Tasauf

Jawaban Atas Akidah Sufi Tentang Allah

Mereka menuding akidah Sufi berbeda dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahkan menuding lebih jauh, kalau Akidah sufi kolaboratif dengan pandangan Filsafat Ilmuniasi Yunani, Majusi Persia, Hinduisme dan Nasrani.

Tentu tudingan bahwa sumber Tasawuf adalah singkretisme ajaran agama-agama dan filsafat Yunani adalah kekeliruan besar. Bahwa dalam dunia tasawuf ada hikmah-hikmah agung dan mengandung filsafat kehidupan yang luhur, sesungguhnya tidak bias dihubungkan-hubungkan dengan tradisi filsafat tersebut secara menyeluruh.

Seperti tradisi musyawarah yang sudah ada di zaman Jahiliyah. Maka ketika tradisi Syura itu di absahkan oleh Islam, sama sekali tidak bias dituduh bahwa tradisi Musayawarah dalam Islam itu bersumber dari zaman Jahiliyah.

Kalau Nabi Muhammad saw, melakukan tradisi khalwat, tahannuf atau tahannut di gua Hira, sementara kaum Jahiliyin, juga melakukan hal yang sama di tempat terpisah dalam rangka menyucikan dirinya, apakah metode yang ditempuh Rasulullah dalam gua hira itu ditentang oleh ummat Islam bahkan oleh Rasul sendiri?

Apalagi untuk menggali akidah Islam yang hakiki, tidak bisa melalui pendekatan yang bersifat letere, tekstual dan formal. Sementara istilah akidah itu sendiri di zaman Rasulullah belum muncul sebagai elemen ushuliyah sebagaimana yang kita fahami saat ini. Justru muncul pembagian akademis, dalam ilmu-ilmu Islam, ketika engetahuan dan pengajaran Islam mulai disusun secara sistematis oleh generasi Mujatihdin, Muhadditsin, Mufassirin, dan Mutakallimin.

Banyak ummat Islam terjebak oleh jargon “Kembali pada sumber Al-Qur’an dan As-Sunnah”, dengan cara-cara yang dangkal dan bahkan malah menyesatkan. Misalnya dengan menegaskan segala hal yang tidak tertera secara eksplisit dalam kedua sumber tersebut dianggap menyesatkan. Kemudian mereka bersikeras mengikuti jejak Nabi secara ketat dengan formalitasnya belaka, sedangkan aspek kedalaman jiwa (ruh)nya hilang sama sekali, sehingga Islam tampak kaku, keras, dan radikal.

Padahal dalam amaliyah Islam Rasulullah saw, membagi tiga: Islam, Iman dan Ihsan. Islam yang kelak berhubungan dengan ibadah syari’ah, penataan aturan-aturan fiqih, dalam rangka menata kehidupan lahiriyah. Lalu disana muncul para fuqoha’, yang menyimpulkan produk hokum Islam melalui Ijtihad. Bahkan untuk membuka pintu Ijtihad ini pun para Ulama sangat ketat aturannya, agar tidak semua orang menafsirkan Al-Qur’an dan as-Sunnah dengan klaim-klaim yang gampangan. Kita bisa bayangkan jika para Mjtahid tidak membuat aturan ketat mengenai syarat Ijtihad, pasti konflik-konflik social akibat perbedaan Ijtihad begitu luar biasa dan malah menghancurkan ummat Islam itu sendiri.

Sedangkan Iman, kelak berpengaruh dalam academia teologi yang popular dengan Ilmu Tauhid. Di kalangan ahli Tauhid sendiri soal-soal yang Sifat dan Asma Allah banyak pandangan yang berbeda. Tetapi perbedaan itu sebatas masalah-masalah yang berkembang yang berinduk pada ushuliyahnya.

Misalnya Allah Maha Esa. Dalam Al-Qur’an Allah menggunakan kata Yang Satu, dengan kata yang berbeda-beda. Misalnya Ahad, Wahdat, Wahdaniyah, Wahid, yang memiliki hubungan yang berbeda-beda. Bahwa Allah Maha Esa itu tidak satu pun yang berbeda pandangan. Namun mengenai interaksi Ahad, Wahdah, Wahid, dengan praktek Tauhid maupun filosufi Ketauhidan akan muncul banyak ragam.

Rupanya kaum formalis yang menolak Tasawuf dengan serampangan saja meng genalisir fakta keragaman kata dalam Al-Qur’an maupun Sunnah, lalu mengklaim apa yang dipandangnya itu sebagai kebenaran mutlak yang tak terbantah sama sekali.

Ihsan, sebagai praktek dan manifestasi Islam dan Iman dalam kualitas hubungan hamba dengan Allah, sama sekali tidak pernah dibedah secara tuntas oleh mereka yang anti terhadap dunia Sufi. Sebab, hanya akademi Sufisme saja yang menguraikan secara gambling apa dan bagaimana Ihsan itu diterapkan dalam Ubudiyah sehari-hari. Karena tanpa pelaksanaan Ihsan, seorang hamba yang melakukan ibadah sholat hanyalah melaksanakan kewajiban formalnya sholat, sesuai dengan syarat dan rukunnya. Sedangkan kualitas khusyu’ dalam sholat, elemen-elemen kekhusyu’an, maupun nuansa khusyu di depan Allah tidak dikaji tuntas, kecuali dengan mengetengahkan teknik-teknik khusyu’ yang kering.

Apakah jika dunia Sufi membahas masalah khusyu’ dalam sholat maupun di luar sholat menjadi bid’ah dan bertentang dengan Qur’an dan Sunnah? Alangkah bodohnya kita, jika menuduhkajian dunia Sufi sebagai bentuk yang menyimpang dari kedua sumber utama Islam itu. Justru dunia Sufi mendorong seseorang untuk meraih khusyu’ yang hakiki, bukan khusyu’ yang dikhusyu’-khusyu’kan, sementara ia telah gagal meraih sholat Khusyu’.

Seluruh ajaran Sufi, walaupun sebagian kecil yang minor kita jumpai telah menyimpang dari ajaran Sufi yang benar – sesungguhnya tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah. Para Sufi sendiri sepakat demikian, dan sebaliknya yang jauh dari Al-Qur’an dan Sunnah malah dianggap bathil. Hanya saja criteria mengenai sesuatu yang menyimpang dan tidak dari Al-Qur’an dan sunnah, maka dunia Sufi lebih dalam lagi dan sulit difahami mereka yang hanya mendang Al-Qur’an dan Sunnah secara formal belaka.

Sementara itu tudingan terhadap Ibnu Araby, al-Bisthamy, Junaid al-Baghdady, Al-Hallaj, Syekh Abdul Qadir al-Jilany, maupun Sufi-sufi besar lainnya, semata karena cara meandang Al-Qur’an dan Sunnah secara berbeda. Perbedaannya ibarat kita memandang cermin. Ada cermin itu buram, ada yang retak dan pecah, ada pula yang bercermin dari samping dan dari balik cermin, tentu semua itu akan gagal memantulkan gambar yang obyektif. Dunia Sufi dengan se gala ragam metodenya, mengajak kita menandang cermin dari arah yang benar dan dengan obyek yang utuh, bahkan berusaha agar cermin tetap bening, bersih dan cemerlang.

Bersambung…

Sumber : sufinews.com

16 Comments

  • mamo cemani gombong

    bukannya Al Qur’an itu tanpa suara , tanpa ujud ????? bagaimana mereka bisa tau itu sesuai dgn Al Qur’an ????? salam

  • cahkotasolo

    sesungguhnya Thoriqoh itu justru merupakan pengejawantahan Al Qur’an dan sunah secara hakiki karena mengupas keduanya secara hakekat untuk mendapatkan saripati ajaran Rasulullah SAW dan Jalan bertemu dengan Alloh SWT

  • Marin

    Memang pendapat aliran2 tertentu mengatakan Sufi itu sesat.
    Tapi kalau anggapan saya, bahwa orang yg mempunyai pendapat2 seperti itulah yg sesat. Karena menganggab dia yg lbh benar dan menganggab dialah yg di ridhoi serta berpendapat pula bahwa orang yg tdk sepaham dgn mereka adalah sesat. Kalau pendapat tersebut di tujukan kepada non Muslim, itu mungkin masuk akal. Ini memvonis kepada yg bukan sepaham dgn dia.
    Pendapat seperti itu adalah sifat yg di dalamnya tertanam kesombongan. Sedangkan sifat sombog itu di benci oleh Allah.
    Mungkin ilmu mereka terlalu dangkal dlm mengkaji Islam. Ibarat dia mengkaji suatu “buah”, dia hanya mengkaji kulitnya saja, dan belum sampai ke isinya bahkan ke biji “inti” dan kandungan dari kesemuanya tsb.
    Teruskan Dakwahnya buat SUFI.
    Wassalam.

  • Ruslianto

    Perhatikan kisah doeloe kala, bahwa Allah menyuruh Nabi Musa As berguru kepada seorang Ahli Hikmah (Khaidir As) – Musa terkecoh dengan ilmu ghaib Khaidir yg mengetahui kejadian yg akan datang, (Aneh-nya hanya Allah SWT mengetahui apa-apa kejadian yang akan datang) ………. Lalu apa “kita” langsung dapat membandingkan bahwa Khaidir lebih hebat dari Musa ? Lalu mengapa Khaidir As lebih “tahu” dari Nabi Musa As,….. oh itu karena Seorang Ahli Hikmah (Khaidir As) itu, didadanya ada “Nur alannurin”
    Kedua, perhatikan Suraah Asy Syuura 52
    Dan begitu Kami wahyukan kepadamu satu jiwa dari urusan kami padahal engkau tidak tahu apa (dia) Kitab dan apa (dia) iman , Tetapi Kami jadikan dia Nur yang Kami pimpin dengannya siapa yang Kami kehendaki dari hamba-hamba Kami , dan sesungguhnya engkau akan memimpin (manusia) ke jalan yang lurus.
    – Nabi Muhammad SAW “diberikan sesuatu” yang bernama Wasilah ? Nur alan nurin – Beliau tidak tahu, dikiranya Wahyu (Al Qur’an) oh bukan Lalu disangkanya Iman oh bukan Tapi dengan itulah Engkau ya Nabi dapat membimbing manusia ke Shirattholmusthakim
    Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahi ilham,…. dan ingat Suraah Asy Syura diatas, …. ilaika ruham min amrina,….Ruh (jiwa) yang Kami tanamkan dari sisi Kami,…….
    itulah sekelumit “kaji” dengan judul diatas.

  • Ruslianto

    QS : Suraah Ath Thur-28,29 :
    Inna kunna min qoblu nad’uh, innahu huwal-barrur-rohim
    Fazakkir fa ma anta bi ni’mati rabbika bi kahiniw wa la majnun.

    Sesungguhnya kami,dahulunya pernah berdo’a kepadaNya,karena
    sesungguhnya Allah itu, Ia-lah Yang banyak berbuat kebaikan, Maha Penyayang
    Oleh karena itu, ingatkanlah sebab dengan nikmat Tuhanmu, bukanlah engkau tukang tenung dan bukan (pula) orang gila

  • muhamad nasirudin

    asalamualaikum.. perkenankan sy mnyampk komentar, sy pribadi bahwasanya rublik ini hanya menjadi media pertempuran pendapat dan hanya mengudang kebencian setiap masing2 paham. menurut sy pribadi, setiap paham paling benar apa yg di yakininya dan bukankah ini adalah lingkaran setan?! jk sufi telah menjadi keyakinan amalkanlah slma ahlusunah wal jamahah anda sodaraku marilah kita pesan berpesan dalam kebaikan dan pesan berpeas dalam kesabaran. asalamualaikum warohmatullah (nasirudin palembang)

    • bawor

      aku setuju dg muhamad nasrudin, paham adalah suatu aturan yg diyakini kebenarannya oleh pengikutnya maka jalanilah dg baik dan hormatilah paham lain. bila demikian berarti anda telah faham akan hakekat “lakumdinukum waliyadin”

  • iyan

    Betul kadang saya ketakutan Ada orang yg tak mampu memandang cahaya kebesaran Alloh,jadi menurut saya sebaik nya hal seperti ini tdk di bahas umum Tapi ini hanya pendapat saya Tuan sufi muda saya ini sayang sama anda sebetul nya

  • zainur

    Terima kasih dgn adanya argumen yg relefan ini mudah di pahmi n di mengerti….dan kita tak sembarang…..menvonis terhadap prilaku yg berbeda…..

  • me

    disadari kadang kita tidak memahami sesuatu hal..karena terlalu tebal hijab-hijab terlalu banyak kotoran dihati kita..ayo sama-sama perbaikan..inget musuh utama itu diri sendiri,nafsu sendiri,setan,pemahaman akan bertambah seiring kita terus membersihkan hati kita..akhirnya mulai tercerahkan kenapa para sufi selalu menjaga kebersihan hati..karena dengan terus membersihkan hati kita dan berusaha menjaga hubungan dengan ALLAH..ALLAH lah yang akan menunjukan segala hal kebesarannya..dan akan dikumpulkan dengan orang-orang yang rindu dan cinta kepadaNya..

  • miftahul ulum

    kalau tidak di bahas dengan umum ,kapan sadarnya ? biar ngak sia2 ..

    lanjutkan (y) ..
    miftahul ulum Dari lamongan.

Tinggalkan Balasan ke RusliantoBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca