Motivasi,  Nasehat,  Tasauf

MELAWAN EGO MENUJU CINTA (3)

Hanya hati manusia yang senantiasa disinari cahaya-Nya bisa merasakan kehadiran-Nya dalam setiap gerak, dalam sadar maupun tidak sadar, dalam terjaga maupun dalam tertidur. Allah kemudian melimpahkan rasa cinta kehati hamba-Nya yang telah bersungguh-sungguh melawan diri-Nya dan memenangkan perintah Allah. Ketika Cinta Allah hadir di dalam hati manusia maka laksana surga abadi hadir di hati nya sapanjang masa.

Cinta itu pula yang membuat Nabi sangat bersabar menghadapi hinaan dan cacian kaumnya, semangat melewati masa masa sulit ketika awal berdakwah. Cinta itu pula membuat seorang hamba dengan penuh gairah melewati malam-malam panjang dengan ibadah.

Cinta kepada Allah yang terlimpah ke dalam hati kemudian mengalir tanpa putus kepada orang-orang sekitarnya dan orang pun merasakan kebahagiaan hanya dengan melihat wajahnya. Maka Rasulullah SAW menggambarkan orang-orang ini sebagai sebaik-baik manusia.

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik hamba di kalangan umat ini adalah yang apabila mereka dilihat maka Allah SWT diingat” (al-Khara-ithi dalam Masawi’ al-Akhlaq.)

Dalam hadist lain disebut mereka apabila namanya disebut maka Allah ikut disebut bersamanya dan sebaliknya. Begitu luar biasa Manusia yang sudah lebur di dalam cinta Allah, sehingga antara yang mencintai dengan yang dicintai tidak lagi berjarak itulah sebab Nama dan Wajah telah bisa mewakili yang cintainya.

Atas alasan ini pula Nabi Bersabda: “Barangsiapa memuliakan orang alim maka ia memuliakan aku, barangsiapa memuliakan aku maka ia memuliakan Allah, dan barangsiapa memuliakan Allah maka tempat kembalinya adalah surga.” (Kitab Lubabul Hadits)

Untuk bisa mencapai Maqam Cinta ini tidak dengan serta merta. Tidak akan mungkin kita bisa mencintai Allah hanya bermodal dengan Syariat saja. Bahkan kita tidak akan bisa mencintai dengan benar dan sepenuh hati Rasulullah SAW hanya bermodal dengan membaca kisah dan membaca hadist-hadist Beliau. Cinta tidak akan bisa diwakili oleh kata-kata dan syarat untuk mencintai adalah MENGENAL.

Untuk mencintai Rasul maka ruhani kita harus bertemu dengan Rasul, mendapat kontak dan senantiasa berjumpa barulah tumbuh rasa cinta yang sejati. Ibarat manusia ketika kecil tidak akan pernah muncul rasa cinta kepada lawan jenis sampai akil baliq dan cinta atau rasa suka itu muncul dengan sendirinya. Begitulah permisalan cinta kita kepada Allah, akan hadir dan muncul setelah kita benar-benar mengenal-Nya, kemudian dia titipkan RASA cinta itu dalam hati sehingga kita menjadi Mabuk Cinta.

Mabuk Cinta itu yang membuat Rasulullah SAW disuatu malam tidak lagi mengenal Aisyah sang istri walaupun diperkenalkan berulang kali. Kondisi ini yang dialami Para Sufi dan kemudian ditulis di dalam kitab-kitab tasawuf klasik. Membaca kitab itu tidak akan membawa kita kepada kondisi CINTA, hanya lewat bimbingan itu bisa tercapai.

Rabi’ah Al-Adawiyah adalah orang pertama yang mengemukakan konsep Mahabbah (Cinta) dalam hubungan manusia dengan Allah. Cinta adalah kondisi diatas pengharapan terhadap Surga dan Kondisi ketakutan terhadap Neraka.

Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cinta-Mu Hingga tak ada satupun yang mengganguku dalam jumpa-Mu Tuhanku, bintang gemintang berkelip-kelip Manusia terlena dalam buai tidur lelap Pintu pintu istana pun telah rapat Tuhanku, demikian malam pun berlalau Dan inilah siang datang menjelang Aku menjadi resah gelisah Apakah persembahan malamku, Engkau terima Hingga aku berhak mereguk bahagia Ataukah itu Kau tolak, hingga aku dihimpit duka, Demi kemahakuasaan-Mu Inilah yang akan selalau ku lakukan Selama Kau beri aku kehidupan Demi kemanusian-Mu, Andai Kau usir aku dari pintu-Mu Aku tak akan pergi berlalu Karena cintaku pada-Mu sepenuh kalbu

Rabi’ah tidak lagi mencari apapun selain yang di cintai yaitu Tuhannya..

Ya Allah, apa pun yang akan Engkau Karuniakan kepadaku di dunia ini, Berikanlah kepada musuh-musuh-Mu Dan apa pun yang akan Engkau Karuniakan kepadaku di akhirat nanti, Berikanlah kepada sahabat-sahabat-Mu Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku.

Maka ketika sudah sampai ketahap Cinta aturan-aturan tidak lagi mempengaruhinya. Dia sudah tidak lagi termotivasi oleh apapun, baik reward maupun Punisment karena itu semua sudah dilewatinya. Dia tidak lagi menghitung amalan karena semuanya sudah diserahkan kepada Kekasih-Nya. Kondisi ini yang membuat Mansur al-Halaj berucap, “Hidup dan Mati sama bagiku”. Kehidupan dan kematian pun tidak lagi mempengaruhi seorang Pecinta apalagi hanya sekedar sakit. Kondisi inilah yang menggambarkan betapa luar biasa Nabi Ayyub yang tidak pernah meminta kesembuhan atas sakitnya sampai Allah sendiri berkenan mengangkat penyakit dari tubuhnya.

Maka akan aneh jika ada tuduhan kepada Para Sufi meninggalkan syariat atau melanggar syariat. Bagaimana dia mau melanggar aturan Sang Kekasih? Atau barangkali definisi syariat itu sudah berbeda?. Seorang yang berada dalam tahap awal memang melihat dengan hitam putih (salah benar). Orang yang fokus kepada hukum akan sibuk melihat kesalahan-kesalahan, lalai dengan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi diluar dirinya sampai dia memasuki tarekat baru dia sibuk membenahi dirinya.

Maka satu hal yang menarik dikalangan Tarekat itu adalah mereka jarang sekali membicarakan kebaikan-kebaikannya sendiri, tapi menceritakan keburukan yang pernah dilakukan ketika dia sebelum bertaubat (menekuni tarekat). Orang dengan linangan air mata menceritakan bagaimana dia sangat kasar kepada Ibunya, juga dengan penuh penyesalahan selama ini sering menyusahkan orang dalam segala bentuk. Maka orang tarekat itu mempunya ciri sibuk memperbaiki dirinya dan berusaha menghiasi diri dengan kebaikan-kebaikan.

Orang yang menekuni tarekat adalah orang yang memulai perjalanan dengan Taubat kemudian berjuang melawan dirinya sendiri sampai dia mengenal Allah dan kemudian sampai dia kepada Maqam Mahabah, Cinta Kepada Allah SWT. Cinta itu yang membuat dia fana kepada Allah, hilang dirinya bersama Kemahabesaran Allah SWT. Bersama dengan kekasih dalam segala dimensi, di segala alam dari dunia sampai ke akhirat.

Demikian, tulisan tentang “Melawan Ego” saya cukupkan disini dulu mudah-mudahan dilain kesempatan akan saya lanjutkan bisa dengan Judul yang sama atau judul yang berbeda.

sMoga Bermanfaat…

6 Comments

  • hokage

    Ternyata benar ada nya, logika dari bersaksi itu harus melihat suatu kejadian atau melihat sendiri….jika dikaitkan dengan syahadat…..jika belum bertemu maka syahadatnya….

  • Ruslianto

    Tulisan tentang melawan ego, sungguh menarik,.. Teringat doeloe Senior berkata, : Usahakan isteri atau pasangan hidupmu “masuk( kan) tharekat” juga, sebab beberapa pengalaman, ..ego setan yang selama ini bersemayam dalam hatimu, mulai kepanasan dengan dzikirmu, dan mulai menyeberang dan berkalobrasi dengan ego setan yang pada isterimu intinya menimbulkan kericuhan dan ketidak nyaman dalam hubungan keharmonisan …. ujung ujungnya mengganggu dzikirmu pada Allah…. ”
    Sesungguhnya “setan” itu sangatlah halus cara menggelincirkan manusia untuk lalai mengingat Allah ( Al Qur’an)

    Wassallam, semoga masih nyambung ya Bg.SM.

Tinggalkan Balasan ke muhammadhuaainiBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca