Nasehat,  Rasulullah

Sedih…

taubatManusia sepanjang hidupnya tidak bisa menghindari apa yang disebut dengan kesedihan, baik berupa musibah meninggal orang-orang dicintai maupun kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya, tidak terkecuali juga para Nabi dan Para Kekasih Allah, kesedihan pun kerap menghampiri mereka dan air mata menjadi teman setia mereka, melewati masa masa terberat dalam hidup.

Kisah sedih Nabi Muhammad SAW kiranya menjadi pedoman bagi kita dalam menghadapi saat-saat tersulit dalam hidup, padahal demi Tuhan, Rasulullah Saw yang jiwanya tegar melebihi batu karang, kokoh pendiriannya melebihi kokohnya gunung-gunung dan kesabarannya melebihi segala makhluq Tuhan, beliau juga menangis dan sedih ketika kehilangan ibunya, dan kesedihan itu bahkan beliau bawa sehingga beliau beranjak tua. Setiap kali ingatan tentang ibunya melintas, keharuan akan menyelimuti hatinya dan Rasulullah pun menangis.

Di kisahkan bahwa setelah lebih empat puluh tahun ibunya meninggal, Rasulullah di landa kerinduan yang amat dalam, sehingga beliau meminta izin pada Tuhan untuk berziarah ke makam ibunya, di sanalah Rasulullah Saaw yang suci menumpahkan air mata, sehingga para sahabatpun ikut menangis bersamanya. Kisah kesedihan yang lain yang juga membuat air mata Rasulullah mengalir deras adalah pada saat Ibrahim putranya tercinta meninggalkan dunia yang fana ini. Dalam keadaan sakit, Rasulullah membopong tubuh Ibrahim yang nampak tidak ada lagi tanda kehidupan, air mata Rasulullah menetes membasahi pipi melihat putranya berjuang menghadapi sakaratul maut. Beliau terus pandangi putranya seraya menahan isak tangis.

Namun, kesedihan itu tak tertahankan, Rasulullah menangis di ikuti oleh yang hadir di sana, Fathimah az-Zahra, Mariah ibu dar Ibrahim, Shiren dan semua yang hadir tenggelam dalam derai air mata. Ketika Abdurrahman bin Auf datang dan bertanya: “Engkau menangis wahai Rasulullah?” Rasul menjawab: “Sesungguhnya ini merupakan rahmat Allah. Mata menangis dan hati berduka, dan kita hanya mengatakan apa-apa yang di ridhai Tuhan”.

Pada saat kematian Ibrahim terdengar di penjuru kota Madinah, tidak hanya Rasulullah yang menangis, tetapi bahkan segala penduduk di penjuru kota Madinah pun ikut menangis.

Cerita kepedihan yang lain tentang perpisahan dengan anak tercinta juga datang dari seorang Nabi Ya’qub As, ketika beliau kehilangan Yusuf As, sepanjang kepergian Yusuf beliau tiada henti menangis sampai membuat mata beliau buta, padahal ketika itu Yusuf bukan pergi untuk selamanya. Ya’qub As pada akhirnya bertemu kembali dengan anaknya terkasih, demikianlah Ya’qub, kisahnya tentang dirinya dan keluarganya adalah ‘ahsan al-qashas’ atau kisah terbaik yang di ceritakan al-Quran. (kompasiana)

Tahun lalu saya berkesempatan ziarah kepada makam 3 sahabat Nabi di Yordania yang syahid dalam perang melawan tentara Romawi, mereka adalah panglima perang Nabi : Zaid bin Harisah, Jafar bin Abdul Muthalib dan Abdullah bin Rawahah. Perang itu terkenal dengan perang Mu’tah, dimana 3000 pasukan muslim melawan 200.000 tentara romawi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam naik mimbar dalam keadaan sedih meneteskan air mata seraya berkata, “Bendera perang dibawa oleh Zaid lalu berperang hingga mati syahid, lalu bendera diambil oleh Ja’far dan berperang hingga mati syahid, lalu bendera perang dibawa oleh Saifullah (Pedang Allah –yakni Khalid bin Walid, pen.) hingga Allah memenangkan kaum muslimin.” Setelah itu, beliau mendatangi keluarga Ja’far dan menghibur mereka serta membuatkan makanan untuk mereka.

Kisah-kisah di atas kiranya menjadi pedoman bagi kita bahwa musibah dan kesedihan akan dialami oleh siapapun, yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana kita bersikap terhadap musibah atau kesedihan yang kita alami. Setiap kita bisa mengambil pelajaran dari apa yang telah kita alami.

Musibah kehilangan orang-orang yang kita cintai membuat kita semakin dekat dengan Allah, semakin pasrah dan tawakal dan menambah keyakinan dalam hati bahwa segala sesuatu di dunia ini terjadi atas izin-Nya semata.

Semoga Allah senantiasa membimbing dan menuntun kita ke jalan-Nya yang Lurus dan Benar, Amin 3x ya Rabbal ‘Alamin!.

26 Comments

  • Helmi Ardial

    Assalamualaikum wr wb, bang SM.

    Buku “perjalanan sufi muda” apakah masih ada bang? Saya kesulitan sekali mencari buku tersebut di semua toko buku hingga saat ini. Bagaimana saya bisa mendapatkan nya bang?

    Terima kasih sebelum nya bang.

    • SufiMuda

      Wa’alaikum salam wr. Wb
      Buku “Perjalanan Sufimuda” memang sudah habis di toko buku.
      Mudah2an bisa dicetak ulang, skalian terbit buku baru sufimuda..

  • Mohammed El-Hameed

    Assalamualaikum…
    Ralat min, yang syahid waktu perang itu bukan Ja’far bin Abdul Mutholib, tapi Ja’far bin Abu Tholib, saudara Sayyidina Ali bin Abu Tholib Kwh… 🙂

    • hidan

      SABAR!!! Badai Pasti Berlalu!!!
      cobaan apa saja yang membuatmu SEDIH pasti akan berlalu jika waktunya sudah habis, jika belum walau kau berteriak, mengumpat, mengamuk atau apa saja yang kau lakukan tidak akan berguna, karena Dia sendiri yang menimpakannya padamu (sebagai ujian untukmu) atau karena keSEDIHAN yang menimpamu adalah dari perbuatan tanganmu sendiri.

      “PERCAYALAH, BADAI PASTI BERLALU”

      Badai ga mungkin terus menerus (karena badai nya capek juga he he he)

  • hidan

    “Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)

    yang merasakan kebahagiaan itu hati bukan dengkul

    “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati ”(HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

    jadi jagalah hatimu dari penyakit-penyakit hati

    “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasehat/pelajaran dari Rabbmu (al-Qur’an) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia), dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS Yunus: 57).

    sadarlah !!!
    dan ingatlah sobat, kita masih di dunia n belum di syurga!
    jadi jangan pada kebanyakan menghayal hidup bahagia dengan bla bla bla

  • Ruslianto

    Sang Amirul mukminin

    Suatu periode dalam kepemimpinan Umar r.a, terjadilah suatu tahun yang disebut ‘Tahun Abu’. Masyarakat Arab, dikala itu mengalami masa panceklik yang berat. Hujan tidak lagi turun. Pepohonan mengering, tidak terhitung hewan yang mati mengenaskan. Tanah tempat berpijak hampir menghitam seperti abu.
    Putus asa mendera dimana-mana. Saat itu, Umar sang pemimpin menampilkan kepribadian yang sebenar-benar pemimpin. Keadaan rakyat diperhatikannya seksama. Tanggung jawabnya dijalankan sepenuh hati. Setiap hari , diinstruksikan penyembelihan onta-onta untuk dipotong dan disebarkan pengumuman kepada seluruh rakyat. Berbondong-bondong ribuan rakyat datang untuk makan. Semakin pedih hatinya. Saat itu, kecemasan kala itu menjadi kian tebal. Dengan hati gentar, lidah kelunya berujar, “Ya Allah, jangan sampai umat Muhammad menemui kehancuran ditangan ini”. Rintihnya.

    Badaipun berlalu,… Tahun abu pun berlalu. Daerah kekuasaan Islam bertambah luas, pendapatan negara semakin besar. Masyarakat semakin makmur.
    Apakah umar berhenti berpatroli? ….. Masih dengan jubah kumal, umar didampingi pembantunya berkeliling merambahi rumah-rumah berpelita. Kehidupan keluarga umar, .. namun masih saja pas-pasan. Padahal para gubernur di beberapa daerah hidup dalam kemewahan. Para sahabat, mulai berkasak-kusuk, mereka mengusulkan untuk memberi tunjangan dan kenaikan gaji yang besar untuk Umar. Namun, para sahabat tidak berani menyampaikan usul ini langsung kepada umar. Lewat Hafsah putri Umar, yang juga janda Rasulullah, .. begitu usul ini disampaikan. Sebelumnya mereka berpesan supaya tidak disebut nama-nama mereka yang mengusulkan.

    “Siapa mereka yang mempunyai pikiran beracun itu, akan ku datangi mereka satu persatu dan menamparnya dengan tanganku ini,” berangnya kepada Hafsah Janda Rasulullah Saw.
    Selanjutnya tatapannya meredup, dipandanginya putri kesayangan itu, “Anakku, makanan apa yang menjadi santapan suamimu, Rasulullah?” Hafsah terdiam, pandangannya terpekur di lantai tanah.
    Ingatan hidup indah bersama sang purnama Madinah Salallahu alaihiwasallam,…, tergambar. Terbata Hafsah menjawab, “Roti tawar yang keras, ayah. Roti yang harus terlebih dahulu dicelup ke dalam air, agar mudah ditelan”.
    “Hafsah, pakaian apa yang paling mewah dari suamimu,” seraknya masih dengan nada kecewa. Hafsah semakin menunduk, pelupuk mata sudah tergenang. Terbayanglah tegap manusia sempurna, yang selalu berlakubaik kepada para istrinya. “Selembar jubah kemerahan, ayah, karena warnanya memudar. Itulah yang dibangga-banggakan untuk menerima tamu kehormatan”. Pada saat menjawab, kerongkongan Hafsah tersekat, menahan kesedihan.

    “Apakah, Rasulullah membaringkan tubuh diatas tilam yang empuk?” pertanyaan ini langsung dipotong Hafsah “Tidakk!” pekiknya. “Beliau berbantal pelepah keras kurma, beralaskan selimut tua. Jika musim panas datang, selimut itu dilipatnya menjadi empat, supaya lebih nyaman ditiduri. Lalu kala musim dingin menjelang, dilipatnya menjadi dua, satu untuk alas dan bagian lainnya untuk penutup. Sebagian tubuh beliau selalu berada diatas tanah”. Saat itu meledaklah tangis Hafsah.

    Mendengar jawaban itu, Umar pun berkata, “Anakku! Aku, Abu Bakar dan Rasulullah adalah tiga musafir yang menuju cita-cita yang sama. Mengapakah jalan yang harus kutempuh berbeda? Musafir pertama dan kedua telah tiba dengan jalan yang seperti ini.” Selanjutnya Umar pun menambahkan “Rasulullah pernah berkata: Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang yang berpergian pada musim panas. Ia berlindung sejenak dibawah pohon, kemudian berangkat meninggalkannya”.

    Pada saat kematian menjelang lewat tikaman pisau Abu Lu’Lu’a, budak Mughira bin Syu’bah, ringan ia bertutur, “Alhamdulillah, bahwa aku tidak dibunuh oleh seorang muslim”. Mata yang jarang terlelap karena mengutamakan rakyatnya itu menutup untuk selama-lamanya. Umar pun syahid, dalam usia 60 tahun. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raajiiun.

    Dikutip dari dari berbagai sumber – Smoga bermanfaat..
    Wass.

  • damai

    buat yang menganggap Banyak UANG adalah sumber KEBAHAGIAAN (lawan dari sedih)
    – ada yang banyak uang tapi ga punya anak (sedih)
    – ada yang banyak uang tapi sakit2 an (sedih)
    – ada yang banyak uang tapi hidupnya gelisah (sedih)
    – dan buanyak lagi (capek nulisnya)

    1 lagi nih NASIHAT (sy dpt dari FILM, sy lupa filmnya)

    “SEMUA UANG DI DUNIA INI, TIDAK AKAN CUKUP UNTUKMU, SELAMA DI HATIMU MASIH ADA LUBANG”

    inilah SUMBER KEBAHAGIAAN
    “Tidak meliputiKu bumi dan langit, tetapi meliputiKu hati HambaKu yang mukmin” (hadits qudsi)

    “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan dzikir kepada Allah. Ingatlah bahwa hanya dengan dzikrullah hati menjadi tenang.”(13:28)

    dan yang specialis mengajarkan metode Dzikir cuma THARIQAT, jadi berTHARIQAT itu MUTLAK!!! tidak ada tawar menawar lagi!!!

    “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mu’min itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah: “salam”; dan Dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka.” (Al-Ahzab, 33:41-44)

    dan banyak lagi (cari sendiri)

Tinggalkan Balasan ke BudisufiBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca