Tasauf

Setelah Shalat Subuh (3)

Berkunjung atau mendatangi Guru Mursyid walaupun Beliau masih hidup disebut ber ziarah atau sering disebut berziarah kepada Guru Mursyid. Di Awal saya menekuni tarekat, kata ziarah digunakan untuk Guru yang masih hidup terasa mengganggu, bukankah ziarah itu mengunjungi kuburan atau mendatangi tempat-tempat yang dianggap memiliki nilai spiritual. Kemudian baru saya ketahui bahwa sebenarnya ketika berkunjung kepada Guru Mursyid atau seorang Syekh Tarekat sebenarnya yang dikunjungi bukan sekedar zahir atau fisiknya tapi yang lebih penting adalah mengunjungi rohaninya, itulah sebabnya disebut berziarah. Dalam diri seorang Guru Mursyid tersimpan Nur Muhammad sebagai wasilah bagi seluruh ummat untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.

Memiliki seorang Guru pembimbing rohani adalah wajib, sebagaimana penjelasan Imam Al-Ghazali bahwa seluruh manusia mempunyai potensi untuk melakukan kesalahan dan dosa, maka diperlukan pembimbing untuk menuntun agar jiwanya tidak tersesat sebagaimana juga Rasulullah saw dibimbing oleh Jibril as. Mengenai keharusan bagi semua orang beriman untuk memiliki pembimbing rohani atau Ulama yang bisa menuntun kepada Allah agar hatinya tidak mati, menarik untuk disimak sabda Rasulullah saw berikut :

Ya Ali, orang mukmin senantiasa tambah dalam agamanya selama tidak makan barang haram, dan barangsiapa menceraikan (menjauhi) ulama (jasmani dan rohani) maka matilah hatinya dan buta dari taat kepada Allah swt. (Syekh Abdul Wahab Asy-Sya’rani, Washilatul Musthafa lil Imam Ali : 3).

Berziarah kepada Guru baik ketika Beliau masih hidup maupun setelah wafat adalah bagian dari adab seorang murid kepada Gurunya. Hubungan antara murid dengan Guru tidak akan terputus atau terpisah oleh kematian, keduanya akan terus berhubungan walaupun jiwa tidak lagi berada di dalam raga.

Berziarah ketika Guru masih hidup memiliki nilai yang sangat tinggi, karena di dalam pertemuan tersebut kita akan mendapat banyak petunjuk sebagai pedoman dalam menjalankan ibadah dan kehidupan sehari-hari. Pertemuan dengan seorang Ulama pewaris nabi tentu akan memberikan energi Ilahi ke dalam diri kita, energi itulah yang kemudian mampu menggerakkan kita untuk melakukan hal-hal baik dan menjaga kita dari hal-hal tercela. Memandang wajah Guru adalah sesuatu hal yang istimewa dan ini sudah dari awal di sampaikan oleh Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW bersabda :

Barangsiapa melihat wajah seorang Ulama (jasmani dan rohani) satu kali, dan dia bergembira, senang, menghayati dengan penglihatannya itu, maka Allah ta’ala akan menjadikan dengan melihatnya itu, malaikat yang meminta ampun untuknya sampai hari kiamat.” (Jalaluddin Abdurahman bin Au Bakar as Suyuti, Kitab “Lubabul Hadist” : 8)

Rasulullah saw bersabda :

“Barangsiapa memuliakan seorang Ulama, maka sesungguhnya dia telah memuliakan aku. Barangsiapa memuliakan aku, sesungguhnya dia telah memuliakan Allah dan barangsiapa yang memuliakan Allah maka surgalah tempatnya”. (Jalaluddin Abdurahman bin Au Bakar as Suyuti, Kitab “Lubabul Hadist” : 8).

Banyak cara untuk memuliakan Guru yang merupakan ulama pewaris Nabi. Menziarahi Beliau sebagai bentuk wujud rasa cinta kasih kita kepada Beliau, memuliakan hari kelahiran dan merasa berkewajiban untuk mencukupi kebutuhan keseharian Beliau.

Di dalam tarekat, adab atau sopan santun kepada Guru memiliki kedudukan utama dan ini menjadi hal yang sangat pokok karena kunci dari segalanya ada pada diri Guru. Sebagai ilustrasi Bagaimana rasa terimakasih kita kepada seseorang ketika tersesat disebuah kota yang asing dalam mencari alamat, kemudian dia membantu kita mengantarkan kepada alamat tersebut. Sama halnya dengan Guru yang membimbing kita kepada Allah swt, mengantarkan rohani kita kepada alam yang tidak akan mungkin bisa ditempuh dengan selamat jika tanpa ada bimbingan.

Merupakan suatu hal yang wajar bagi seorang murid memberikan penghormatan yang tinggi kepada Gurunya atas jasa yang ikhlas dari Guru dalam membimbing para murid dengan tidak mengharapkan imbalan sama sekali. Penghormatan kepada Guru sebagai bagian dari apa yang dianjurkan oleh Rasulullah saw.

Maka mari kita memperbanyak untuk berziarah kepada Guru, memandang wajahnya dengan penuh kegembiraan akan mendapat ampunan dari Allah swt karena para malaikat akan meminta ampun untuk kita sampai hari kiamat. Mendengarkan ucapannya akan menyejukkan hati dan berdekatan dengannya akan mengalir energi tak terhingga yang membuat rohani kita tercerahkan.

Jika Guru telah tiada secara jasmaninya maka kita akan tetap berziarah kepada Beliau karena para Nabi dan Para Wali itu tidak mati, mereka akan tetap hidup disisi Allah dan akan terus membimbing murid-muridnya menuju kehadirat Allah swt. “Jika aku telah tiada, maka engkau datang kepadaku akan aku sambut engkau sebagaimana aku masih ada”.

Semoga tulisan ini memberikan manfaat kepada kita semua, Amin ya Rabbal ‘Alamin!

2 Comments

  • belajar sufi

    Ternyata adab murid thd mursyidnya…walaupun sdh tiada secara jasmani…msh terjalin dg baik…jd ingat alm bapak kami…waktu jalan2 ke Malang…alm pamit kpd km dari hotel tempat kami menginap…untuk keluar…kami khawatir krn sdh sore blm plang jg …akhirnya menjelang magrib baru pulang…setelah sholat isya kami santai…sambil ngobrol2…akhirna kmi bertanya…kemana kepergiannya td seharian…alm sementara terdian keliatan sedih…ternyata berssilaturakhmi ke rumah mursyidnya…tp pd waktu itu ternyata sdh meninggal…akhirnya alm bpk kami di antar ke makam mursyidnya oleh anaknya ( kami bertanya – tanya…kok alm bapk punya mursyid jauh dari tempat tinngal kmi…sedangkan kmi tinggal di Sukabumi )…membaca tulisan – tulisan ini membuat hati tergetar…mengingatkan kembali cerita kesufian dlm keluarga kmi yg sedikit di ketahui…kadang membuat hati tenang…Ty SM

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca