Tasauf

Tobat

sujud1Hal yang pokok bagi para penempuh jalan kepada Allah (Tareqatullah) adalah tobat, inilah jalan pembuka, pintu awal melangkahkan kaki menuju kehadirat Allah swt. Allah swt Yang Maha Suci tentu hanya menerima ruhani manusia yang telah di sucikan, karena itu Allah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada manusia untuk bertobat. Karena tobat merupakan hal yang pokok dalam tarekat, maka berikut akan kami jelaskan secara terperinci tentang tobat. Tulisan yang akan sahabat baca berikut  kami kutip dari karya seorang Ulama Sufi Syekh Amin Al Kurdi dari kitab Beliau yang terkenal yaitu “Tanwir al-Qulub fi Mu’amalah “Allam al-Ghuyub” dan menjadi rujukan sebagian besar pengamal tarekat.

Tobat adalah pangkal dari segala tingkatan dan kondisi ruhani (maqam dan hal) serta awal berbagai tingkatan spiritual (maqamat). Tobat bagaikan lahan bagi bagunan. Barangsiapa tidak bertobat, dia tidak akan memiliki tingkatan dan kondisi ruhani. Sebagaimana orang yang tidak memiliki lahan tidak akan memiliki bangunan.

Tobat adalah kembali dari sifat-sifat tercela menuju sifat-sifat terpuji. Ada yang mengatakan bahwa orang yang kembali dari hal-hal yang bertentangan dengan syariat karena takut akan siksa Allah disebut ta’ib. Orang yang kembali karena malu dilihat oleh Allah disebut munib. Sedangkan orang yang kembali karena menghormati keagungan Allah disebut awwab.

Setiap hamba harus segera bertobat dan merealisasikan syarat-syarat agar terbebas dari kemarahan dan murka Allah, selamat dari neraka Jahannam, meraih kebahagiaan abadi serta memperoleh ridha dan surga-Nya. Selain itu, juga agar mendapat taufik untuk menjalankan ketaatan sehingga ketaatannya diterima, sebab tobat menjadi syarat baginya. Mayoritas ibadah hukumnya sunnah, sedangkan hukum tobat adalah wajib. Ibadah sunnah tidak akan diterima sebelum menunaikan ibadah wajib.

Kewajiban tobat ditetapkan di dalam Alqur’an dan hadis Nabi saw. Di Dalam Alqur’an antara lain firman Allah Ta’ala, “Bertobatlah kalian seluruhnya kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian berbahagia” (Q.S. An-Nur 31). Allah Ta’ala juga berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kamu kepada Allah dengan tobat nashuha” (Q.S. At-Tahrim, 8).

Tobat Nashuha adalah tobat lahir dan bathin yang disertai tekad untuk tidak pernah mengulang kembali perbuatan dosa. Barangsiapa bertobat lahir saja, tidak ada bedanya dengan waduk tinja bertutup kain sutera. Orang-orang memandang dan merasa kagum dengannya. Tetapi saat tutupnya disingkapkan, mereka berpaling dan menjauhinya. Begitu pula cara manusia memandang orang-orang yang menjalankan ketaatan lahir saja. Ketika penutup yang menutupinya disingkapkan pada Hari Kiamat, yakni pada hari segala rahasia ditampakkan, para malaikat akan berpaling menjauhinya. Karena itu Rasulullah saw bersabda. “Sesungguhnya Allah tidak memperhitungkan rupa kalian, tidak juga harta kekayaan kalian, tetapi Dia memperhitungkan hati kalian” (HR. Muslim).

Di antara ayat alQur’an yang menunjukkan keutamaan tobat adalah firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat, dan Dia mencintai orang-orang yang bersuci” (Q.S Al-Baqarah, 222). Apabila mereka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, maka Allah akan mencintai mereka. Apabila telah mencintai mereka, Dia akan iri apabila melihat suatu kekurangan dari mereka, sehingga Dia akan menutupinya. Bagian dari kemurahan Allah terhadap hamba-hamba-Nya adalah berupa penerimaan tobat. Bila mereka berbuat maksiat lalu bertobat, kemudian kembali berbuat maksiat, lalu bertobat lagi, Allah tetap akan menerima tobat mereka.

Bersambung…

8 Comments

  • GentongBolong

    tobat itu perlu pengetahuan, bahwa apa yang sudah dikerjakan itu salah. Pada umumnya kebenaran yang kita pegang adalah kebenaran normatif. Sedangkan tobat diperlukan kebenaran Illahi yang sangat tinggi/sulit (bisa juga menjadi sangat mudah).
    Apakah manusia bisa bertobat pada sesuatu yang dia senangi, seperti senangnya terhadap Harta, Tahta & Wanita

    …..TunjukilahKami jalan yang lurus,(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat…
    Secara umum kata “jalan yang lurus” ditafsirkan jalan yang enak, harta berlimpah (bersifat positif/golongan kanan) —menjadi pola fikir—

    Kalau dilihat pada kalimat terakhir “orang yang diberi nikmat adalah nabi Muhammad SAW dan Ibrahim AS” apakah kita masih sanggup mengamini!?

    Saya ambil contoh:
    “Jika jalan yang lurus itu saya harus menyembelih anak saya, membuang istri saya, atau dilempari batu diam saja dan lainnya (ambil contoh dari riwayat nabi), maka rasanya sulit kita untuk AMIN, bahkan berkelit mencoba untuk menjustifikasi dengan segala argumennya”

    Al Fatihah di baca 17 kali…… yang salah satu intinya minta kepada Allah ditunjukkan “jalan yang lurus”. Kalau jalan yang lurus seperti gambaran diatas……..

    Nampaknya, saya harus bertobat pada cerita diatas rasanya berat sekali…..Namun saya tidak dapat menghindar dari kehendak Allah SWT…………..lambat laun, mulai dari terpaksa…………mau tidak mau……….mudah2an akhirnya ikhlas…………tunduk…….mohon ampun kepada Allah SWT.

    perhatian, tulisan ini belum tentu benar……..hanya sebuah olah pikir…..kalau salah, buang saja. Jika benar, Allah yang Maha Benar

    • SufiMuda

      Akal pikiran manusia bisa benar dan bisa salah tergantung input yang masuk. Cara terbaik memahami ayat-ayat Tuhan dan memahami kisah yang di alami oleh Nabi adalah dengan mendapat bimbingan. Dengan bimbingan maka cahaya Allah akan masuk ke dalam qalbu. Ketika cahaya Allah masuk ke dalam qalbu maka akal pun tercerahkan dan keraguan tidak akan ada lagi…

  • Ruslianto

    HUBUNGAN TOBAT DENGAN MURSYID :

    As Syekh Muhammad Amin Al Kurdi dalam bukunya yang terkenal “Tanwirul Qulub” menjelaskan ; bahwa seorang murid/salik dalam usahanya menuju ke haderat Allah SWT yang didahului dengan tobat, membersihkan rohani, kemudian mengisinya dengan amal-amal sholeh haruslah mempunyai syekh yang sempurna pada zamannya, yang melaksanakan ketentuan syariat berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadist, dan mengikuti peramalan yang dicontohkan oleh Rasulullah s.a.w secara berkesinambungan yang diteruskan oleh para ahli silsilah sampai pada zamannya.

    Seorang mursyid yang silsilahnya berkesinambungan sampai dengan Nabi Muhammad s.a.w, haruslah mendapat izin atau statuta dari mursyid sebelumnya.
    Dengan demikian seorang mursyid haruslah telah mendapat pendidikan (zahir bathin) yang sempurna, “sudah arif billah” , seorang wali yang mendapat izin atau statuta dari mursyid sebelumnya . Seorang murid/salik yang bertarekat tanpa syekh maka mursyidnya adalah syetan. (Amin Al Kurdi, 1994 : 353).

    Syekh Abu Yazid Al Busthami : “Orang yang tidak mempunyai Syekh Mursyid, maka syekh mursyidnya adalah syetan”.

    Pengertian Mursyid dijelaskan oleh Prof.Dr.H.SS Kadirun Yahya MA dalam beberapa bukunya dan ceramahnya bahwa Mursyid itu bukan wasilah, tetapi mursyid itu adalah “pembawa wasilah” atau “hamilul wasilah atau wasilah carrier”, menggabungkan wasilah itu kepada wasilah yang telah ada pada rohaniah Rasulullah s.a.w.

    Wass: Demikian, mohon maaf Bg.SM dan sMOga bermanfaat.

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca