Pemikiran

TAREKAT DAN PEMBEBASAN MANUSIA

T. Muhammad Jafar

Alumni Konsentrasi Pemikiran dalam Islam, Pasca Sarjana IAIN Ar-Raniry

Ketua Liga PhiloSufi (PhiloSufi League)

Email : filosofdunia@gmail.com

Manusia dalam kondisi alamiahnya dibedakan dengan makhluk lainnya pertama-tama bukanlah karena kemampuan akal budinya, tetapi karena kehendak bebas dan kemampuannya untuk memperbaiki dan menyempurnakan diri secara terus menerus. Dalam konsep fitrahnya, manusia ada (eksistensi) terlebih dahulu baru kemudian menyusun esensinya (ke-apa-an) nya. Contohnya : “Bambang, misalnya, ada terlebih dahulu, baru kemudian dia menyusun sendiri esensinya menurut kehendak bebasnya (free will). Dengan kehendak bebas yang ada padanya, Bambang bisa menjadi apa (esensi) saja seperti menjadi seorang presiden, Menteri, akademisi, ulama, jenderal, pengusaha, lawyer, dsbnya.” Ketika manusia itu ada, maka secara alamiah manusia akan menapaki esensinya dan memutuskan menjadi apa, ketika memutuskan menjadi apa, maka manusia itu berada pada wilayah bebas sebebas-bebasnya. Dengan bahasa lain, manusia dilahirkan untuk bebas, bukan untuk dipenjarakan. Kebebasan bukanlah rahmat bagi manusia, kebebasan juga bukanlah sebuah ciri yang membedakan manusia dengan yang lain, tapi manusia adalah kebebasan itu sendiri.

Kebebasan manusia ketika memutuskan menjadi apa, juga berlaku dalam kebebasan menetukan jalan dan pilihan religiusitasnya, karena religiusitas adalah tahapan tertinggi dari kemanusiaan seseorang, dimenasi religiusitas adalah dimensi :mengalami dan merasakan kehadiran” (dalam konteks pemikiran, ini disebut dengan metafisika) pengalaman kehadiran ini levelnya diatas wahyu yang hanya sebuah “teks” semata. Tuhan itu bukan untuk dipercayai, tetapi untuk dijumpai dan menyatukan diri dengan Tuhan dalam rupa dan wujud sebenar-benarnya, bukan spekulatif. Hanya mempercayai Tuhan, tetapi tanpa pernah bisa menjumpainya, maka ini adalah sebagai sebuah bentuk pengingkaran terhadap eksistensi kemanusiaannya yang harus bebas melakukan pencariannya bertemu dengan Tuhan.

Sebenarnya, manusia dalam tubuh dan kesadarannya yang selalu dibawa kemana saja punya kebebasan yang tidak terbatas untuk menentukan sendiri religiusitasnya (jalan menemukan dan menjumpai Tuhannya). Jalan yang harus ditempuh manusia adalah jalan  mencari dan terus mencari sampai dia menemukan yang sebenarnya dalam wujud hakikat. Namun dalam perjalanan sejarahnya banyak manusia yang menganggap bahwa “doktrin-doktrin teologis syaria’at dan Fiqhism” sebagai puncak dari segala pencarian, ketika manusia menganggap ini sebagai puncak perjalanan religiusitasnya, maka ini secara tidak lansung adalah bentuk pengingkaran terhadap “kebebasan” manusia, kenapa?, karena potensi kebebasannya menemukan religiusitas yang sebenarnya yang masih ada dan belum selesai tidak diarahkan secara penuh tetapi malah berhenti pada level syari’at.

Kita juga bisa memahami, kenapa banyak manusia berhenti dilevel ini. tidak lain adalah karena ketakutan terhadap doktrin bangunan teologis yang hadir dengan kata-kata “Murtad, sesat ” bagi orang-orang yang terus menempuh jalur-jalur religiusitasnya. Religiusitas adalah lompatan iman tertinggi, jadi berada di level syariat belum bisa dikatakan “religius”. Konsep kebebasan disini, yang harus dipegang teguh oleh siapapun manusia dimuka bumi adalah : “Bahwa, tidak boleh mengatakan sesat dan sebagainya, kepada para penempuh jalan menemukan religiusitas yang sebenarnya”. Karena ketentuan-ketentuan doktrinal agama adalah sesuatu yang harus terus diperiksa dan dipertanyakan oleh manusia dalam jalan menemukan Tuhan.

Lebih lengkpanya, kita dapat menemukan inti dalam tiga proses perjalanan manusia menempuh jalur religiusitas sebenanrya, yaitu :

Pertama, sikap estetis, yaitu sikap yang “sangat bebas”, dimana semua kemungkinan diperiksa, sekaligus menolak semua kaidah-kaidah yang membatasi kemungkinan tersebut. dengan cara hidup demikian, manusia memang dihadapkan pada pilihan-pilihan. Dan manusia harus memilih, dalam memilih, manusia mengisi kebebasannya dan bereksistensi.

Kedua, sikap etis, dimana ia tidak lagi memilih, tetapi mulai memasuki kaidah-kaidah moral, menerima suara hati dan menentukan arah hidup. Jelasnya, dalam tahap ini manusia mulai mengakui kelemahannya, misal kelemahan pengetahuannya tentang hakikat Tuhan yang sebenarnya, tetapi ia belum sadar bahwa “ia membutuhkan pertolongan dari atas”, jika tahap ini sudah dilewati, maka manusia melompat ke tahap yang lebih tinggi, yakni sikap religius.

Ketiga, sikap religius, dimana manusia sudah percaya kepada Allah, namun, percaya begitu saja amatlah mudah. Yang diperlukan adalah “manusia percaya kepada Allah berdasarkan pergumulan, pencarian, pertanyaan-pertanyaan kita terhadap yang kita percayai itu”. Lebih mudahnya Ini dapat kita istilahkan dengan “religiusitas A” (agama yang diajarkan orang-orang umum) dan “religiusitas B” (agama berdasarkan pencarian sampai menemukan yang sebenarnya). Disini, religiusitas yang sebenarnya adalah “religiusitas B”. Model religiusitas A adalah religiusitas yang sangat mudah dan banyak sekali, artinya ini kebanyakan orang (mayoritas) dan manusia yang berada dilevel ini bukanlah pilihan, karena tidak pernah menggunakan kebebasannya untuk memeriksa, mempertanyakan tetapi hanya menerima saja dengan segala “sikap percaya diri penuh” bahwa ini sudah final. Model “religiusitas A” adalah “penonton” dan “model religiusitas B” adalah “pemain”, insan-insan unggul yang akan menentukan jalan dan roda sejarah kehidupan.

Tarekat adalah satu-satunya jalan (metode) yang bisa menyambut dan menyahuti kebebasan manusia dalam ketiga proses perjalan manusia menempuh jalan religiusitas di atas. Hanya dalam tarekat manusia akan mengalami kebebasan secara penuh.  Terkait kebebasan tersebut, maka semakin cepat manusia bekerja menemukan esensinya religiusitasnya (perjumpaan dan penyatuan dengan Tuhan), maka semakin sempurna esensinya sebagai manusia. Perjalanan yang harus ditempuh sebagai sebuah lompatan besar kesempurnaan selaku manusia yang bebas adalah 1. Perjalanan menuju Tuhan. 2). Perjalanan bersama Tuhan ; 3). Menyatukan diri bersama Tuhan tanpa kemanusiaan lagi dan 4). Perjalanan kembali bersama manusia dalam segala persfektif ketuhanannya. Oleh karena itu, menjalani tareqat adalah menjalani kesempurnaan manusia, dan merupakan jalan pembebasan manusia, sehingga potensi manusia sebaagi rahmatan lil’alamin tercapai, karena manusia yang dihasilkan dari tareqat adalah manusia yang tidak lagi berbuat kekacauan, tidak spekulatif lagi, tidak lagi diliputi kecemasan antara dosa dan pahala, antara surga dan neraka, karena semuanya sudah jelas. Dan orang-orang yang telah berada dalam “Arasy Tarekat” bukanlah orang-orang sembarangan, mereka adalah orang-orang pilihan, yang sadar betul akan konsep kebebasan menemukan religiusitas yang sebenarnya, mereka adalah insan-insan yang “ diperlukan sejarah dan dibutuhkan dunia saat ini”.

Apakah setelah bertarekat manusia tidak bebas lagi?. Maka jawabannya adalah manusia tetap bebas sebebas-bebasnya, karena dia telah sampai kepada piramida tertinggi, dan ketika menuruni tangga kebawah, dia bisa turun dari arah manapun, dan setiap saat dia bisa kembali lagi menaiki tangga tersebut menuju puncak dari arah manapun yang dia kehendaki. Esensi menemukan Tuhan sebagai puncak tertinggi telah didapat, setelah itu dia tentu diliputi kesenangan yang tidak bisa digambarkan. Konsep kebebasan manusia yang sangat sehat justru didapat dalam kontek tarekat, yaitu sebuah konteks yang tidak pernah mencampur adukkan antara urusan-urusan ilahiyah dengan urusan lainnya, politik misalnya, yang membuka peluang menjual ayat untuk kepentingan politik. dalam tarekat, urusan duniawi manusia adalah urusan kebebasan masing-masing (menentukan pilihan politiknya, jalur dan model ekonomi untuk kesejahterannya, dsbnya) tanpa doktrin-doktrin mengekang.

Definisi Islam sebagai agama adalah “penyerahan diri total”. Penyerahan diri total ini akan kehilangan esensi dan maknanya jika dibaca dalam konteks spekulatif (ketidak pastian), penyerahan diri totalnya tersebut karena iming-iming surga dan ketakutan terhadap neraka, keinginan kelimpahan pahala dan menghindarkan diri jauh-jauh dari dosa. Kepasrahan total itu akan bermakna dan menjadi seutuhnya ketika manusia melompati keimanannya dalam tiga tahap selanjutnya pasca syariat, yaitu tareqat, menuju kepada hakikat (inti, esensi, kebenaran) dan makrifat (mengalami keadaan kehadiran Tuhan dan mengalami ke “ada” an Tuhan yang sebenarnya, tanpa spekulasi, tanpa hijab dan tabir), dalam kondisi makrifat inilah puncak piramida pembebasan, karena manusia itu berasal dari ketiadaan, kemudian menjadi ada, kemudian dia diberikan kebebasan untuk menjadi esensi “apa” dan kemudian dia kembali kepada pemilik “ada” tersebut, yang telah ‘ada” sebelum kata-kata “ada” itu “ada”.

Tugas besar yang harus dilakukan sebagai manusia di semesta adalah bersama-sama menyelamatkan umat manusia dari “penjara-penjara teologis” warisan ribuan tahun lalu, yang telah di dekonstruksi oleh strktur kekuasaan, untuk kepentingan kekuasaan, menjauhkan umat manusia dari pemahaman, pendefinisian Tuhan yang sebenarnya dan menjauhkan manusia dari kemanusiaannya yang integral, menjadi manusia yang saling membenci satu sama lain hanya karena iman yang dianggap benar, padahal masih spekulatif. Kini tugas kita yang harus kita lakukan adalah “mendekonstruksi” kembali “bangunan teologis warisan kerajaan-kerajaan tersebut”, kita harus terus berkata, “sejarah hari ini tidka butuh lagi teologi kerajaan seperti ini, kita hanya butuh teologi kehidupan, agar manusia dunia menemukan kesejatian eksistensi dan esensi mereka selaku makhluk bebas dan menemukan Tuhan dalam kebebasan mereka mencari dan menemukan Tuhan, bukan menemukan Tuhan karena keterpaksaan “warisan” hierakhi-keluarga akibat ditakut-takuti oleh dosa dan kemurtadan.

Ketika semua orang hampir mati dan beku didalam sistem dan struktur hierakhis-anarkhis keagamaan syariat, Sufi terus berkreasi dan bekerja dalam segala dimensi massa, ruang dan waktu sebagai “ksatria-ksatria religius kesalehan sosial” yang terus menerus membebaskan manusia dengan kekuatan qalbu dan rasionya sehingga yang beku menjadi cair dan yang hampir mati hidup kembali. Praktek-praktek tarekat merupakan proses yang “Haq” dan “dibutuhkan sejarah” sampai kapanpun, sehingga pagar-pagar batas struktural dan sistem keagamaan yang selama ini ibarat penjara-penjara manusia menjadi runtuh berkeping-keping sehingga manusia terbebaskan, tercerahkan dari segala dimensi.

22 Comments

  • hasri

    Alhamduliilah berkah allah utk bang sufi , muda. Bertambah pemahaman saya hari ini, tercerahkan saya dengan penjelasan abang ini terimakasih bang sufi muda, dan terus berkarya

  • baxooljelly

    mas brow…..saya gak melihat dlm satu kalimatpun diatas yg dicantumin dgn firman Allah SWT ataupun hadits Rosululloh SAW….ataupun pendapat para sahabat….atau para ulama…….

    • zul

      tingkat iman terendah itu yaitu iman dalil,jadi klw mau dalil nya baca artikel di atas,cari dalil nya di alqr’an,usaha brow biar tambah ilmunya,janga cuma protes aja

  • Ruslianto

    Assalamu-a’laikum :

    Kisah nyata (ini) pernah saya kirim pada Sufi Muda (ini) 18 Juli 2011, yaitu kisah seorang mualaf yang menurut saya sebuah pengalaman rohani dan keimanan luar biasa dan insya Allah dapat memberikan suatu dorongan untuk menyikapi suatu kebenaran;

    Sekitar Tahun 1989 waktu itu saya berkenalan seorang Mualaf di Kota Medan, namun saat itu beliau tidak menceritakan sebab musabab ia mendapat hidayah memeluk agama islam, dan sudah 7 tahun berlalu sambil terus mendalami islam dengan ilmu fikih – tauhid, dll-membaca Al Qur’an mempelajari dari buku-buku tentang islam, dan kelihatan ta’atnya seperti ta’atnya Beliau sewaktu memeluk agama Non Muslim kala itu, …. namun Beliau berkata,… (Yang membuat saya terenyuh,…) “Bahwa ia tidak ada merasakan “perbedaan” pada iman-nya dari kepindahan agama itu (maksud nya sama saja imannya sejak mualaf dengan agama nya yang dulu),… Padahal katanya ; telah mempelajari semua ilmu fikih dan fasih membaca Qur’an, mempelajari ilmu hadist dll.
    Lalu pada suatu hari ada seseorang teman mengajaknya masuk tarekat; ..Nah,…sejak ia masuk Tharekat Naqsayahbandi (ini),….Lalu ia-pun berkata : Ini baru muslim yang dicari cari-nya itu,…Luar biasa katanya,Ini suatu cara pendekatan kehadirat Allah dengan cara yang benar,… (seperti ada dorongan iman yang kuat dan luar biasa).

    Maka ia masukkan beberapa orang “sedulur-nya” dalam islam dan melaksanakan ajaran Tharekat,….. Waktu itu saya penasaran sekali,…. Dan setelah itu pada kesempatan yang lain saya bertemu lagi dengannya dan saya tanya dimana Saudara masuk thareqat ? Ia menjawab singkat : Jln Sei Batu Gingging di Medan, katanya sambil berlalu,…….
    Untuk sebuah renungan bagi kita semua atas pengalaman beliau ini, ibaratkan satu motivasi bagi saya,dan “empiris” itu penting juga kiranya.
    Wass.

  • azhar mahendra

    Hmmmm……bahasa dan cara penyampaian sangat tdk dipahami dan dimengerti kalangan “awam”,shg bs jd salah pengertian dan terjadi penyimpangan2 ajaran islam,yg sudah tdk lg berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadist,dlm suatu syiar agama islam yakinlah bhw bahasa yg digunakan adalah bahasa orang awam yg mudah sekali dipahami,bukan bahasa “sekolahan” yg “berkelas” yg mayoritas bikin “garuk2 kepala” ato mungkin harus buka kamus “tata bahasa ” ato sejenisnya…….

  • wahyutrianingrum

    bahwa tdk semua manusia mendapati religiusitas b, dan tdk stiap orang mau mengerti, memahami, ttg pengenalan maupun perjumpaan pd Allah, allahu akbar, bersyukur bs mengalami gejolak hati, pencarian jati diri, pertanyaan2 ttg ilahi robbi, bersyukur alhamdulillah

  • olin

    Yg di brikan pemahaman oleh Allah swt mlalui artikel di atas ya alhamdulillah yg blm paham dan ingin paham brgurulah dgn org yg sudh di beri pemahaman oleh Allah swt. Simpel! Jka msi sulit mnemukannya jdikanlah sabar dan sholat sbgai prntara utk mnemukannya., salam takzim utk abg sufi muda dan smua saudara2.

  • Sandi Kaladia

    MANDALAJATI NISKALA
    Seorang Filsuf Sunda Abad 21
    Menjelaskan Dalam Buku
    SANG PEMBAHARU DUNIA
    DI ABAD 21,
    Mengenai
    HAKEKAT DIRI

    Salah seorang peneliti Sunda yang sedang menulis buku
    “SANG PEMBAHARU DUNIA DI ABAD 21,
    bertanya kepada Mandalajati Niskala:
    “Apa yang anda ketahui satu saja RAHASIA PENTING mengenai apa DIRI itu? Darimana dan mau kemana?
    Jawaban Mandalajati Niskala:
    “Saya katakan dengan sesungguhnya bahwa pertanyaan ini satu-satunya pertanyaan yang sangat penting dibanding dari ratusan pertanyaan yang anda lontarkan kepada saya selama anda menyusun buku ini.
    Memang pertanyaan ini sepertinya bukan pertanyaan yang istimewa karena kata “DIRI” bukan kata asing dan sering diucapkan, terlebih kita beranggapan diri dimiliki oleh setiap manusia, sehingga mudah dijawab terutama oleh para akhli.
    Kesimpulan para Akhli yang berstandar akademis mengatakan BAHWA DIRI ADALAH UNSUR DALAM DARI TUBUH MANUSIA.
    Pernyataan semacam ini hingga abad 21 tidak berubah dan tak ada yang sanggup menyangkalnya. Para Akademis Dunia Barat maupun Dunia Timur banyak mengeluarkan teori dan argumentasi bahwa diri adalah unsure dalam dari tubuh manusia. Argumentasi dan teori mereka bertebaran dalam ribuan buku tebal. Kesimpulan akademis telah melahirkan argumentasi Rasional yaitu argumentasi yang muncul berdasarkan “Nilai Rasio” atau nilai rata-rata pemahaman Dunia Pendidikan.
    Saya yakin Andapun sama punya jawaban rasional seperti di atas.
    Tentu anda akan kaget jika mendengar jawaban saya yang kebalikan dari teori mereka.
    Sebelum saya menjawab pertanyaan anda, saya ingin mengajak siapapun untuk menjadi cerdas dan itu dapat dilakukan dengan mudah dan sederhana.
    Coba kita mulai belajar melacak dengan memunculkan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan kata DIRI, JIWA dan BADAN, agar kita dapat memahami apa DIRI itu sebenarnya. Beberapa contoh pertanyaan saya susun seperti hal dibawah ini:
    1)Apa bedanya antara MEMBERSIHKAN BADAN, MEMBERSIHKAN JIWA dan MEMBERSIHKAN DIRI?
    2)Apa bedanya KEKUATAN BADAN, KEKUATAN JIWA dan KEKUATAN DIRI?
    3)Kenapa ada istilah KESADARAN JIWA dan KESADARAN DIRI sedangkan istilah KESADARAN BADAN tidak ada?
    4)Kenapa ada istilah SEORANG DIRI tetapi tidak ada istilah SEORANG BADAN dan SEORANG JIWA?
    5)Kenapa ada istilah DIRI PRIBADI sedangkan istilah BADAN PRIBADI tidak ada, demikian pula istilah JIWA PRIBADI menjadi rancu?
    6)Kenapa ada istilah KETETAPAN DIRI dan KETETAPAN JIWA tetapi tidak ada istilah KETETAPAN BADAN?
    7)Kenapa ada istilah BERAT BADAN tetapi tidak ada istilah BERAT JIWA dan BERAT DIRI?
    8)Kenapa ada istilah BELA DIRI sedangkan istilah BELA JIWA dan BELA BADAN tidak ada?
    9)Kenapa ada istilah TAHU DIRI tetapi tidak ada istilah TAHU BADAN dan TAHU JIWA?
    10)Kenapa ada istilah JATI DIRI sedangkan istilah JATI BADAN dan JATI JIWA tidak ada?
    11)Apa bedanya antara kata BER~BADAN, BER~JIWA dan BER~DIRI?
    12)Kenapa ada istilah BER~DIRI DENGAN SEN~DIRI~NYA tetapi tidak ada istilah BER~BADAN DENGAN SE~BADAN~NYA dan BER~JIWA DENGAN SE~JIWA~NYA?
    13)Kenapa ada istilah ANGGOTA BADAN tetapi tidak ada istilah ANGGOTA JIWA dan ANGGOTA DIRI?
    Beribu pertanyaan seperti diatas bisa anda munculkan kemudian anda renungkan. Saya jamin anda akan menjadi faham dan cerdas dengan sendirinya, apalagi jika anda hubungkan dengan kata yang lainnya seperti; SUKMA, RAGA, HATI, PERASAAN, dsb.
    Kembali kepada pemahaman Akhli Filsafat, Ahli Budaya, Akhli Spiritual, Akhli Agama, Para Ulama, Para Kyai dan masyarakat umum BAHWA DIRI ADALAH UNSUR DALAM DARI TUBUH MANUSIA. Mulculnya pemahaman para akhli seperti ini dapat saya maklumi karena mereka semuah adalah kaum akademis yang menggunakan standar kebenaran akademis.
    Saya berani mengetasnamakan Sunda, bahwa pemikiran di atas adalah SALAH.
    Dalam Filsafat Sunda yang saya gali, saya temukan kesimpulan yang berbeda dengan pemahaman umum dalam dunia ilmu pengetahuan.
    Setelah saya konfirmasi dengan cara tenggelam dalam “ALAM DIRI”, menemukan kesimpulan BAHWA DIRI ADALAH UNSUR LUAR DARI TUBUH MANUSIA. Pendapat saya yang bertentangan 180 Derajat ini, tentu menjadi sebuah resiko yang sangat berat karena harus bertubrukan dengan Pendapat Para Akhli di tataran akademik.
    Saya katakan dengan sadar ‘Demi Alloh. Demi Alloh. Demi Alloh’ saya bersaksi bahwa diri adalah UNSUR LUAR dari tubuh manusia yang masuk menyeruak, kemudian bersemayam di alam bawah sadar. ‘DIRI ADALAH ENERGI GAIB YANG TIDAK BISA TERPISAHKAN DENGAN SANG MAHA TUNGGAL’. ‘DIRI MENYERUAK KE TIAP TUBUH MANUSIA UNTUK DIKENALI SIAPA DIA SEBENARNYA’. ‘KETAHUILAH JIKA DIRI TELAH DIKENALI MAKA DIRI ITU DISERAHTERIKAN KEPADA KITA DAN HILANGLAH APA YANG DINAMAKAN ALAM BAWAH SADAR PADA SETIAP DIRI MANUSIA’.
    Perbedaan pandangan antara saya dengan seluruh para akhli di permukaan Bumi tentu akan dipandang SANGAT EKSTRIM. Ini sangat beresiko, karena akan menghancurkan teori ilmu pengetahuan mengenai KEBERADAAN DIRI.
    Aneh sekali bahwa yang lebih memahami mengenai diri adalah Dazal, namun sengaja diselewengkan oleh Dazal agar manusia sesat, kemudian Dazal menebarkan kesesatan tersebut pada dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan ‘DI UFUK BARAT’ maupun ‘DI UFUK TIMUR’.
    Sebenarnya sampai saat ini DAZAL SANGAT MEMAHAMI bahwa DIRI adalah unsur luar yang masuk menyeruak pada seluruh tubuh manusia. DIRI merupakan ENERGI KEMANUNGGALAN DARI TUHAN SANG MAHA TUNGGAL. Oleh karena pemahaman tersebut DAZAL MENJADI SANGAT MUDAH MENGAKSES ILMU PENGETAHUAN. Salah satu ilmu yang Dia pahami secara fasih adalah Sastra Jendra Hayu Ningrat Pangruwating Diyu. Ilmu ini dibongkar dan dipraktekan hingga dia menjadi SAKTI. Dengan kesaktiannya itu Dia menjadi manusia “Abadi” dan mampu melakukan apapun yang dia kehendaki dari dulu hingga kini. Dia merancang tafsir-tafsir ilmu dan menyusupkannya pada dunia pendidikan agar manusia tersesat. Dia tidak menginginkan manusia mamahami rahasia ini. Dazal dengan sangat hebatnya menyusun berbagai cerita kebohongan yang disusupkan pada Dunia Ilmu Pengetahuan, bahwa cerita Dazal yang paling hebat agar dapat bersembunyi dengan tenang, yaitu MENGHEMBUSKAN ISU bahwa Dazal akan muncul di akhir jaman, PADAHAL DIA TELAH EKSIS MENCENGKRAM DAN MERUSAK MANUSIA BERATUS-RATUS TAHUN LAMANYA HINGGA KINI.
    Ketahuilah bahwa Dazal bukan akan datang tapi Dazal akan berakhir, karena manusia saat ini ke depan akan banyak yang memahami bahwa DIRI merupakan unsur luar dari tubuh manusia YANG DATANG MERUPAKAN SIBGHOTALLOH DARI TUHAN SANG MAHA TUNGGAL. Sang Maha Tunggal keberadaannya lebih dekat dari pada urat leher siapapun, karena Sang Maha Tunggal MELIPUT SELURUH JAGAT RAYA dan kita semua berada TENGGELAM “Berenang-renang” DALAM LIPUTANNYA.
    Inilah Filsafat Sunda yang sangat menakjubkan.
    Perlu saya sampaikan agar kita memahami bahwa Sunda tidak bertubrukan dengan Islam, saya temukan beberapa Firman Allohurabbul’alamin dalam Al Qur’an yang bisa dijadikan pijakan untuk bertafakur, mudah-mudahan semua menjadi faham bahwa DIRI adalah “UNSUR KETUHANAN” yang masuk ke dalam tubuh manusia untuk dikenali dan diserah~terimakan dari Sang Maha Tunggal sebagai JATI DIRI, sbb:
    1)Bila hamba-hambaku bertanya tentang aku katakan aku lebih dekat (Al Baqarah 2:186)
    2)Lebih dekat aku daripada urat leher (Al Qaf 50:16)
    3)Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kami disegenap penjuru dan pada nafasmu sendiri (Fushshilat 41:53)
    4)Dzat Allah meliputi segala sesuatu (Fushshilat 41:54)
    5)Dia (Allah) Bersamamu dimanapun kamu berada (Al Hadid 57:4)
    6)Kami telah mengutus seorang utusan dalam nafasmu (AT-TAUBAH 9:128)
    7)Di dalam nafasmu apakah engkau tidak memperhatikan (Adzdzaariyaat 51:21)
    8)Tuhan menempatkan DIRI antara manusia dengan qolbunya (Al Anfaal 8:24)
    9)Aku menciptakan manusia dengan cara yang sempurna (At Tin 95:4)
    Jawaban mengenai APA DIRI ITU. DARIMANA & MAU KEMANA (Sangkan Paraning Dumadi), akan saya jelaskan secara rinci dan tuntas pada sebuah buku.

    Di masa kini ke depan Sunda akan melahirkan Para Filsuf Handal yang siap menghancurkan kesalahan cara berpikir & manipulasi ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Para Filsuf Dunia.
    MARI KITA MEMBUAT KARYA FILSAFAT AGAR KITA MENJADI SEORANG FILSUF, YANG BERTANGGUNG JAWAB MENGHADIRKAN KEMBALI KEBENARAN ILMU SANG MAHA PENCIPTA, sebagai mana yang dilakukan oleh Filsuf Sunda Mandalajati Niskala, yang sebagian hipotesisnya sbb:

    1) Menurut para akhli di seluruh Dunia bahwa GRAVITASI BUMI EFEK DARI ROTASI BUMI.
    Menurut Filsuf Sunda Mandalajati Niskala SALAH BESAR, bahwa Gravitasi Bumi TIDAK ADA KAITANNYA DENGAN ROTASI BUMI. Sekalipun bumi berhenti berputar Gravitasi Bumi tetap ada.

    2) Bahkan kesalahan lainnya yaitu semua akhli sepakat bahwa panas di bagian Inti Matahari mencapai 15 Juta Derajat Celcius.
    Menurut Filsuf Sunda Mandalajati Niskala panas Inti Matahari SEDINGIN AIR PEGUNUNGAN”.
    Beliau menambahkan:“KALAU TIDAK PERCAYA SILAKAN BUKTIKAN SENDIRI”.

    3) Filsuf Sunda Mandalajati Niskala sangat logis menjelaskan kepada banyak pihak bahwa MATAHARI ADALAH GUMPALAN BOLA AIR RAKSASA YANG BERADA PADA RUANG HAMPA BERTEKANAN MINUS, SEHINGGA DI BAGIAN SELURUH SISI BOLA AIR RAKSASA TERSEBUT IKATAN H2O PUTUS MENJADI GAS HIDROGEN DAN GAS OKSIGEN, YANG SERTA MERTA AKAN TERBAKAR DISAAT TERJADI PEMUTUSAN IKATAN TERSEBUT. Suhu kulit Matahari menjadi sangat panas karena Oksigen dan Hidrogen terbakar, tapi suhu Inti Matahari TETAP SEDINGIN AIR PEGUNUNGAN.

    4) Filsuf Sunda Mandalajati Niskala menegaskan: “CATAT YA SEMUA BINTANG TERBUAT DARI AIR DAN SUHU PANAS INTI BINTANG SEDINGIN AIR PEGUNUNGAN. TITIK”.

    5) Menurut para akhli diseluruh Dunia bahwa Gravitasi ditimbulkan oleh adanya massa pada suatu Zat.
    Menurut Filsuf Sunda Mandalajati Niskala: “GAYA GRAVITASI BUKAN DITIMBULKAN OLEH ADANYA MASSA PADA SEBUAH ZAT ATAU BENDA”.
    Mandalajati Niskala menambahkan: “Silahkan pada mikir & jangan terlalu doyan mengkonmsumsi buku2 Barat.

    6) Filsuf Sunda Mandalajati Niskala membuat pertanyaan di bawah ini yang cukup menantang bagi orang-orang yang mau berpikir:
    a) BAGAIMANA TERJADINYA GAYA GRAVITASI DI PLANET BUMI?
    b) BAGAIMANA MENGHILANGKAN GAYA GRAVITASI DI PLANET BUMI?
    c) BAGAIMANA MEMBUAT GAYA GRAVITASI DI PLANET LAIN YG TIDAK MEMILIKI GAYA GRAVITASI?

    7) Menurut para akhli diseluruh Dunia bahwa Matahari memiliki Gaya Gravitasi yang sangat besar.
    Menurut Filsuf Sunda Mandalajati Niskala Matahari tidak memiliki Gaya Gravitasi tapi memiliki GAYA ANTI GRAVITASI.

    8) Pernyataan yang paling menarik dari Filsuf Sunda Mandalajati Niskala yaitu:
    “SEMUA ORANG TERMASUK PARA AKHLI DI SELURUH DUNIA TIDAK ADA YANG TAHU JUMLAH BINTANG & JUMLAH GALAKSI DI JAGAT RAYA, MAKA AKU BERI TAHU, SBB:
    a) Jumlah Bintang di Alam Semesta adalah 1.000.000.000.000.000.000.000.000.000
    b) Jumlah Galaksi di Alam Semesta adalah 80.000.000.000.000
    c) Jumlah Bintang di setiap Galaksi adalah sekitar 13.000.000.000.000

    9) Dll produk Filsafat seluruh cabang ilmu dari Filsuf Sunda Mandalajati Niskala YANG SIAP MENCENGANGKAN DUNIA seperti Wahyu Cakra Ningrat, Trisula Weda, Sangkan Paraning Dumadi, Manunggaling Diri, Sastra Jendra, Filsafat Ilmu Pengetahuan & Jagat Raya, dll.

    Selamat berfilsafat
    @Sandi Kaladia

Tinggalkan Balasan ke Sandi KaladiaBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca