Tasauf

Setelah Shalat Subuh (9)

Syariat dan hakikat tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lain. Kita tidak bisa mengambil salah satu kemudian meninggalkan yang satunya. Syariat ibarat jasad sedangkan hakikat ibarat ruh tentu keduanya harus ada dalam waktu bersamaan. Syekh Muhammad Hasyim al-Khalidi mengibaratkan hakikat seperti badan sedangkan syariat seperti pakaian. Badan tanpa pakaian menjadi telanjang sedangkan pakaian tanpa badan tidak bermanfaat sama sekali.

Apa yang tertulis dan kita baca kesemuanya masuk ke dalam syariat sedangkan hakikat adalah apa yang kita rasakan dari aturan-aturan tersebut. Dalam syariat dijelaskan tata cara ibadah contohnya shalat, ada rukun dan syarat agar shalat menjadi benar. Untuk melaksanakan shalat dengan baik dan benar maka ilmu syariat menuntun kita kesana. Akan tetapi untuk bisa sampai kepada hakikat shalat yaitu mi’raj bagi kaum beriman, ilmu syariat tidak bisa memberi solusi.

Untuk melaksanakan syariat dengan benar diperlukan sebuah metodologi yang pasti sebagaimana yang dipakai oleh Rasulullah SAW dan para sahabat Beliau sehingga hasilnya juga sama. Kalau para sahabat merasakan sangat dekat dengan Allah SWT, mencapai kemenangan dunia akhirat maka ummat di akhir zaman juga wajib mengalami yang sama dengan syarat menggunakan medote yang sama juga. Jika menggunakan metode berbeda maka hasilnya pasti berbeda.

Metode yang digunakan Nabi Muhammad SAW untuk melaksanakan aturan-aturan dari Allah SWT yang kita kenal syariat tersebut adalah dengan Thareqatullah (jalan kepada Allah) dizaman Nabi disebut juga Thariqatussirah atau jalan rahasia, rahasia untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. Istilah Thariqatussirah kemudian menjadi tarekat. Ketika segala sesuatu dilaksanakan menurut medote yang benar maka hasilnya menjadi benar, kalau syariat dilaksanakan dengan metode yang benar maka karunia Allah akan melimpah kepada kita sebagai mana Firman Allah dalam Surat Jin ayat 16 :

“Dan bahwasanya jika mereka tetap berdiri diatas Tharekat (Metode) yang benar niscaya akan Kami turunkan hujan (karunia) yang lebat (nikmat yang banyak).”

Karena tarekat adalah ilmu praktek maka diperlukan seorang Master yang sangat ahli untuk membimbing kita agar pelaksanaan metode itu benar-benar sesuai dengan apa yang telah dipraktekkan oleh Nabi. Tanpa seorang Master yang disebut Waliyamursyida atau disingkat Mursyid maka seluruh pelaksanaan syariat tersebut akan menyimpang atau tersesat sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat al-Kahfi ayat 17 :

Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, dialah orang yang mendapat petunjuk dan siapa yang dibiarkan-Nya sesat, maka tidak ada seorang Waliy-yam Mursyida (Pemimpin) pun yang memberi petunjuk

Maka mengambil medode warisan Rasulullah SAW yang disebut tarekat ini bukan pilihan tapi merupakan kewajiban kita sebagai ummat agar Islam bisa dilaksanakan dengan benar. Kalau di zaman sekarang ada orang mempertanyakan kedudukan tarekat dan mereka merasa asing dengan metode ini barangkali ini sudah masuk kepada akhir zaman sebagaimana Sabda Nabi SAW :

“Islam dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka thuuba (beruntunglah) orang-orang yang asing.” (HR Muslim).

Insya Allah tulisan ini akan saya sambung lagi di waktu shubuh yang lain..

7 Comments

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca