Tasauf

Ahli Baca (2)

Lepas dari Islam yang dimaksud Nabi bukan berarti keluar dari agama Islam akan tetapi mereka tidak menemukan Islam secara hakiki, tidak sampai kepada ruh Islam. Mereka hanya mengenal Muhammad Nabi lewat bacaan tapi ruhaninya tidak pernah berjumpa dengan ruhani Muhammad Rasulullah, mereka mengenal Islam secara zahir tapi tidak pernah bersentuhan dengan Islam secara bathin.

Karena tidak bersentuhan dengan Islam secara bathin, maka perilaku mereka cenderung kasar, suka menyalahkan orang lain dan lebih parah lagi tanpa sadar menjual ayat-ayat Tuhan untuk kepentingan duniawi.

Ketika mengeluarkan pendapat dengan sangat PeDe mengatakan, “Ini Perintah Allah”! atau “Ini keputusan Allah”, tidak ada sedikit pun diwajah dia perasaan takut kalau kalau apa yang disampaikan berbeda dengan apa yang dimaksud oleh Allah dalam ayat-Nya tersebut.

Sangat benar apa yang anda sampaikan adalah firman Allah yang tertulis dalam al-Qur’an, akan tetapi anda harus sadar bahwa firman tersebut keluar dari mulut anda bukan langsung dari Allah. Jadi harus ada perasaan rendah hati dan rasa takut, jangan sampai mengambil hak Allah, menyatakan pendapat dengan Firman-Nya tapi makna bukan seperti itu.

Firman Allah yang hakiki kalau dibaca oleh orang yang telah beserta Allah akan memunculkan energi Maha Dahsyat sehingga bacaan itu benar-benar memberikan manfaat kepada dirinya dan alam, bukan sekedar bacaan tapi mampu menyalurkan energi dari sisi-Nya dengan memakai teknologi al Qur’an warisan Nabi.

Dan sesungguhnya andaikata ada suatu bacaan (Kitab Suci) yang dapat membuat gunung-gunung berjalan/berguncang dahsyat atau bumi dipotong-potong/ dibelah-belah atau orang-orang mati diajak bicara / dapat bicara (hidup kembali) niscaya Kitab Suci itu ialah Al-Qur’an. Dan merekapun tidak juga beriman (dan juga masih tidak terpikir juga untuk merisetnya, walaupun Tuhan mengatakan KEDAHSYATAN AL-QUR’AN itu bertubi-tubi)” (QS. AR-RA’AD ayat 31).

Bagaimana mewujudkan apa yang ditulis dalam al-Qur’an di atas, sebuah bacaan yang mampu membelah bumi dan menghidupkan orang mati, tentu ini bukan sekedar bacaan semata akan tetapi dengan menggunakan metodologi warisan Rasulullah SAW sehingga anergi yang terkandung dalam al Qur’an bisa tersalur lewat bacaan tadi.

Jadi bukan sekedar menjadi ahli baca akan tetapi harus sampai kepada ahli dalam mempraktekkannya baru sampai kepada Haqqul Yaqin. Membaca buku silat tidak membuat anda menjadi pendekar kecuali anda berguru kepada ahli silat juga, begitu juga membaca buku cara membuat pesawat tidak akan membuat anda menjadi insinyur pesawat sampai anda berguru kepada ahli pembuat pesawat.

sMoga Bermanfaat..

6 Comments

  • Yogi atmojo

    Iqro = baca/membaca
    Pakai : 1.mata
    2. mata fikir
    3.mata hati.
    Saya baru bisa membaca dengan mata, mudah-mudah an dengan membaca tulisan yg baik-baik ini, saya bisa membaca dengan selain mata. Terima kasih, tulisan ini kereeen.

  • Ruslianto

    Ass.
    Pada mukadimah Tafsir Qur’an Karim karangan Prof.Dr.H.Mahmud Yunus era Tafsir 1973, Bahwa sumber-sumber Tafsir Qur’an (itu) Ada tujuh,
    1.Tafsir Al Qur’an dengan Al Qur’an (jelas menjelaskan dan Tafsir mentafsirkan) ;
    2.Tafsir dengan hadist yg shahid ;
    3.Tafsir dengan perkataan sahabat, khusus dan menerangkan sebab-sebab Turun Ayat bukan menurut pendapat dan pikiranya ;
    4.Tafsir dengan perkataan tabi’in ,bila mereka ijma’ atas Suatu Tafsir , Hal ini menurut pendapat, Bahwa ijma’ itu hujjah.
    5.Tafsir dan Umum bhs.arab bagi Ilmu Lughah Arabiyah ;
    6.Tafsir dengan ijtihad bagi ahli ijtihad ;
    7.Tafsir dengan Tafsir ‘akli menurut bagi Mu’tazilah.
    Selain Dari pada itu Ada lagi Tafsir ‘akli menurut Syi’ah dan Tafsir Kaum Shufi bagi ahli Tasauwuf.
    Perkembangan dengan budaya dan majunya teknologi membuka hijab bagi para mufasirin mentafsirkan Al Qur’an Dengan nalar ilmiah , sehingga membuktikan bahwa Al Qur’an. sbg, kitab dap at ditantang dan dipertanggungjawabkan kebenaranya sampai akhir zaman.

    Ibarat Al Qur’an Surah Al Baqarah Ayat 138, kata “Sibghatallah” semua Para Mufasirin sepakat diartikan “Celupan” sedangkan Imam Ibn Katsir berikhtisar kata tsb. dengan “mandi” dan Mandi taubat bagi orang yg bertaubat, atau seorang mualaf yg masuk agama Islam, sedangkan ahli Tafsir Dari kalangan Shufi, Imam Ibn Ajjibah perlunya seseorang beriman “Mandi” sebelumnya masuk dalam ajar an thareqat.

    Demikian dulu, Wass.

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca