah sampean itu prakteknya teori2,nek sampean mau teori ya dari prakteknya teori2,apa sampean udah pernah mati trus bangun lagi trus ngasih teori, gitu?
    + ???? Ya sudaah,gini aja ,nanti klo mas mati,misalnya rasanya gak enak,sakit kayak dtusuk pedang sjuta atau apa,tolong dkasih tau saya ya,tapi klo mati itu enak,sudah ,diem aja.

    eeh gak taunya mas ttgga sy itu mati beneran,tak tunggu sehari,sebulan,setaon gak ada kabarnya,apa mas ttgga sy itu matinya enak ya?
    penasaran sy samperin kuburnya:
    + assalaamu’alaikum ahladdiyar
    dijawabnya ‘wa’alaikum salaam’,tapi sy gak kedengeran.
    + gimana rasanya mati mas,opoyo enak,kok gak ngasih kabar?
    dijawabnya juga,tapi sy tetep gak kdengeran.
    Walaaah.

  • aaboed

    @ isro:
    maaf, saya pribadi merasa diri belum tentu selamat, belum bisa memberi tahu kepada orang lain caranya selamat bagaimana…

    lagipula ini adalah “rumah”nya kang sufi muda, saya pribadi hanya numpang lewat, numpang kasih koment belaka yang belum tentu benar. mungkin ada baiknya ente ber-japri dengan kang sufimuda, siapa tahu beliau berkenan memberikan pencerahan. saya percaya bahwasanya jika dirunut, kami ini masih “satu guru satu ilmu”.

    silau mas? kata siapa? mentang2 kepala saya botak ya, hehehe…

    mohon maaf atas segala kesalahan, Allohu Alam Bisshowab.

    barokallohu fii kum.

  • LoE_Q

    OK rek………………….
    semua bener,,,,,,,,
    back2Allah………….semua!!!!!

    heheheh maap
    cari ilmu > amalkan > pasarahkan “U/melihat Hikmah” setelah beramal…………

    Allahu Haq

  • Ruslianto

    ‘kan (masih) hUmOr sUfI ;
    BEGITULAH CARA ALLAH MEMBAGI :

    Suatu hari empat orang murid (Mulah) Nasrudin mendapat hadiah sekantung besar permen. Mereka berbondong mendatangi Nasrudin dan meminta untuk membagikan permen itu secara adil.

    “Baiklah” kata Nasrudin, “Tetapi mana yang kalian pilih, pembagian dengan cara Allah atau pembagian dengan cara manusia ?”‘ tanya Nasrudin kepada muridnya.
    “Dengan cara Allah tentu saja”‘ jawab murid-muridnya spontan.

    Nasrudin pun membuka kantung permen itu dan memberikan dua genggam permen kepada seorang muridnya, satu genggam permen kepada yang lain, hanya dua butir permen pada murid yang lain pula dan murid yang keempat tak mendapat satupun.

    “Pembagian macam apa ini ?”,.. murid-muridnya bertanya dengan heran, “Begitulah cara Allah membagi, Dia memberikan seseorang dengan berlimpah, yang lainnya sedikit dan ada yang tak mendapat apa pun. Jika tadi kalian memintaku membagi permen itu dengan cara manusia, tentu aku membagikannya dengan jumlah yang sama pada setiap orang”‘ jawab Nasrudin.

    Wass.

Tinggalkan Balasan ke RinduBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca