Tasauf

Raja Salman, Nabi dan Khalifah Rasul…

raja-salmanBulan Maret 2017 Indonesia dihebohkan dengan kedatangan Raja Salman bin Abdul Azis yang konon membawa rombongan sampai 1500 orang. Kedatangan Raja yang bergelar Pelayan Dua Kota Suci Mekkah dan Madinah (Khadimul Haramain Al-Syarifain) ini tentu saja menyita perhatian publik di Indonesia karena sudah 47 tahun sejak Raja Faisal bin Abdul Azis, baru kali ini Indonesia dikunjungi oleh Raja Saudi.

Raja Salman membawa sendiri escalator untuk memudahkan Beliau turun dari pesawat dan ketika menginjakkan kaki di atas karpet merah yang disediakan, disambut oleh pasukan kehormatan dan Presiden Jokowi menjemput Beliau ditangga pesawat.

Ketika melihat Raja Salman turun dari pesawat dengan escalator khusus, dijaga begitu ketat oleh pengawal pribadi, saya jadi berfikir, andai yang turun dari pesawat itu orang Arab biasa berusia setua Raja Salman, sudah pasti tidak akan ada penyambutan sedemikian khusus. Satu hal yang harus kita pahami seluruh orang memberikan penghormatan bukan kepada Salmannya sebagai sosok manusia akan tetapi kepada gelar Raja yang di sandangnya.

Seorang Raja diberikan penghormatan khusus melebihi manusia biasa adalah untuk menghormati gelar atau pangkat yang melekat dalam dirinya. Manusia memuliakan pangkatnya bukan orangnya, akan tetapi karena manusia dengan pangkat tersebut melekat maka orangnya ikut dihormati juga. Raja dihormati karena pengabdiannya begitu besar kepada Negara dan juga tanggung jawab yang dipikulnya.

Seorang professor dihormati bukan karena orangnya akan tetapi karena ilmu yang dimilikinya memberikan manfaat kepada banyak orang. Seorang Jenderal begitu juga, mendapat penghormatan berbeda dari manusia lain disebabkan pangkat yang melekat di pundaknya. Ketika pangkat tersebut hilang, secara otomatis penghormatan kepadanya juga hilang.

Seorang ulama dihormati oleh ummat juga bukan karena manusianya akan tetapi karena ilmu yang dimiliki memberikan manfaat kepada ummat, maka secara otomatis pula ummat memberikan penghormatan kepada ulama.

Muhammad bin Abdullah yang hidup 1400 tahun lalu di Arab tidak berbeda sedikitpun dengan manusia lain yang hidup sezaman dengan Beliau. Ketika Allah mengangkat Beliau menjadi kekasih-Nya, menjadi utusan-Nya dengan diberi wahyu, maka secara otomatis diri Muhammad bin Abdullah berubah total, menjadi manusia teragung di muka bumi. Seluruh orang memuji dan memuliakan Beliau, bukan fisik manusianya tapi pangkat Rasul yang disandangnya. Dalam ibadah seluruh ummat Islam tidak pernah lupa menyebut nama “Muhammad” dan nama ini pula menjadi pemisah seorang menjadi Islam atau kafir.

Muhammad yang dimuliakan bukanlah Muhammad anak Abdullah yang telah 1400 tahun wafat, akan tetapi Muhammad Rasulullah SAW, yang ruhani Beliau senantiasa berada ditengah-tengah ummat walaupun terpisah oleh rentangan waktu yang begitu lama.

Andai, sekali lagi andai, yang turun dari tangga pesawat tanggal 1 Maret bukan Raja Salman Sang Penjaga Dua Kota Suci, tapi yang turun adalah junjungan segenap Ummat Islam seluruh dunia yaitu Nabi Muhammad SAW, apakah bisa anda bayangkan, sambutan bagaimana yang harus kita berikan kepada Beliau?

Andai yang turun itu adalah Rasulullah SAW, ketika Beliau muncul dari pintu pesawat, apakah ummat bisa tahan tidak menangis histeris melihat wajah Beliau yang mulia?

Dan tentu ini hanyalah andai…

Tapi kita tidak mungkin menemukan Beliau dalam wujud fisik karena hukum alam berlaku secara universal tanpa memilih, manusia diberi hidup terbatas sesuai dengan umur masing-masing. Namun kita pasti bisa menemukan “Muhammad Rasulullah” dalam wujud lain, dalam diri para khalifah Rasul yang membawa Nur Muhammad dari sejak Beliau wafat sampai hari ini dan sampai akhir zaman.

Kerinduan kepada Muhammad Rasulullah SAW ini kita wujudkan dalam bentuk kecintaan dan penghormatan kepada Ulama Pewaris Nabi, kepada Sang Guru kita tercinta….

6 Comments

Tinggalkan Balasan ke Usman HusienBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca