Syariat (Fiqih)

ISLAM BERLAPIS

Begitu sederhananya agama Islam hanya dengan berikrar lewat ucapan tentang Allah Yang Esa dan Muhammad sebagai Rasul-Nya maka seseorang sudah diakui menjadi orang Islam, itulah Kalimah Syahadat, kalimat begitu pendek yang membedakan seorang itu kafir atau Islam. Selanjutnya bagi orang yang sudah memilih Islam sebagai agama melengkapinya dengan melaksanakan kewajiban pokok di dalam Islam yang di himpun di dalam rukun Islam yang hanya 5 perkara.

Rukun Islam hanya menilai gerak zahir dari seseorang apakah dia sudah Islam atau tidak, maka untuk mengukur kadar keyakinan diperlukan alat lain yaitu rukun Iman. Ada 6 hal yang harus diyakini di dalam Islam mulai percaya kepada Allah sampai percaya kepada Hari Akhir, Kadar dan Takdir. Rukun Iman inilah menjadi dasar akidah atau dasar keyakinan dari umat Islam agar tidak terjadi penyimpangan.Maka seorang yang terlahir dalam keluarga muslim, sejak kecil sudah diajarkan ibadah-ibadah dasar di dalam Islam. Anak kecil sudah dibiasakan untuk bersyadahat, melaksanakan shalat 5 waktu dan shalat sunnat, berpuasa di bulan Ramadhan, membayar zakat ketika dia sudah berpenghasilan dan menunaikan ibadah haji ketika sudah dewasa dan memiliki kemampuan.

Ibadah-ibadah yang dilaksanakan sejak kecil itu kemudian menjadi kebiasaan yang terbawa sampai dewasa namun sebagian besar ummat Islam tidak lagi mempertanyakan tentang kualitas ibadah yang dilakukan. Semua orang Islam pasti sangat mahir mengucapkan kalimah syahadah karena memang diucapkan setiap hari di dalam shalatnya. Namun sedikit sekali yang mempertanyakan kualitas dari kalimah syahadahnya. Orang tidak lagi bertanya dengan kritis kenapa ucapan “Allah” yang keluar dari mulut Nabi Muhammad SAW ketika pedang dihunuskan kepada Beliau membuat pedang itu jatuh ke tanah dan musuh gemetaran. Apa rukun syarat yang dilakukan Nabi sehingga ucapan “Allah” yang keluar dari mulut Beliau berkualitas luar biasa, menembus ke dalam sanubari orang yang mendengarkan.

Belum lagi kita bahas tentang “Syahadah” dalam arti yang lebih dalam dimana seorang harus sudah sampai ke tahap penyaksian akan Keagungan Allah, barulah mulutnya bisa berucap bahwa tiada Tuhan selain Allah karena memang sudah sampai di alam Rabbani dan juga ruhaninya telah berjumpa dengan Sang Rasul barulah dia dengan penuh keyakinan mengucapkan “Aku telah menyaksikan bahwa Muhammad utusan Allah”. Bersaksi harus pada tahap kita benar-benar telah menyaksikan sehingga kesaksian kita tidak palsu atau tahap berpura-pura menyaksikan.

Seorang anak perempuan ketika kecil senang bermain boneka dan menyebut boneka itu sebagai anaknya. Di asuh, diberi makan dan diberi tempat tidur dan boneka tersebut diyakini sebagai anaknya. Tentu saja anak kecil tidak tahu dari mana asal usul seseorang mendapatkan anak, harus menikah dan harus melahirkan. Ketika dewasa dan sudah tahu tentang alat reproduksi manusia barulah pengetahuan dia tentang anak berubah sepenuhnya, ketika menikah dan memiliki anak kemudian seorang perempuan mencapai puncak, dia sudah benar-benar menjadi seorang Ibu, menyayangi anak dengan sepenuh hati, sangat berbeda dengan kondisi ketika dia masih kecil dengan boneka imutnya yang disangka anaknya.

Jika agama begitu mulia ini mengharuskan Allah mengutus langsung seorang yang sangat dipercaya dan sangat dekat untuk membawa ajarannya, tentu agama itu sangat hebat, tinggi dan luar biasa. Karena luar biasa apakah pernah anda berfikir dengan kritis apakah pelaksanaan ajaran agama yang selama ini dilaksanakan sudah sesuai dengan yang dilaksanakan oleh Rasul? Apakah sudah hadir rasa di dalam hati sebagaimana rasa itu hadir di dalam diri Rasul? Atau jangan-jangan kita masih seperti tahap anak kecil yang bermain dengan boneka yang diyakini itu sebagai anak bayi. Artinya Islam kita masih tahap latihan belum mencapai ke tahap spiritual yang telah dialami oleh Rasulullah dan para sahabatnya.

Salah satu alasan kenapa Allah mengutus Rasul untuk mengajarkan Islam karena agama ini memang sangat luar biasa tinggi dan hebatnya. Mengandung unsur zahir (syariat) yang sempurna dan mengandung unsur bathin (hakikat) yang sempurna pula. Ibarat sebuah rumus yang ditemukan oleh seorang Profesor yang berlaku universal, siapapun yang memakai rumus itu akan memberikan hasil yang sama dengan penemunya tentu setelah memenuhi rukun dan syaratnya.

Jika dalam melaksanakan ajaran Islam RASA yang kita dapatkan tidak sama dengan RASA yang dialami oleh Nabi dan para sahabatNya, hasilnya juga tidak sama dengan hasil mereka, barangkali kita baru sampai ke tahap ber “pura-pura” beragama sebagaimana anak perempuan yang berpura-pura boneka sebagai anaknya.

Ketika menyadari bahwa agama Islam itu sangat luas dan mempunyai lapisan-lapisan yang begitu banyak maka muncullah rasa rendah hati kita untuk terus belajar dan belajar sampai ketahap sempurna di dalam beragama. Kita tidak lagi sekedar menghapal rukun Iman tapi cahaya Iman itu hadir di hati kita tentu setelah mengalami penyaksian secara NYATA…..

Tulisan ini akan kami lanjutkan di lain kesempatan, sMoga bermanfaat…

5 Comments

Tinggalkan Balasan ke BaNi MusTajaBBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca