Tasauf

Aidit…Saya Pemburunya!

Di pagi nan cerah sekitar tahun 1965, D.N Aidit pimpinan PKI sedang duduk santai di beranda rumah dinas Gubernur Sumatera Utara dalam rangka kunjungannya ke daerah. Saat itu tentu saja PKI sedang jaya-jayanya dan umat Islam khususnya ulama menjadi kelompok yang dianggap musuh. Dalam berbagai kesempatan tokoh-tokoh PKI selalu menyerang ummat Islam baik secara fisik maupun ucapan. “Anak Pak Haji Main Judi!” begitu guyonan dan ejekan orang-orang PKI dan mereka menjadikan ulama sebagai bahan ledekan, tidak ada rasa takut sedikitpun. Bahkan orang-orang PKI menjadikan Tuhan sebagai bahan guyonannya.

Pagi itu bersama D.N Aidit hadir pula tokoh tokoh lain salah satunya adalah Ayahanda Prof. Dr. Kadirun Yahya. MA. M.Sc, seorang ulama sufi sekaligus sebagai perwira angkatan darat. Beliau juga gerah dengan tingkah PKI yang selalu menyerang ulama dalam setiap kesempatan. Beliau berkata kepada Aidit, “Aidit… saya punya cerita menarik, anda mau dengarkan?”. Aidit mengubah posisi duduk dari santai menjadi serius, “Silahkan, saya dengarkan dengan senang hati”.

“Zaman dahulu binantang bisa ngomong, terjadilah dialog antara Babi dan Kancil” Ayahanda Prof. Dr. Kadirun Yahya. MA. M.Sc mulai bercerita dan Aidit mendengarkan dengan seksama.

Berkata dengan sombong Babi kepada Kancil.

“Hai kancil, kenapa semua hewan di hutan takut dengan manusia, apa sich hebatnya manusia itu?” Tanya Babi

Kancil, “Betul Babi, menusia itu hebat dan semua mengakui kehebatan manusia”

Babi, “Saya tidak percaya kancil, saya mau lawan manusia untuk membuktikannya”

Kancil, “Jangan kau lawan manusia hai Babi, nanti kau bisa mati, aku sayang sama kau”

Babi, “Jangan kau khawatir kancil, aku lebih hebat dari manusia, kalau jumpa nanti manusia biar aku serodok (seruduk) dia, tunjukkan saja sama aku dimana manusia itu”.

Karena Babi terus memaksa ingin melawan manusia, akhirnya Kancil berkenan membawa Babi kepada manusia. Mereka berdua turun dari hutan dan berada dipinggir perkampungan manunggu manusia lewat. Lewatlah seorang anak kecil masih Sekolah Dasar hendak pergi ke sekolah dengan pakaian seragamnya.

“Kancil..Apakah ini manusia?” Tanya Babi

“Bukan, ini masih belum jadi manusia!” Jawab Kancil

Mereka kemudian menunggu lagi. Ketika hari menjelang siang lewatlah seorang Nenek sambil membawa seikat kayu bakar di atas kepalanya.

Babi berseru, “Apakah ini manusia ya Kancil?”

“Bukan Babi, kalau ini sudah lewat jadi manusia” jawab Kancil

Babi dan Kancil terus menunggu dibalik semak-semak. Menjelang sore lewatlah seorang pemburu yang gagah membawa senapan dua Loop (dua laras) di belakang dan pedang samurai di pinggangnya.

Kancil berkata, “Babi! Itu dia manusia, aku lari duluan ya, kita jumpa nanti dimuara sungai!”, Kancil pun lari terbirit birit ke muara sungai karena takut dengan Sang Pemburu.

Babi yang belum sadar akan bahaya karena belum mengetahui kehebatan manusia tertawa melihat kancil lari, “Dasar kau kancil, penakut”.

Babi siap-siap menyerang, dia berlari dengan kencang ke arah pemburu dengan maksud ingin menabraknya. Pemburu melihat Babi menyerang langsung memasang kuda-kuda dan ketika Babi mendekat dicabut pedang samurai di pinggang diayunkan dengan cepat sehingga putus telinga Babi. Tentu Babi belum mengetahui siapa yang dilawan, dengan telinga berdarah kembali Babi berlari menyerang Pemburu. Ketika serangan pertama berhasil dihindari, kesempatan Pemburu mengisi senapannya dan kemudian ditempak Babi tepat dikaki depan hingga kakinya patah. Babi pun lari ketakutan dan berjumpa Kancil yang menunggu di muara sungai.

Dengan nafas tersengal sambil menahan sakit Babi berkata kepada Kancil, “Betul kau kancil, Manusia itu sangat hebat!”

Kancil, “Coba kau ceritakan hebat manusia itu wahai Babi, aku penasaran, kenapa badan kamu berdarah?”
Babi, “Begini Kancil, ketika aku menyerang manusia, dia menghindar dan dicabut tulang rusuknya, putus telinga aku sebelah. Kemudian aku menyerang lagi, dicabut tulang belakangnya, diarahkan ke aku, patah kaki aku, memang hebat Manusia itu Kancil”

Ayahanda Prof. Dr. Kadirun Yahya. MA. M.Sc mengakhiri ceritanya sambil berkata kepada D.N Aidit, “Aidit…Saya Pemburunya!” sebagai bentuk penegasan boleh saja kau lawan yang lain, boleh saja kau selama ini dengan bebas mencaci ulama, tapi sekarang kamu bertemu dengan Ulama sebenarnya, jenis Pemburu, jangan coba-coba kamu lawan dan hina.

Dikemudian hari ketika terjadi penumpasan PKI, Ayahanda Prof. Dr. Kadirun Yahya. MA. M.Sc sering duduk sendiri dalam kamar sambil memegang sebuah jala pemberian Guru Beliau. Jala itu adalah Jala tua yang sudah bolong-bolong dan Beliau sangat menghargai karena pemberian dari Guru. Sore itu Beliau melempat begitu saja jala ke lantai seperti orang menjala di sungai atau danau, dan Beliau berkata, “Nah! Dapat 3!” di hari itu juga menurut kesaksian murid murid Beliau ada 3 tokoh PKI ditangkap. Kalau Beliau berkata, “Dapat 2” maka ada 2 pula tokoh PKI ditanggap atau terbunuh, dan Beliau lakukan terus menjala sampai kondisi kembali Normal.

Ini adalah tulisan pertama saya di tahun 2018 penuh berkah ini setelah 9 bulan tidak menulis. Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengikuti arus hiruk pikuk isu PKI, tapi saya menceritakan sebuah kisah yang pernah terjadi dimasa lalu untuk dijadikan sebagai ilmu, bahwa manusia itu berlapis kedudukannya, begitu juga Ulama berlapis ilmunya dan tentu kita semua akan belajar kepada Ulama yang benar benar Ulama, Ibarat Pemburu yang bisa melindungi kita disetiap kesempatan, menjadi pembimbing kita dari dunia sampai ke akhirat kelak.

sMoga Tulisan ini Bermanfaat!

25 Comments

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca