Tasauf

Sabar, Tunggu Waktunya Tiba! (2)

Makrifat itu bukan benda yang bisa diberikan dengan begitu mudah apalagi bisa dijanjikan dengan sekehendak hati. Makrifat akan tercapai ketika hamba terbuka hijabnya sehingga mampu memandang kebesaran Allah SWT. Hijab pada diri manusia tidak lain adalah hawa nafsunya sendiri termasuk hawa nafsu untuk mencapai tahap Makrifat. Lalu bagaimana mungkin seorang hamba bisa mengendalikan hawa nafsunya tanpa melalui mujahadah, perjuangan dengan sungguh-sungguh.

Kaum sufi menyebut mujahadah sebagai perang tanpa henti atau perang terus menerus karena selama manusia hidup dia akan terus berjuang melawan dirinya, melawan hawa nafsu sampai dia mampu menundukkannya.

Hijab berikutnya yang menyebabkan manusia tidak mampu mencapai makrifat adalah hijab ilmu. Pengetahuan-pengetahuan agama yang begitu menumpuk tanpa sadar menjadi hijab dengan Allah Karena dia tidak mempunyai keinginan lagi untuk mencari dan merasa sudah begitu banyak ilmu. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang bertambah ilmunya tanpa makrifat kepada Allah maka tidak ada yang bertambah dalam ilmunya itu kecuali bertambah jauh dari Allah”.

Pengetahuan akan makrifat sendiri tanpa disadari merupakan hijab kepada Allah karena makrifat tidak bisa dibahas sama sekali. Makrifat adalah rasa dan hanya bisa diketahui oleh orang yang telah merasakan. Orang yang belum merasakan Makrifat kemudian membahas makrifat ibarat orang buta bercerita tentang gajah, sesuatu yang tidak pernah dilihat langsung.

Karena Makrifat bukan merupakan ilmu maka syarat untuk mencapai makrifat bukanlah kecerdasan. Kecerdasan fikiran tidak membantu seseorang untuk mencapai tahap makrifat bahkan dalam beberapa hal kecerdasan seringkali menjadi penghambat. Allah berfirman kepada Musa, “Tinggalkan dirimu dan datanglah kepada-Ku” meng-isyaratkan bahwa jika engkau ingin menemui Allah maka tinggalkan segala atribut yang kau miliki termasuk kecerdasanmu.

Seirama dengan firman Allah kepada Musa, seorang guru sufi mengatakan kepada muridnya yang baru belajar, “Tinggalkan akal fikiran mu dipagar sana baru engkau akan memahami hakikat ilmu ini (Tasawuf)”. Kemudian Beliau melanjutkan, “Amalkan zikir yang aku ajarkan selama 40 hari, nanti baru engkau riset, teliti dan telaah terhadap apa yang telah engkau amalkan,”.

Rasulullah SAW berkata, “Matikan dirimu sebelum engkau mati”. Syariat memaknai mati sebagai nafas berhenti, tidak ada lagi tanda kehidupan sama sekali. Tasawuf memaknai mati yang dimaksud oleh Nabi adalah mematikan akal sesaaat agar ruhani bisa bebas terbang menuju alam Rabbani. Ketika akal masih diandalkan maka kita tetap berada pada dimensi alam dunia, tidak akan pernah bisa terbang menuju alam Rabbani.

Harus diingat bahwa Allah sangat melarang manusia untuk memikirkan Dzat Tuhan, artinya kemampuan akal tidak bisa diandalkan sama sekali apabila manusia ingin berjumpa dengan Tuhannya. Tulisan ini bisa dianggap salah oleh orang-orang yang tidak memahami sepenuhnya tentang tasawuf, seolah-olah pengamal tasawuf itu orang yang telah mati akalnya. Pengamal Tasawuf mati akalnya ketika dia berhadapan dengan Dzat Allah dan ketika dia berhadapan dengan selain Allah, dengan alam semesta, dengan lingkungan maka akal nya menjadi sangat cerdas karena akalnya telah ikut disinari dengan cahaya Allah.

Bersambung…

2 Comments

  • Muhammad Basori

    persepsi tentang hijab krn banyak ilmu dr uraian diatas insya Allah lebih diberi bobot yg lbh realistis…banyak ilmu bukan tdk mau lg menuntut…atau mencari seperti uraian “mencari” blm disederhanakan….tp terlalu banyak ilmu krn terlalu mencari jg dpt menjadi hijab….”tatkala engkau sebut namaKu…maka terhijablah kalian…” he..he…he terkadang subhanllah marilah kt jalani hidup ini secara normal tdk berlebihan…alias jujur sebatas apa kt bicara adalah sebatas yg sudah kita jalani dlm hidup ini, jk bicara kt melampauinya…mk bersiap-siaplah kita bertanggung jawab untuk kebenarannya….membaca buku atau berguru dgn guru ilmu ma’rifat…tdk akan mendapatkan kema’rifatan…tanpa ada pembuktian dlm kehidupan (direalisasikan) krn ma’rifat itu…gabungan pendapatan indra kita dst…apakah dgn hanya mendengar tanpa merasakan itu ma’rifat?…sekarang kita membanyangkan…kita belajar tentang sabar seperti kita memandang gunung didepan kita…satu saat kt berdiri diatas gunung…lalu ada gunung lainnya…bagaimana kt tahu dibalik gunung ada gunung jika tdk dijalani…he…he…semoga kit dlm rahmat Allah…krn rahmatNyalah yg bisa membuat kt dapatkankan segalanya termasuk syurga….tentang antal qoblal maut seperti diatas sebenarnya sdh sering terjadi dlm kehidupan kt…bs mengetahuinya jk Allah rahmati hidup kit tp jk tdk maka persepsi jadi sangat mahal…sulit…dan membingungkan. ada kalimat kt dilarang memikir tentnag Dzat Tuhan…tp kita disarankan menuju tahta rabbani…atau sejenisnya…keraturan bahasa insya Allah akan menunjuka keraturan pemahaman…saat kt mengalami pengalaman lain dr akhir hidup kt barulah kt akan tahu (hanya sebagian kecil saja) tentang apa yg dipikirkan saat kt mengalami hal tersebut…takut krn sendiri…dimana aku…saat kt hanya pasrah (pd apa yg kita yakini) barulah kt dikembalikan pd hidup lagi (jika memang itu yg diperkenalkan Allah)…Wassalam

  • Alqomar Zuchriamy

    Syaikh Hujjatul Islam Imam Ghazali,Alhamdulillah atas hidayah dan izin Allah telah mengoreksi dan meluruskan ttg pemahaman tasawuf yg sesuai dg syariat Islam.Stlh sekian lama brgelut di lapagan ilmu pengetahuan nmun tdk prnah mrsakan kpuasan bathin,Beliau yg semula antipati dg ajaran tasawuf dan para pengamalnya,di kemudian hari mnjdi berbalik.Pd mulanya beliau mncoba utk ma’rifatullah scr idividu b’dsrkan ilmu yg tlh dikuadainya,ttpi gagal total. Takdir Allah,beliau harus bermursyid,akhirnya beliau bermursyid dg seorg Syeikh.Walaupun scra keilmuan lbh pandai Imam Ghazali dibandingkan Mursyidnya,ttpi scr spiritual/rohani lebih tinggi Mursyid beliau.Alhamdulillah beliau brhsil mndptkan apa yg slama ini beliau cari,….

Tinggalkan Balasan ke Muhammad BasoriBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca