Nasehat,  Tasauf

Sudahkah Anda Ber-Gairah?

20151224_063746Semoga Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim senantiasa melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada kita semua, hamba-hamba yang senantiasa mencari kerindhaan-Nya. Hal terpenting dalam ibadah adalah mendapat ridha-Nya, mendapat perhatian-Nya dan tercurah segenap kasih-Nya kepada si hamba. Syarat utama untuk mendapat ridha-Nya tidak lain adalah mengenal Dia dengan sebenarnya kenal karena tidak mungkin Allah memberikan kasih sayang kepada orang yang tidak mengenal-Nya.

Begitu pentingnya Makrifatullah atau mengenal Allah sehingga Nabi mengatakan bahwa Awal Beragama adalah mengenal Allah, tanpa mengenal Allah, berpuluh tahun melaksanakan ibadah tidak terhitung sama sekali.

Mari kita renungkan dengan serius, sekian lama hidup di dunia apakah pernah kita meneliti dengan seksama ibadah-ibadah yang kita lakukan, apakah telah sesuai dengan keinginan-Nya, apakah kualitas ibadah tersebut seiring berjalannya waktu terus meningkat atau kita hanya mengulang-ulang ibadah yang kita dapat ketika sebelum akil baliq, ibadah yang diajarkan orang tua atau guru agama ketika kita masih anak-anak.

Shalat misalnya, hanya mengulang-ulang ritual yang telah kita ketahui sejak sebelum masuk SD, kemudia ibadah tersebut kita kerjakan sampai dewasa bahkan sampai tua tanpa sedikitpun ada perbaikan atau peningkatan kualitasnya.

Sebagian berpendapat syarat agar shalat menjadi khusyuk kita harus mengetahui makna dari bacaan dan menghayati dalam hati. Kalau ini ukuran khusyuk berarti orang Arab sudah pasti lebih khusyuk dari orang non Arab, kenyataan tidak seperti itu. Semakin paham Ayat yang dibacakan bisa jadi semakin mudah kita menghayal sesuai dengan apa yang disampaikan dalam ayat tersebut. Kalau kita membaca ayat tetang surga akan terbayang keindahan surga, lebih parah lagi terkhayal bidadari-bidadari cantik, lalu dimana bisa khusyuk?

Khusyuk adalah engkau lalai bersama Tuhanmu tanpa mengingat apapun selain Dia. Bagaimana kita mengingat kalau tidak mengenal? Bagaimana mengenal kalau tanpa ada yang mengenalkan?

Tentang kualitas ibadah saya membuat analogi seperti hubungan antara laki-laki dan perempuan. Ketika masih balita, anak-anak bermain dengan beda jenis begitu senangnya dan diantara mereka tidak ada yang berfikir dan terbayang bahwa suatu saat orang berbeda jenis tersebut akan timbul perasaan berbeda. Bocah laki-laki yang masih ingusan tidak akan pernah mengetahui kalau kelak anak perempuan sebagai kawan dia bermain adalah orang yang kelak menjadi pasangan hidup, jenis ini yang membuat dia jatuh cinta dan bergairah.

Setelah menginjak SMP (ada yang sejak SD) barulah ada getaran berbeda ketika melihat yang namanya perempuan, begitu juga sebaliknya. Dari mana muncul cinta, gairah dan rindu tersebut? Muncul seiring meningkatnya usia, sebagai karunia dari Allah agar manusia ini terus berkembang dan tidak punah. Jenis manusia yang sama yaitu perempuan yang semasa kecil main bersama bahkan mandi di sungai bersama tanpa ada perasaan aneh-aneh, dikemudian hari memberikan rasa berbeda. Ketika seorang jatuh cinta, melihat apapun yang berhubungan dengan yang dicintai menjadi bergairah bahkan hanya dengan melihat rumahnya.

Kenapa bisa bergairah karena antara laki-laki dan perempuan telah terangkan Hijab, batas yang bernama kekanak-kanakan dan bertajalli lah dewasa sehingga dunia ini pun terasa berbeda 100%.

Ibadah pun ada persamaanya dengan hubungan laki-laki dengan perempuan yang saya gambarkan di atas. Awal ibadah kita tidak merasakan apa-apa, hanya melaksanakan rutinitas semata. Kalau pun ada perasaan beda itu hanya bersifat ilusi, kadang ada dan lebih sering ilang. Ibadah hanya memenuhi kewajiban semata.

Saya merasakan bagaimana gairah shalat muncul pertama sekali setelah menekuni tarekat, setelah berumur 20 tahun dan andai saya tidak berguru kepada Guru Mursyid maka sampai sekarang bahkan sampai tua pun tidak akan muncul gairah sama sekali, sama seperti anak kecil tadi, mungkin karena idiot atau karena ada kelainan walaupun sudah tua tetap tidak mempunyai gairah kepada lawan jenis.

Gairah dimana air mata mengalir dengan sendirinya tanpa sebab ketika shalat, dada berdegub kencang ketika nama-Nya di dengar dan hati berdebar-debar ketika secara pelan menyebut nama-Nya dalam Qalbu, siang dan malam terus merasakan rindu membara. Saya hanya menemukan ini semua dibawah bimbingan Auliya Allah, orang yang telah berhampiran dengan Allah SWT.

Dalam kesendirian ketika sayup sayup terdengar bacaan Al-Qur’an terasa rindu bertambah-tambah dan ketika nama Muhammad disebut dalam ayat tersebut, kerinduan kepada Rasulullah tidak tertahankan, rasanya terlalu lama tiba waktu shalat, padahal hanya hitungan menit saja.

Kabar baiknya kalau manusia timbul gairah kepada lawan jenis tanpa harus ada yang membimbing karena bersifat alamiah seperti hukum gravitasi yang memang sudah ada, akan tetapi untuk muncul gairah kepada Allah, harus ada yang membimbing, harus ada kekasih Allah yang menuntun kepada Allah dan karena kedekatan terebut siang dan malam barulah gairah itu muncul secara perlahan dan terus bertambah kuat seiring berjalannya waktu.

Rasulullah SAW, junjungan kita adalah orang yang paling besar cinta dan gairahnya kepada Allah, seperti  doa Beliau “Ya, Allah, kumohon cinta-Mu dan cinta orang-orang yang mencintai-Mu Ya, Allah, jadikanlah Cintaku kepada-Mu melebihi cintaku kepada diriku sendiri, terhadap kerluargaku Dan air yang dingin (saat kehausan”.  Kisah luar biasanya cinta Nabi kepada Allah sampai lupa nama istri tercinta bisa dibaca di tulisan saya 6 tahun lalu “Dahyatnya Cinta Nabi

Diantara semangat melaksanakan ibadah dengan sebanyak-banyaknya, mengumpulkan ibadah siang dan malam, hal terpenting bukanlah banyak ibadah tapi kualitas. Nabi Bersabda, “Abu Bakar Mengungguli kalian bukan karena shalat dan puasa tapi karena sesuatu yang bersemayam di dalam dadanya”. Ribuan shalat tanpa ada getaran gairah cinta tidak akan bisa mengungguli satu rakaat ibadah dengan getaran cinta.

Selama ini kita sudah terbiasa dengan slogan “Sudahkah Anda Shalat?” maka saya menutup tulisan ini dengan pertanyaan, “Sudahkah Anda Ber-Gairah?”

27 Comments

  • kesehatan141

    Sholat = Ingat. siapa yg diingat…? siapa yg sembahyang kepada siapa yg menerima sembahyang. Jangan kejar sembahyangnya jika kau belum kenal siapa yg punya sembahyang.

  • suroyo

    Terima kasih telah mengirimkan sebuah tulisan yang sangat bermanfaat semoga Allah swt selalu memberikan barokah serta melindungi anda sekeluarga

  • kudoanomsuryono

    assalamuallaikum guru,saya suryono lahir 29 mei 1978 di balikpapan kalimantan timur betul apa yang jadi tulisan artikel di atas mohon bimbingan nya saya ingin sekali bisa merasakan bergairah dan merasakan makna ibadah yang saya lakukan mohon bimbingan nya ..email saya bayu_cakra78@yahoo.co.id no telp saya 082154530058

    • SufiMuda

      Wa’alaikum salam
      Siapun yang menggunakan ilmu yang sama seperti ilmu diajarkan Nabi maka hasilnya juga sama, sama seperti yang dirasakan oleh ummat semasa Nabi Masih hidup.
      Mari kita sama2 belajar..

  • muhammad amrullah Pagala

    Mengenal Allah dengan sebaik baik ilmu dan sebenar benar pengenalan sebelum menyembah adalah suatu hal yang sangat substansi dan mendasar sebagaimana sabda baginda Nabi” Awaluddin Marifatullah”, namun saya biasa berdialog dengan ahli syar’i , hadits Nabi diatas katanya bukan tergolong hadits namun perkataan yang dinisbatkan kepada Ali Bin Abi Thalib dalam kitab Najhul Balaghah yang kebanyakan ahlusunnah mengatakan kitab dengan banyak perkataan dusta.

    Atas dasar ini, kita dapat mengambil pelajaran untuk seyogyanya mencari kebenaran dalil dalil yang menjelaskan tentang ilmu makrifat agar kita dapat menjadi yaqin dan teguh. Wallahu a’lam.

  • Masih PAUD

    Subhanallah…
    Semakin mencari2, semakin jauh tuk beribadah
    Semakin sengit berdebat, semakin lupa akan ibadah
    Sami’na waato’na
    Walaupun di bilang bodoh, taklid dsb
    Mengikuti orang2 yg sudah sampai tujuan
    Dengan melaksanakan apa yg di talkinkan
    Semakin faham n nikmat menjalaninya.

    Terimakasih bang admin, atas pencerahan2 nya
    Mohon bimbingan

  • Ikhwan Suryalaya

    Terima kasih, Saudaraku..
    Engkau telah memberikan pencerahan yang begitu dahsyat.
    Kami berdoa semoga Alloh SWT senantiasa memberikan hidayah dan taufiq Nya kepada kita semua, sehingga ilmu yang telah disampaikan ini dapat diamalkan dan dilestarikan sepanjang hidup kita.

  • Ruslianto

    ass
    GAIRAHKAN amal ibadahmu dalam hasrat imanmu, dengan berrabhitah kepada Mursyid yang engkau yakini – dan jangan engkau lupa Tuhan yang dituju didunia ini ‘sama’ dengan Tuhan yang engkau temui diakhirat nanti,… dan kuatirkan dirimu jika ta’ bergairah lagi untuk bermunajat kepada Allah,… termasuk yg engkau kuatirkan Allah tidak lagi bergairah pada dirimu;
    ‘Dzikir engkau kepada Ku-Aku akan membalas dzikir itu dengan RahmatKU- Dan AKU (termasuk) dalam sangka-sangka hambaku. Mungkinkah Allah dalam gairah amalku ?
    Wass,

  • Ichal

    Terus lah menulis sufi muda… selalu ku kosongkan gelas ini tuk bs mencerna setiap kata yg tertulis… selalu ada makna tersurat n tersirat… di dlm kata2… sama2 kita sikapi menuju keridhoan nya…
    Terimsksih abg…

  • ibnu ad dailamy asy syarief

    AlhamduliLlah, terimakasih saudaraku sufimuda…
    Puncaknya Agama itu adalah RASA,
    Yaitu rasa bertuhan dan rasa kehambaan…apa contoh rasa bertuhan?rasa diawasi Allah, rasa kebesaran dan keagunganNya, rasa gerun dengan Tuhan sebab Qahhar dan Jabbarnya, rasa malu dengan Tuhan dst. Lalu contoh rasa hamba pula adalah; rasa lemah, rasa hina, rasa miskin dan kerdil dihadapan Tuhan, rasa perlukan Tuhan dan rasa takut jika lalai dalam ingat pada Tuhan…

    Kenapa perlu rasa dalam beragama? Yaitu agar agama itu hidup dalam jiwa kita, rasa ini lah yang menjadi roh dalam agama. Jika tidak ada rasa2 dalam beragama ini, maka kita akan seperti yang dikatakan saudara sufimuda tiada rasa ghairah dalam menjalankan paket2 ibadah didalamnya. Beragama tapi rasa tawar dan jemu melaksanakannya, takut2 malah jadi beban dalam menunaikan kewajiban dalam agama ini.

    Umpama jasad kita bila dikatakan hidup, sebab ada rasa padanya. Bila dicubit sakit, rasa dilidah lebih lagi kompleks boleh merasakan manis, asam, asin, pedas dll. Sebab apa kah itu, sebab jasad kita masih hidup kalau sdh mati jasad kita ini ianya tiada mampu merasakan apa2 lagi walaupun anggota badan masih lengkap….

    Demikianlah pentingnya rasa dalam beragama dan ini jugalah indikator tanda hidupnya agama dalam jiwa dan perasaan kita.

    Wabuhi waLlahu a’lam

  • hamba Allah

    Assalamualaikum pak Pak Sufi Muda,.
    Saya mau bertanya pak, kenapa begitu sulit menghadirkan khusu dlm shalat. Apa memang khusu itu adalah anugerah Allah semata atau harus diperjuangkan?.
    Kemudian pak, apakah ketika mencoba beristiqamah dlm suatu ibadah misalkan shalat tasbih, di kemudian hari, seolah shalat itu menjadi suatu kebutuhan (walau seringnya gak khusu mencoba belajar istiqamah dlm pandangan sy yg hina)dan mengharap dgn shalat tersebut jiwa bisa disucikanNya, apakah itu suatu kesombongan? karena suci tdknya seseorg hanyalah hak mutlak Allah semata dan hanyalah karunia Alah semata. Terus, sebagai hamba Allah mesti gimana pak. Mohon petunjuknya.

    • SufiMuda

      Untuk urusan duniawi, misalnya untuk menjadi seorang petinju kita boleh berlatih sendiri tanpa pembimbing. Tapi untuk menjadi petinju profesional atau petinju dalam arti sebenarnya, ita wajib memiliki pelatih yang ahli sehingga mampu menjadikan kita seorang petunju yang juara.
      Untuk menjadi petinju saja harus ada pembimbing konon lagi untuk mengenal Allah yang Maha Halus dan Maha Gaib. Khusyuk itu buah dar Dzikir dibawah bimbingan. Jadi fokus nya bukan ke khusuyuk tapi kepada dzikirnya. Dzikir yang benar membuahkan shalat yang Khusyuk. Shalat tidak bisa mensucikan jiwa manusia (buka surat Al’Ala). Untuk bisa shalat Khusyuk haruz Dzikirnya Khusyuk, untuk bisa dzikir khusyuk harus jiwanya disucikan terlebih dulu. Tidak mungkin menyebut nama Allah dalam keadaan tidak suci. Suci dalam hukum SYariat (berwudhuk) dan suci dalam hukum hakikat (tidak ada apapun di hati selain Allah).

  • hamba Allah

    Pak Sufi Muda, bagaimana dgn seorang manusia yg selalu menangisi masa lalu dan terlalu khawatir dgn masa depan.
    Dan apakah dengan selalu berprasangka baik, akan bisa menangkap ataupun menerima frequensi kekasih Allah yg akan menolong dan membimbing di jalanNya?.
    Sebab, betapa susah dan sangat sulit sekedar hanya utuk bertemu ahli dzikir. Rintangan sangat banyak.
    Saya sering membaca artikel di di sini, mungkin hampir semuanya sudah sy baca. Sy mengagumi tulisan2 di sini. Saya pengen juga dipertemukan dgn Kekasih Allah. Atau mungkin saja sy sudah bertemu, Tetapi mungkin saja karena begitu rendahnya frequensi saya, sehingga sy belum bisa menangkap signal itu seutuhnya.
    doa kan saya pak,…..
    Semoga semua ilmu yg di bagi di sini, menjadi amal jariyah bagi pak SUFI MUDA.
    Amiiiin Ya Allah……….

    • SufiMuda

      Wa’alaikum salam wr.wb
      Hanya Allah SWT yang memperkenalkan kekasihNya kepada manusia. Allah yang membukakan hati kita untuk meyakin akan kekasih Allah. Jika sungguh2 mencari, walau pun tidak menemukan dalam pencarian, kesungguhan kita tu merupakan nilai luar biasa.
      Orang yang bersungguh sungguh mencari PASTI menemukan..

Tinggalkan Balasan ke RusliantoBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca