Kebenaran Itu Tidak Ada!
Tanpa terasa tidak lama lagi kita memasuki bulan suci ramadhan, bulan yang ditunggu tunggu oleh ummat Islam di seluruh dunia. Kalau ibarat tanah, Ramadhan adalah ladang yang sangat subur, tanaman apapun yang ditanam disana akan memberikan hasil yang berlipat ganda. Sebulan dalam setahun ummat Islam diberi kesempatan oleh Allah untuk memperbaiki kekurangan dalam ibadah, sehingga ibadahnya menjadi sempurna.
Tadi pagi saya ikut gotong royong membersihkan mesjid, persiapan memasuki Ramadhan, mulai dari dalam mesjid sampai ke pekarangannya. Sejak saya lahir sampai tadi dan mungkin sampai akhir zaman, perdebatan tentang jumlah rakaat shalat tarawih selalu saja ada dan akan terus ada. Saya biasa melakukan shalat tarawih 20 rakaat, karena di lingkungan saya tinggal jumlah rakaat nya segitu, dan kalau saya berada di lingkungan masyarakat yang meyakini rakaat shalat tarawih 8 rakaat maka saya mengikutinya tanpa harus menambah lagi setelah pulang dari mesjid.
Perdebatan jumlah rakaat shalat tarawih sudah berlangsung sejak lama, kedua-dua nya mempunyai dalil yang kuat, semuanya bersumber dari hadist Nabi. Dari kedua versi, yang mana paling benar? Jawabannya adalah keduanya benar, atau keduanya tidak benar.
Sadar atau tidak, kebenaran itu TIDAK ADA. Seluruh manusia mempersepsikan kebenaran menurut ilmu yang diketahuinya, menurut input yang masuk ke dalam akal fikirannya. Bagi sunni, penganut syiah adalah sesat dan menyimpang dari agama, sedangkan bagi penganut syiah, sunni menyimpang dari agama, lahir dari produk politik masa lalu. Sunni dan syiah keduanya benar dan keduanya salah, tergantung anda memandang dari sudut pandang mana.
Apakah Islam agama yang benar? Bagi penganut agama Islam itu sudah jelas, Islam agama yang di ridhai Allah, bagi non muslim? Islam bukan agama yang benar, agama mereka yang paling benar. Bagi penganut ajaran wahabi/salafi, apa yang mereka yakini dan amalkan adalah yang paling benar, sedangkan bagi kelompok di luar mereka, wahabi/salafi adalah ajaran menyimpang dari agama, ajaran yang muncul 100 tahun lalu.
Kalau anda mencari kebenaran, maka sampai kapan pun anda tidak akan menemukan keberaran. Maksud saya, kalau kebenaran yang anda cari adalah kebenaran yang bisa diterima oleh semua orang, kebenaran tanpa ada yang mengingkari.
Kebenaran dalam bahasa Arab adalah Haqq, merupakan nama dari Allah Al-Haqq (Maha Benar), itu sebabnya di dunia ini tidak ada yang benar, sampai manusia menemukan al-Haqq.
Ketika manusia menemukan al-Haqq maka dia sudah tidak memerlukan lagi pengakuan dari makhluk, tidak memerlukan lagi dukungan atas apa yang diyakininya. Hatinya telah sibuk bersama Allah, dia sudah tidak lagi berada pada level persepsi yang merupakan produk akal. Manusia yang telah bersama Allah tidak akan bisa lagi menemukan kesalahan pada manusia lain, karena tidak telah mampu melihat seluruh jalan yang dilalui manusia untuk mencapai Tuhan. Karena telah berada di puncak piramida, maka dia mampu melihat seluruh sisi bangunan, mampu melihat kehadiran dan ketidakhadiran cahaya Allah pada diri masing masing individu manusia.
Pada level ini manusia tidak lagi memerlukan sebab, karena segala sesuatu terjadi semata-mata karena Allah. Tidak lagi terpengaruh oleh benar salah, pahala dan siksa, seperti ucapan ketidakpedulian Rabi’ah al-Adawiyah akan surga dan neraka. Bahkan kehidupan tidak lagi bisa diberi makna, karena mareka telah pasrah dalam genggaman Allah Ta’ala seperti bayi dalam pangkuan Ibu nya, tanpa berdaya apa-apa selain perlindungan dan kasih sayang sang Ibunda. Dalam kondisi ini lah Al-Halaj berkata, “hidup dan mati bagi ku sama saja”.
12 Comments
Suryadi
Tulisan yg sangat bagus sekali.. Trimakasih SUFIMUDA atas Pencerahan Nya 😊
belajar sufi
Alhamdulillaah…ditunggu tulisan berikutnya…smg slalu sehat n bahagia…Ty SM izin share
..
loeapan
Kebenaran menurut versi manusia itu tidak ada… karena kebenaran versi manusia didasarkan kepentingan atau nafsu semata.
Kebenaran yang sebenarnya kebenaran adalah datang dari sisi Tuhan melalui manusia pilihan atau utusanNya saja.
Namun terkadang manusia tidak dapat melihat kebenaran yang datang dari sisi manusia utusan atau pilihan Tuhan, karena sudah terhijab dengan nafsu dan kepentingan saja.
Sebagai ilustrasi adalah bagaimana Nabi Musa berguru kepada Nabi Khidir, dimana Nabi Khidir melakukan hal-hal yang bertentangan menurut pengertian manusia yang artinya tidak membunuh ataupun merusak milik orang lain. Tapi kenyataan ternyata Nabi Khidir yang benar.
Ilustrasi diatas memang mudah diucapkan tapi bagaimana dengan implementasi atau pelaksanaannya….????
Untuk mencapai kebenaran harus mengikuti yang punya kebenaran yaitu manusi utusan dan pilihan Tuhan yaitu para nabi, jika para nabi telah berlindung maka mengikuti Ulama Pewaris Nabi yaitu Ulama yang mendapat waris dari Nabi.
Nah pertanyaan selanjutnya adalah siapakah Ulama Pewaris Nabi saat ini….. yang Beliau adalah kebenaran…… ????
fafa
Makasih tulisannya 🙂 sangat simple sederhana, langsung masuk ke hati.
Budhisufi
Terima kasih bang sufimuda…..
Harit Tanjung
Ulama Pewaris Nabi adalah ulama yang secara hak dari Allah dan Rasul-Nya mendapatkan warisan Ilmu Kenabian (An-Nubuwwah). Kalimat utuh dalam Al-Qur’an adalah : …Al-Kitab, Al-Hikmah, dan An-Nubuwwah….
Carilah ulama yang mendapatkan warisan Al-Kitab, Al-Hikamah, dan An-Nubuwwah …(QS. Ali Imran 79).
loeapan
Siapa sekarang ini pemegang waris nabi atau Ulama Pewaris Nabi…???
des
walaupun hanya sebutir zarah saja,….jadi jangan katakan kebenaran itu tak ada
Ardiani
Saya sangat sepaham bahwa kebenaran itu tidak ada. Di saat kita sampai kepada Allah di puncak Pyramida. Kita menjadi ZERO mind. Tidak ada lagi pertanyaan “mengapa”, “seharusnya”?….Kita berada dlm sudut pandang yg maha luas. Tdk ada amarah, dengki, benci dsb. Amat mudah utk memahami sudut pandang mrk yg berbeda agama dan aliran. Damai berjalan di atas bumi ini…
Arman Galu
Terima kasih pencerahannya,mohon izin share setiap tulisan bang Sufi Muda untuk jadi bahan referensi dalam rangka meningkatkan pemahaman tasawuw.
andreyanuarerik
Terima kasih atas pencerahannya mas, semoga bermanfaa5 bagi kita semua, amin
Wilden
Saya melihat judul tulisan ini tidak tepat, sepatutnya “Kebenaran itu ada yaitu AL’Haq” Sedang pembahasan adalah perspektif kebenaran dalam pemikiran masing-masing individu manusia. Walohua’lam