Pemimpin Yang Ideal Dalam Islam
T. Muhammad Jafar**
Islam adalah agama yang hadir sebagai rahmat bagi semesta alam. Pada awal kehadirannya Islam adalah agama yang menentang segala bentuk diskriminasi, eksploitasi manusia dan perendahan martabat kemanusiaan, oleh karena itu salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah pembebasan manusia secara utuh sebagai makhluk terbaik diantara berbagai elemen kehidupan yang lain. Kepemimpinan adalah penopang utama berjalannya sebuah mekanisme atau sistem pemenuhan segala kebaikan, kemaslahatan, kemakmuran dan kesejahteraan manusia tersebut. Kepemimpinan dalam Islam adalah sebuah hal yang sangat penting dan dijaga eksistensi serta keberlansungannya dan pemimpin menempati posisi yang strategis, yang disebut dengan “Ulil Amri”, dimana rakyat dituntut ketataannya kepada “Ulil Amri” tersebut.
Pemimpin adalah figur, sosok yang paling sentral dari berjalannya mekanisme pelayanan bagi kesejahteraan dan keamanan manusia. Pemimpin dalam Islam ibarat Causa Prima (penggerak Utama) agar yang lain bergerak dalam ritme kesesuaian dan keharmonisan tanggung jawab untuk menjaga keamanan manusia dan memenuhi kesejahteraan. Dalam konsep Islam, Kepemimpinan bukanlah sesuatu yang secara sembarangan bisa diambil oleh siapa saja, ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang pemimpin, diantara hal terpenting adalah :
- Kepemimpinan merupakan perwakilan dari aspek metafisika ketuhanan, artinya, bahwa kepemimpinan adalah hanya sebuah “kuasa yang diwakilkan”, bukan sebuah kemutlakan kuasa yang tanpa batas. Hal ini dapat dipahami sebagai sebuah panduan untuk menghindari sifat otoriter dari seorang pemimpin.
- Tidak meminta-minta jabatan, apalagi dengan menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Pemimpin yang meminta-minta jabatan, maka dia tidak akan pernah bisa mandiri, karena akan selalu dikendalikan oleh berbagai kepentingan saling menguntungkan diantara segelintir orang dan akan berpotensi besar mengabaikan hak-hak orang banyak.
- Kemandirian, kemandirian terkait dengan aspek otonom dan merdeka dari seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang merdeka, pasti akan selalu bertanggung jawab terhadap perilakunya, tidak akan bisa dikendalikan oleh pengaruh-pengaruh yang tidak baik diluar dirinya.
- Pemimpin tersebut telah selesai dengan dirinya sendiri, artinya pemimpin tidak tersebut tidak punya keinginan lain selain untuk melayani dan mengayomi rakyatnya. Fungsi dan tugas utama kepemimpinan adalah “melayani”, bukan untuk mencari kekayaan, menumpuk-numpuk kekayaan dan bermewah-mewahana secara berlebihan. Karena jika seorang pemimpin mencari kekayaan dalam kepemimpinannya, maka hakikat “amanah” telah hilang dari seorang pemimpin, karena dia hanya menjadikan amanah yang diberikan kepadanya sebagai alat saja. konsep idealnya, tidak boleh menjadikan kepercayaan yang diberikan kepada seorang pemimpin hanya sebagai alat saja, tetapi yang sebenarnya adalah menjadikan “kepercayaan” yang diberikan sebagai tujuan untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan kepada semua manusia.
- Pemimpin bukanlah milik kelompok, milik agama tertentu dan milik daerah tertentu, ketika menjadi seorang pemimpin, maka dia adalah milik semua dan bertugas untuk memberikan kesejahteraan kepada semua. Jika pemimpin hanya menjadikan dan memposisikan dirinya sebagai milik golongan tertentu dan agama tertentu, maka pemimpin tersebut telah melakukan sebuah “dosa sejarah yang sangat besar” karena dengan kepemimpinannya tersebut telah menghilangkan esensi Islam sebagai “Rahmatan Lil’alamin.
Poin penting yang sangat ditekankan oleh Islam terkait kepemimpinan, bahwa orientasi kepemimpinan bukanlah sebuah kekuasaan, melainkan “amanah untuk melayani”, kepemimpinan yang tidak melayani adalah penguasa, bukan pemimpin. Aspek keteladanan menduduki titik sentral dalam kharisma seorang pemimpin. Jika seorang pemimpin mempunyai attitude yang baik, maka sekelilingnya juga akan baik, jika seorang pemimpin jujur, maka disekelilingnya juga akan jujur, maka demikian sebaliknya, jika seorang pemimpin tidak jujur, maka sekelilingnya juga tidak akan jujur, dan sudah pasti korupsi, penyalah gunaan wewenang akan terjadi. Ini adalah sebuah hukum pasti, karena secara rasional, pemimpin adalah “gerak utama” yang akan mempengaruhi gerak-gerak yang lain.
Diatas itu semua, konsep ideal pemimpin dalam Islam adalah sebuah posisi yang diisi oleh manusia-manusia paripurna, manusia-manusia yang tercerahkan, seorang pemimpin yang telah tercerahkan, maka pasti akan membwa pencerahan kepada seluruh rakyatnya. Dalam hal ini, spiritualitas menduduki posisi penting dalam mengontrol mekanisme kepemimpinan, seorang pemimpin yang punya nilai spiritual yang tinggi, pasti akan terus tercerahkan, karena spiritualitas adalah titik kontrol paling efektif dalam memberikan pelayanan kepada rakyat, spiritualitas bagi seorang pemimpin akan memandu seorang pemimpin untuk terus melihat keadaan rakyatnya dengan “kasih-sayang”, bukan dengan “keibaan dan rasa kasihan”, karena jika melihat rakyatnya dengan “keibaan”, maka tidak ada unsur kesetaraan diantara sesama manusia.
Semoga bermanfaat.
**Penulis adalah Pemikir Filsafat Politik, Alumnus Pemikiran dalam Islam Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh
One Comment
RUDIYANTO
TRIMS bg SM, salam dari borneo