Cerita Sufi

BUAH MANGGIS

Seorang turis dari Siberia, sebuah daerah dekat kutub utara berkunjung ke Indonesia dalam rangka mengisi masa liburannya. Ini kunjungan pertama kali dia ke luar negeri, dan negara yang ingin dikunjunginya adalah daerah tropis yang terletak di khatulistiwa dengan ciri khas mengalami musim panas sepanjang tahun dan tentu amat berbeda sekali dengan negeri asalnya yang sepanjang tahun diliputi musim dingin.

Sebelum berkunjung ke Indonesia dia sudah mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan Indonesia, seluruh pengetahuan tentang Indonesia, baik karakteristik masyarakatnya yang ramah tamah, makanan khas serta berbagai jenis buah-buahan dipelajari dengan sempurna, tentu dia sudah merasa yakin sekali pengetahuan tentang Indonesia sudah sangat sempurna menurut dia.

Salah satu yang membuat dia penasaran dan ingin sekali menikmatinya adalah buah manggis yang diceritakan sebagai buah amat manis rasanya, berbuah sepanjang tahun tanpa mengenal musim, bentuknya seperti buah apel namun manisnya beratus kali lipat lebih manis dari apel.

Dia menginap di sebuah hotel, hari pertama kedatangannya langsung memesan sekeranjang buah manggis kepada pelayan hotel, setelah menerima pesanannya kemudian dia bertanya kepada pelayan hotel:

“Benar ini buah manggis yang terkenal sangat manis itu?”,

“Benar tuan, inilah buah manggis” jawab pelayan hotel.

Kemudian turis tadi membawa buah manggis itu ke kamarnya, dengan tidak sabar langsung dia memakan buah manggis seperti memakan buah apel, yang dimakan adalah kulitnya, dan tentu saja sangat pahit rasanya, dia langsung memuntahkannya. Kemudian dia panggil pelayan hotel, sambil marah-marah: “anda telah menipu saya, ini bukan buah manggis”

Dengan gugup pelayan hotel menjawab: “benar tuan, inilah buah manggis, kenapa tuan ragu?”

Dengan wajah kesal turis itu berkata: “Kalau benar ini buah manggis, berarti penipu semua orang Indonesia, penipu profesor yang ngarang buku tentang manggis, katanya manis dan enak, ini kok pahit?”

“gimana cara tuan memakannya?”

“Ya seperti makan buah apel, saya cuci langsung dimakan, memangnya kenapa?”

Pelayan hotel senyum-senyum, “Bukan begitu tuan, buah manggis tidak sama dengan buah apel, jangan tuan makan kulitnya, yang dimakan itu isi dalamnya”

Pelayan hotel memberikan contoh cara makan manggis, dan sang turis mencontohnya, setelah buah manggis dimakan dengan cara yang benar maka dia barkata, : “Luar biasa, ternyata buah manggis itu memang benar-benar sangat manis dan enak”

Cerita di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa pengetahuan tentang sesuatu tidak lah cukup hanya dengan membaca, terkadang apa yang kita baca berbeda dengan kenyataan. Makan buah manggis yang terkenal manis  kalau tidak tahu caranya malah jadi pahit, lalu bagaimana dengan beragama kalau hanya “makan” kulitnya?

Allah SWT berfirman, “Banyak orang berpuasa hanya mendapat lapar dan dahaga”, padahal orang berpuasa dua kenikmatan yang diberikan oleh Allah yaitu saat berbuka dan berjumpa dengan Tuhannya sebagai kenikmatan yang tiada bandingannya (bagi yang tidak yakin Tuhan bisa dijumpai di dunia sudah pasti hanya dapat nikmat berbuka aja), atau ancaman Neraka Wail bagi orang yang lalai dalam shalat, padahal shalat adalah media dialog yang sangat khusus dengan Tuhan, lewat shalat lah kita bisa mengakrabkan diri dengan-Nya,  tapi justru menjadi bala/neraka karena tidak tahu metode yang tepat.

Sudah saatnya kita memperbaiki cara makan buah manggis, jangan terlalu asik dengan keindahan kulit, tujuan kulit itu tidak lain untuk membungkus isi yang sangat berharga, kalau anda tetap juga makan kulitnya jangan salahkan sufimuda kalau semakin anda makan semakin terasa pahit, pening, susah, gundah, takut, de el el,  he he he

24 Comments

  • Aykal Alex

    iya nih, kalo ngak tau cara makan buah manggis dengan metode yang benar ya kenalah rasa pahit dari kulit manggis…
    he… he….
    MANTAP…

  • yudistira

    yap………….benar tuh……

    ya ……… gitu deh kalau jadi turis tanpa guide, ndak ada yang jelasin dan yang beri keterangan tentang apa yang dibacanya, jadi dipakainya aja pemahaman dia sendiri bagaimana cara memakan buah manggis.
    ya rasanya pahit lah……..

    sama juga hasilnya…………………….. bagi orang yang belajar tentang ilmu keTUhanan tanpa ada yang membimbingnya,
    jadi dapat ilmu agama yang pahitnya………
    bukan manisnya berTUHAN yang dia dapatkan.

    peace:-)

  • hamba'79

    namanya juga turis…
    sok gaya..
    sok tau..
    sok pintar..
    sok paham…
    padahal NOL BESAR…

    sama dengan…Orang Merasa…

    Sok kenal ama Tuhan..
    Sok Tau tentang Tuhan…
    Sok Pintar gmana Tuhan..
    Sok Paham mengenai Tuhan…
    padahal NOL BESAR…

  • moonlight

    hmmm… iya juga ya..
    ulasan sufimuda sangat masuk akal..
    (smbil manggut-manggut nih..)
    tapi.. klo uda tau cara makan nya,
    trus uda abis dimakan buahnya,
    apa kulitnya dibuang begitu aja?

  • sufimuda

    masalah kulitnya mau disimpan atau dibuang terserah amat moonlight aja, yang jelas kulitnya sangat berguna untuk orang yang baru kenal manggis, kalau kepada orang awam diberikan isi manggis tanpa kulitnya ntar dia gak percaya itu manggis, manggis dan bengkuang gak ada bedanya lho, sama2 putih 😀

    Perumpamaan lain syariat dengan hakikat ibarat rumah dengan permata yang tersimpan dalam rumah (kisah Nabi Musa dengan Nabi Khidir), rumah tetap diperlukan sebagai pelindung permata yang sangat berharga.
    Kalau tidak ada rumah maka permata akan dicuri oleh orang yang tidak berhak

  • awe

    Buah Manggis dari mentawai…
    Mentawai nyebrang ke negri orang…

    Buah manggis rasa aduhai….
    kalaulah tau cara makannya…

  • Rofiq

    Untung aja buah manggis……. Gimana kalo durian ?
    Kadang2 kita belajar Ilmu itu hanya dari “Katanya” apa lagi kalo “katanya” si Abu…… konotasinya Pasti benar, apalagi ditambah si Abu…… itu tamatan sekolah (mending kalo tamat) Arab. wahhhhh…… yang lain pasti Bid’ah, Kafir, neraka, tidak masuk surga, murtad….. dll. kaya dia aja yang pegang kunci akherat.
    Ganyang Terussssss……. Wahaby.

  • Manto

    Buah manggis ..aku kayaknya belum pernah makan tuh. Tapi aku setuju banget isarat dgn buah manggis. Kalau sunan kalijaga dengan isarat buah kelapa karena ada 4 tingkatan termasuk janur( sejatining nur ) .salam kenal aja

  • sufimuda

    Buah manggis menggambarkan pemahaman agama syariat dan hakikat, untuk bisa memahami agama dengan sebanarnya orang harus masuk kedalam hakikat, baru bisa menikmati manisnya iman dan Islam.

    Benar mas manto, cerita kelapa sering kali dipakai sebagai permisalan untuk menggambarkan tingkatan dalam agama (Syariat, thariqat, hakikat dan makrifat).
    Saya baru tahu kalau asal mula cerita kelapa itu dari Sunan Kalijaga, cerita itu sudah beredar dikalangan pengamal thariqat. Trimakasih atas infonya.
    Guru Mursyid saya sering cerita tantang kelapa, Beliau berkata :
    Sepet/sabut kelapa sebagian dari kelapa tapi tidak ada santan disana..
    Batok kelapa yang keras sebagian dari kelapa tapi juga tidak ada santan disana….
    Santan cepat sekali busuk, harus diproses jadi minyak…
    Kalau sudah menjadi minyak, ikan setengah busuk di goreng jadi wangi…
    Roh yang telah “diproses” mendapat sentuhan Nur Ilahi bisa membersihkan ruh yang kotor…

    Untuk bisa menjadi minyak yang tidak akan busuk (abadi), harus diproses menggunakan Teknologi/metode/thariqat yang benar dan tepat.

    Demikian Mas Manto, trimakasih atas kunjungannya, salam kenal kembali

  • mamo cemani gombong

    buah manggis buah kedondong …………lagi nangis lagi dong …….aku juga baru mengenal kulit manggis ..padahal dah mulai tua…..yaa Alloh …..jangan lah aku Kau jadikan termasuk orang yang buta di dunia danakhirat … Amiin

  • gionadadidalamtiada@yahoo.co.id

    metode thariqat yang bener caranya gimana?
    boleh nggak mimta dikit tips nya,yang bisa di amalkan di mana aja?
    tenks….?

  • Emre_el_ilah

    Itulah sebabnya Nabi bersabda: awwalud-din ma’rifatulloh…bkn awwaludin salat,zakat,haji,puasa dll klo tdk kenal Tuhan ibarat anak panah yg dilepaskan tp tdk mengenai sasaran…jazakalloh khoiron kasiron!

Tinggalkan Balasan ke mamo cemani gombongBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca