Nasehat

TIDAK SEMUA PERTANYAAN MU HARUS KU JAWAB…(2)

tanya2Lama saya merenung dan meresapi ucapan Guru saya, kenapa tidak harus dijawab? Kenapa seorang guru membiarkan muridnya tidak menemukan jawaban?. Kemudian baru saya paham, bahwa cara bertanya kepada Guru Mursyid itu berbeda dengan bertanya kepada Guru Syariat. Guru syariat menjawab pertanyaan yang dia tahu sedangkan Guru Mursyid hanya menjawab pertanyaan ketika ada izin dari Allah, ada “tanda-tanda” yang mengizinkan Beliau untuk menjawabnya. Ketika “tanda-tanda” itu tidak ada maka Beliau tidak menjawabnya walaupun Beliau mengetahui jawabanya. Setelah sekian lama berguru akhirnya saya sendiri paham akan “tanda-tanda” tersebut yang merupakan ilmu khusus di dalam tarekat yang tidak semua orang mendapatkannya.

Akhirnya saya terbiasa dengan bertanya dalam hati dan biasanya Guru akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan dalam hati karena Beliau tembus sampai ke lubuk hati saya yang paling dalam. Kalau pun saya ingin bertanya, maka sebelum bertanya terlebih dulu beristiqhfar, memohon ampun kepada Allah, agar dalam pertanyaan itu nanti tidak timbul nafsu dan di sertai oleh setan. Adab atau sopan santun bertanya kepada Guru Mursyid di jelaskan dalam Tanwirul Qulub karya Syekh Amin Al-Kurdi.

Pernah suatu kali ada seorang murid yang baru 2 bulan berguru kemudian datang dan bertanya kepada Guru. Dia menanyakan tentang nasib nya yang buruk, setelah menekuni tarekat, warung nasi sebagai sumber utama keluarga tiba-tiba bangkrut dan hidupnya menjadi miskin. Pertanyaan dia sebenarnya lebih sebagai sebuah protes kenapa Tuhan membuat dia miskin padahal dia menempuh jalan kepada-Nya. Guru menjawab dengan singkat, “Saya tidak tahu, yang saya tahu menjalani tarekat itu wajib bagi semua orang”.

Seperti Imam Malik yang tidak menjawab semua pertanyaan yang diajukan atau Beliau menjawab dengan “Tidak Tahu” tentu ada alasan tertentu. Bisa jadi pertanyaan itu tentang hakikat Ketuhanan yang kalau beliau jawab lebih besar mudharat dari pada manfaat. Bisa jadi pertanyaan tidak dijawab oleh Imam Malik karena orang yang bertanya sebenarnya belum memerlukan jawaban, harus melewati proses baru nanti dengan sendirinya menemukan jawaban sendiri. Seperti ucapan Imam Ghazali, “…Biarlah nanti engkau akan tahu dengan sendirinya”.

Mungkin juga si penanya bertanya dengan tujuan untuk mengajak berdebat bukan untuk mencari jawaban, lebih bijaksana Beliau menjawab dengan “Tidak Tahu” untuk memuaskan si penanya dan menghindari perdebatan yang juga di larang oleh Rasulullah SAW. Imam Malik pernah berkata: “Percekcokan dan perdebatan dalam ilmu itu menghilangkan cahaya ilmu dari hari seorang hamba.”

Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya.” (HR. Abu Dawud)

Ibnu Abbas. R.A. “Cukuplah engkau sebagai orang zhalim bila engkau selalu mendebat. Dan cukuplah dosamu jika kamu selalu menentang, dan cukuplah dosamu bila kamu selalu berbicara dengan selain dzikir kepada Allah.” (al-Fakihi dalam Akhbar Makkah)

Muslim Ibn Yasar rahimahullah berkata : “Jauhilah perdebatan, karena ia adalah saat bodohnya seorang alim, di dalamnya setan menginginkan ketergelincirannya.”  (Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra; Darimi: 404).

Umar bin Abdul Azis berkata, “Barangsiapa menjadikan agamanya sebagai sasaran untuk perdebatan maka ia akan banyak berpindah-pindah (agama).”  (Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 565)

Ada orang datang kepada Hasan Bashri rahimahullah lalu berkata, “Wahai Abu Sa’id kemarilah, agar aku bisa mendebatmu dalam agama!” Maka Hasan Bashri rahimahullah berkata: “Adapun aku maka aku telah memahami agamaku, jika engkau telah menyesatkan (menyia-nyiakan) agamamu maka carilah.

Orang yang melayani semua jawaban, tanpa merenung, tanpa berfikir tepat sekali apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’I sebagai orang bodoh, yaitu orang yang tidak mengetahui kebodohannya. Orang yang suka berdebat tentang agama juga tergolong orang bodoh, tanpa sadar setan masuk ke dalam perbebatannya.

Tentang Berdebat, Guru saya memberi nasehat, “Jangan kau berdebat dengan orang, tak akan dikira (diperhitungkan sebagai) menang kau nanti”. Artinya walaupun nanti menang dalam perdebatan tapi itu tidak dihitung sebagai kemenangan tapi justru kekalahan karena tanpa sadar kita telah menyakiti hati lawan debat kita.

Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjawab jawaban dari status saya di facebook…

7 Comments

  • belajar sufi

    Assalamua’laikum. Wr wb….baru bebarapa bulan ini menemukan blog. Ini di pertemukan. secara kebetulan…apa mungkin petunjuk Allaah swt…semua tilisan SM …seolah bernyawa…membuat yg membaca larut di dalamnya…seakan lg ber hadapan dg orangnya…Ty SM

  • Ruslianto

    Larangan bertanya tentang hal yang menyebabkan kemudaratan ;

    Yaa ayyuhal lazina amanu laa tas’alu ‘an asy-ya’a in tubda lakum tasu’kum, wa in tas’alu ‘anha hiina yunazzalul qur’anu tubda lakum, ‘afallahu ‘anha, wallahu ghafurun halim(un).

    Hai orang-orang yang beriman ! janganlah kamu bertanya hal-hal yang jika diterangkan kepada kamu, akan menyusahkan kamu dan jika mu bertanya tentang diturunkannya ayat-ayat Qur’an, akan diterangkan kepada kamu. Allah memaafkan kamu dari (kesalahan) itu, karena Allah itu Maha Pengampun dan Maha Penyantun.
    (QS.Suraah Al Maidah ayat 101).

    Qad sa’alaha qaumum min qablikum summa asbahu bihaa kafirin(a).

    Sesungguhnya telah ada segolongan manusia sebelum kamu menanyakan hal-hal yang serupa itu (kepada Nabi mereka), kemudian mereka menjadi kafir (sebab pertanyaan mereka itu).
    (QS.Suraah Al Maidah ayat 102).

    Wass; Abangda Sufi Muda , semoga bermanfaat.

Tinggalkan Balasan ke Ate AteBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca