Tokoh Sufi

Ibnu Al-Arabi

Muhyiddin ibnu al-Arabi adalah salah seorang Sufi di Abad pertengahan, kehidupan dan tulisan-tulisannya sekarang banyak mempengaruhi pemikiran di Timur maupun Barat. Oleh masyarakat Arab, ia dikenal sebagai Syeikh al Akbar, ‘Syeikh Agung’, sedang orang-orang Kristen Barat melalui terjemahan langsung mengenalnya; ‘Doktor Maksinius’. Ia wafat pada abad ketigabelas.

DARI MANA DATANGNYA GELAR?

Ja’far ibnuYahya dari Lisabon memutuskan menjumpai Guru Agung Sufi, ia pun melakukan perjalanan dari Mekkah sebagaimana pemuda lainnya. Di sana ia bertemu dengan orang asing misterius, seorang laki-laki mengenakan jubah hijau, yang berkata kepadanya sebelum ia berbicara apa pun:

“Engkau mencari Syeikh Agung, Guru yang sangat masyhur. Tetapi engkau mencarinya di Timur ketika ia berada di Barat. Dan ada sesuatu hal yang tidak benar dalam pencarianmu.”

Ia mengirim Ja’far kembali ke Andalusia, untuk menjumpai seseorang bernama Muhyiddin ibnu al-Arabi dari suku Hatim-Tai.

“Dia itulah Guru Agung.”

Tanpa mengatakan kepada siapa pun mengapa ia mencarinya, Ja’far menemukan keluarga Tai di Murcia dan bertanya kepada putranya. Ja’far tahu bahwa sesungguhnya ia (Guru Agung) berada di Lisabon ketika dirinya berangkat pergi. Akhirnya ia menemukannya di Seville.

“Di sana,” ujar seorang pendeta, “Itulah Muhyiddin.” Ia menunjuk kepada seorang pelajar muda, membawa sebuah kitab mengenai Tradisi (Hadis), tampak tergesa-gesa keluar dari ruang kuliah.

Ja’far sangat bingung, tetapi dihentikannya pemuda tersebut dan bertanya, “Siapakah Guru Agung?”

“Aku membutuhkan waktu untuk menjawab pertanyaan itu,” jawabnya.

“Apakah engkau Muhyiddin ibnu al-Arabi dari suku Tai?” tanya Ja’far sedikit meremehkan.

“Benar.”

“Jika demikian aku tidak membutuhkanmu.”

Tigapuluh tahun kemudian di Aleppo, ia melihat Ja’far memasuki ruang kuliah Syeikh Agung, Muhyiddin ibnu al-Arabi dari suku Tai. Muhyiddin melihatnya ketika masuk, dan berkata:

“Sekarang aku siap menjawab pertanyaanmu dulu, sebenarnya tidak perlu ada pertanyaan itu. Tigapuluh tahun lalu Ja’far, engkau tidak membutuhkan aku. Apakah engkau masih tidak membutuhkan diriku? Orang Berjubah Hijau mengatakan ada sesuatu yang salah dalam pencarianmu. Yaitu waktu dan tempat.”

Ja’far ibnu Yahya lantas menjadi salah seorang murid al-Arabi yang terkemuka.

IMPIAN DI MOSUL

Seorang pencari ayat suci yang memberi pengalaman batiniah yang penting, masih menderita karena kesulitan menafsirkannya secara konstruktif Ia minta petunjuk kepada Syeikh Agung Ibnu al-Arabi tentang mimpi yang sangat mengganggunya ketika berada di Mosul, Iraq.

Ia melihat Guru Ma’ruf yang luhur dari Karkh seolah duduk di tengah-tengah api Neraka. Bagaimana mungkin Ma’ruf yang agung berada dalam Neraka?

Apa yang kurang dari daya permahamannya, adalah keadaannya sendiri. Ibnu al-Arabi, dari permahamannya terhadap si Pencari jati diri dan kemanusiaannya, menyadari bahwa intisarinya adalah melihat Ma’ruf dikelilingi api. Api merupakan penjelasan tentang bagian jiwa yang belum dikembangkan, sebagai sesuatu dimana Ma’ruf yang agung terperangkap. Makna sesungguhnya adalah rintangan antara keberadaan Ma’ruf dan keberadaan si Pencari jati diri.

Jika si Pencari (jati diri) ingin mencapai suatu keadaan yang setara dengan Ma’ruf, pencapaian yang ditandai dengan sosok Ma’ruf, maka ia harus melalui satu tahap yang dalam mimpinya digambarkan dengan lingkaran api. Dengan penafsiran ini si Pencari dapat memahami situasinya, dan menunjukkan pada dirinya apa yang masih perlu dilakukan.

Kesalahannya adalah menganggap gambaran Ma’ruf adalah Ma’ruf, dan api adalah api Neraka. Bukan sekadar kesan (Naqsy) tetapi penggambaran yang benar terhadap kesan tersebut, seni yang disebut Tasvir (pemberian makna terhadap gambaran) itulah fungsi seorang Pembimbing yang Benar.

TIGA BENTUK PENGETAHUAN

Ibnu al-Arabi dari Spanyol, menginstruksikan para pengikutnya dalam keputusannya yang paling kuno ini:

Ada tiga bentuk pengetahuan. Pertama, pengetahuan kecerdasan otak, yang sesungguhnya hanyalah keterangan dan kumpulan kenyataan, dan pemanfaatan sampai pada pengertian-pengertian atau rencana para cendekiawan lebih jauh. Ini disebut ajaran kecendekiawanan (intelektualisme).

Kedua, pengetahuan tentang keberadaan, meliputi perasaan yang emosional (renjana) dan kejanggalan, dimana manusia menganggap bahwa ia merasakan sesuatu tetapi tidak dapat memanfaatkannya. Ini disebut (emosionalisme).

Ketiga, pengetahuan sejati yang disebut Pengetahuan atas Realitas. Pada bentuk ini, manusia dapat merasakan apa yang benar, sejati, melampaui batas-batas pemikiran dan perasaan. Para sarjana dan ilmuwan terpusat pada bentuk pertama pengetahuan. Kaum emosionalis dan eksperimentalis menggunakan bentuk kedua. Lainnya memadukan keduanya, atau memanfaatkan salah satu sebagai pilihan.

Tetapi mereka yang mencapai kebenaran, adalah mereka yang tahu bagaimana menghubungkan dirinya sendiri dengan realitas berada di dua bentuk pengetahuan tersebut. Mereka inilah kaum Sufi sejati, kaum Darwis dan mengalami Pencapaian.

KEBENARAN

Ia telah membingungkan semua orang yang belajar Islam,

Setiap orang yang mempelajari Mazmur,

Setiap Rabbi Yahudi,

Setiap pendeta Kristen.

CINTA YANG LEBIH TINGGI

Pecinta awam memuja gejala kedua.

Aku mencintai Yang Sejati.

CINTA YANG KHUSUS

Ketika bulan penuh muncul pada malam hari, menampakkan wajahnya di tengah rambut.

Dari penderitaan muncul gambaran dirinya; tangis air mata di pipi; seperti bunga bakung hitam menumpahkan air mata di atas mawar

Kecantikan hanyalah kesunyian: sifatnya lah yang berlimpah.

Bahkan memikirkan bahaya kehalusannya (kendati terlalu kasar merasakan dirinya). Jika demikian, Bagaimana bisa ia terlihat dengan benar oleh alat tubuh yang janggal seperti mata?

Keajaibannya tak tertangkap nalar. Ia melampaui aneka penglihatan.

Ketika penjelasan mencoba menjabarkan dirinya, ia menguasainya.

Kapan pun berupaya, penjelasan menjadi terusir Karena hal itu seperti mencoba untuk membatasi.

Jika seseorang mencari cita-citanya yang lebih rendah (untuk merasakan cinta seperti pada umumnya), selalu ada orang lain yang tidak akan melakukannya.

PENCAPAIAN SEORANG GURU

Orang berpikir bahwa seorang Syeikh mestinya menunjukkan keajaiban-keajaiban dan menunjukkan pencerahan. Syarat seorang guru, betapapun, hanyalah bahwa ia harus memiliki semua yang dibutuhkan murid.

WAJAH AGAMA

Sekarang aku disebut rusa di padang pasir,

Sekarang seorang pendeta Kristen,

Sekarang seorang Zoroaster

Kekasih ada Tiga, tetapi Satu:

Yakni tiga dalam kenyataannya satu.

HATIKU DAPAT MENERIMA SEGALA RUPA

Hatiku dapat menerima segala rupa. Hati berubah-ubah sesuai kesadaran yang paling dalam. Bisa jadi berbentuk seperti rusa padang rumput, biara para rahib, patung pemujaan, pengunjung (peziarah) Ka’bah, Lembaran Taurat untuk ilmu pengetahuan tertentu, lembaran-lembaran al-Qur’an.

Tugasku adalah hutang terhadap Cinta. Dengan bebas dan sukarela aku menerima apa pun yang terlarang untukku. Cinta seperti cinta seorang kekasih, kecuali sebagai pengganti mencintai gejala, aku mencintai yang Hakiki. Agama, kewajiban, adalah milik dan keyakinanku. Tujuan cinta manusia adalah menunjukkan yang terakhir, cinta sejati. Inilah cinta yang sadar.

Lainnya adalah jenis yang membuat manusia tidak menyadari dirinya sendiri.

BELAJAR DENGAN ANALOGI

Ada alasan bahwa Ibnu al-Arabi menolak berbicara dalam bahasa filosofis dengan setiap orang, bodoh maupun terpelajar. Dan tampaknya orang-orang beruntung tetap berteman dengannya. Ia mengajak bepergian, memberi mereka makan, menghibur mereka dengan bercerita ratusan pokok pembicaraan.

Seseorang bertanya kepadanya, “Bagaimana Anda mengajar apabila Anda tampaknya tidak pernah memberi pengajaran?”

Ibnu al-Arabi menjawab, “Dengan kias.” Dan ia menceritakan perumpamaan ini.

Suatu ketika ada seorang laki-laki memendam uangnya di bawah beberapa pohon demi keamanan. Ketika ia datang kembali, uangnya hilang. Seseorang telah membongkar akar dan membawa emasnya.

Ia kemudian menemui orang bijak dan menceritakan masalahnya.

“Saya yakin tidak ada harapan lagi menemukan kembali harta itu.” Orang bijak tersebut menyarankan agar ia kembali lagi setelah beberapa hari. Sementara itu, si orang bijak memanggil semua tabib yang ada di kota, dan bertanya kepada mereka, apakah pernah memberi resep obat akar-akaran kepada seseorang. Salah seorang mengaku telah memberikannya kepada seorang pasien. Maka dipanggillah pasien tersebut, dan ternyata ia adalah pemilik uang itu sendiri. Ia mengambil barang tersebut dan mengembalikannya kepada pemilik sebenarnya.

“Dengan cara yang sama,” ujar Ibnu al-Arabi, “Kutemukan apa keinginan murid yang sesungguhnya, dan bagaimana ia dapat belajar. Dan kuajarkan.”

ORANG YANG MENGETAHUI

Seorang Sufi yang mengetahui Kebenaran Abadi, bertindak dan berbicara dengan mempertimbangkan pemahaman, keterbatasan dan prasangka dominan yang tersembunyi pada pendengarnya. Bagi Sufi, beribadat berarti pengetahuan. Melalui pengetahuan ia memperoleh penglihatan.

Sufi meninggalkan tiga ‘aku’. Ia tidak mengatakan ‘untukku’, ‘denganku’ atau ‘milikku’. Ia tidak boleh menghubungkan segala sesuatu dengan dirinya. Sesuatu yang tersembunyi dalam tempurung tak berguna. Kita sekadar mencari sasaran yang kurang layak, dengan tidak memperhatikan nilai tak terbatas yang sangat berharga.

Makna kemampuan menafsir adalah, bahwa seseorang dapat dengan mudah membaca sesuatu yang dikatakan oleh orang bijak dalam dua cara yang amat berlainan.

MENYIMPANG DARI JALAN BENAR

Siapa pun yang menyimpang dari peraturan Sufi, tidak akan memperoleh sesuatu yang bermanfaat; kendati ia mempunyai nama baik di mata masyarakat yang menggema (hingga) ke firdaus.

Sumber : Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma’rifat oleh Idries Shah

49 Comments

  • aziz

    Wajah Agama
    “Kekasih ada Tiga, tetapi Satu:
    Yakni tiga dalam kenyataannya satu”
    MAsyaallah…
    ada yang tertarik mafsirkannya???

    • iseng

      “rahasia alqur’an adalah alfatihah;(maqam syariat)…rahasia alfatihah adalah bismilah;(maqam tarekat/hakikat)….rahasia bismillah adalah alif;(maqam makrifat)….rahasia alif adalah alif-lam-mim;(maqam makrifatullah)

      jelaslah dari pandangan dan pemahaman beliau (syekh ibnu A’rabi) telah menjalani maqam makrifatullah. yaitu berhasil menyingkap rahasia alif (satu) yang tak lain memiliki 3 unsur didalamnya yaitu: unsur alif-lam-mim.( ALLAH, JIBRIL, MUHAMMAD memiliki ubsur yang sama yang berasal dari alif.. hanya berbeda dalam bentuk, tugas dan fungsi)

      wajah agama itu harus 3 dalam kenyataannya 1
      dikarenakan pada dasarnya manusia/jin itu terbagi dalam tiga kelompok besar…..pengikut ALLAH, Pengikut JIBRIL, Pengikut MUHAMMAD.

      benar gak ya????? semoga ada yang bisa memperbaiki atau menambahkan…..kerana kebenaran hanya milik ALLAH semata sedangkan milikku hanyalah keisengan belaka hehehehehe

      wassalam

      • meong

        Menurut Ibn al-‘Arabi, pengetahuan tentang Tuhan sebagaimana Dia
        sebenarnya, Tuhan pada diri-Nya, Zat Tuhan, harus diperoleh dengan
        “peniadaan pengetahuan”. Ini berarti bahwa mengetahui Tuhan dengan
        tidak
        mengetahui-Nya; pengetahuan positif tentang Tuhan adalah mustahil. Ia
        berkata: “Orang yang tidak mempunyai pengetahuan membayangkan bahwa ia
        mengetahui Tuhan, itu tidak betul”, karena “pengetahuan kita tentang
        Tuhan adalah mustahil”. “Orang yang mengetahui Tuhan tidak melampaui
        batas tingkatnya sendiri. Ia mengetahui apa yang ia ketahui bahwa ia
        adalah salah seorang di antara orang-orang yang tidak mengetahui”.191

        Dengan berkali-kali mengutip perkataan Abu Bakr r.a., Ibn al-‘Arabi
        berkata: “Ketidakmampuan mencapai persepsi adalah persepsi”
        [“Ketidakmampuan mencapai pengetahuan adalah pengetahuan”] (Al-‘ajz ‘an
        dark al-idrak idrak).192 Ungkapan ini melukiskan tingkat tertinggi
        pengetahuan manusia tentang Tuhan dan segala sesuatu yang gaib yang
        tidak dapat diketahuinya. Orang yang mengetahui bahwa ia tidak dapat
        mengetahui Tuhan adalah orang yang secara benar mengetahui-Nya; itulah
        orang yang bijak. Orang yang menganggap bahwa ia mengetahui Tuhan
        adalah
        orang yang tidak mengetahui-Nya; itulah orang yang bodoh. Bukankah
        Tuhan
        telah berfirman: “Penglihatan tidak dapat mempersepsi-Nya [yaitu
        Tuhan],
        tetapi Dia mempersepsi semua penglihatan” (Q., s: al-An’am/6:103)?

        • budi santoso

          Kenapa harus mempersulit diri, apakah untuk mencapai ma’rifat oarang harus menjadi gila dulu kok milih amalan-amalan yang orang bingung. Sudah jelas menurut Nabi orang yang nanti menemaniku di Achirat adalah orang yang banyak manfaatnya untuk orang lain. Ibnu Muadz pernah bertanya kepada Nabi :,, Yaa Rhasul siapakah orang yang paling mulya di dunia ini sampai orang achir jaman, apakah yang paling taqwa itu orang yang selalu sholat, zdikir terus menerus dan puasa terus-menerus . Nabi menjawab orang yang paling taqwa itu adalah orang yang banyak manfaat dan kontribusinya keapa orang lain, merekalah yang disebut dengan wali-wali Allah. Kata Nabi : selama wali-wali Allah itu ada dimuka bumi ini selama itu pula bumi masih beredar pada porosnya mengelilingi matahari. Menurut Jallaudin Racmat para wali pada abad modern ini ialah yang disebut dengan kooperative mystik, mereka para bankir, ahli lingkungan, ilmuan, pejabat legeslatif dan eksekutif yang mengatur keharmonisan ekonomi, politi, hukum pada suatu negara . Sehingga sedikit orang menzalimi orang lain dan menzalimi dan merusak lingkungan dengan memperkaya diri.

          • salam

            budi santoso: kelihatannya anda tidak mengerti tasauf, namun anda mengoreksinya, disinilah kekeliruan bermula. disamping itu anda ngambil pendapat kang jalal yg sepesialis tentang mut’ah.

      • adhi

        Mohon maaf sebelumnya apabila saya telah lancang dan berani mengkoreksi. Menurut pengetahuan yang telah diajarkan oleh seseorang yang mendalami sufi kepada saya tentang 3 unsur tersebut adalah : 1. Dzatul Mutlak 2. Dzatul Mukoyat 3. Dzatul Aridi, maaf apabila penulisan salah. Dzatul mutlak adalah Allah SWT dengan penjelasan Laesa Kamislihi wahuwa Saeun dan ma arofallah ilallah atau banyak lagi tertulis dalam Al Quran nur karim. 2. Dzatul mukoyat adalah maqom muhammad, setelah fase kedua tercipta maka timbul komunikasi antara Allah dan Muhammad. setelah Muhammad tercipta maka beliau memuji dengan kalimat “La ilaha ilallah” dan Allah pun membalas dengan memuji “Muhammad Rasulullah” ini kita kenal dengan Syahadat. untuk fase ketiga (dzatul aridi) terbersitlah Nur dari muhammad menjadi nur insan. lalu timbul komunikasi antara allah dan nur seperti tertulis dalam surat al araf ayat 172 kalau saya tidak salah lihat, dengan bunyi : Alastu bi Robbi Kum artinya : Yakinkanlah bahwa sebenarnya aku adalah Allah / Tuhan kamu semua. maka nur insan pun menjawab qolu : Balla Syahidna artinya : benar bahwa Gusti adalah Pencipta kami. atau lebih jelas ini adalah maqom syahadat hakiki Nur insan bersaksi kepada Allah dan Muhammad dan yakin bahwa sebenarnya nur itu tercipta dan timbul dari allah dan muhammad dengan bunyi : Ashadu Allah ila ha ilallah wa Ashadu ana Muhammad Rasulullah. ketiga fase ini timbul sebelum dunia dan alam semesta tercipta baik semua isinya termasuk jibril, jin ataupun syetan. ini tersirat dalam sebuah ayat yang saya lupa suratnya, dengan bunyi Allahu Ladzi kholaqo sama wati wal ardli wama baena huma fi sitati ayan… yang artinya : Allah menciptakan Manusia, langit, bumi dan segala isinya dalam enam masa / fase. dan ini juga menjadi populer dan disebar luaskan oleh syech muhyidin ibnu araby dengan nama tarekat Ibnu Araby. sekian dari saya….. salam sejahtera untuk semua pencari ilmu sama demi mencapai inalillahi wa ina ilaihi rajiun.

        • Raja R Cakra

          Kok jadi repot……..padahal untuk menemui Allah. tinggal nyari yang beserta dengan Allah. Contoh. Anjing Ashabul Kahfi……mang dia belajar zikir dimana bisa masuk surga……?

      • Raja R Cakra

        Assalamua alaikum : Bang daripada ngurusin hurup mending nyari yg punya huruf. kalo jadi supir repot….mending jd penumpang aja. biar sekalian gak ngerepotin orang…..mikir ampe jungsep.

  • mukhtar alfaqir

    “Kek@sih ada tiga kenyataannya satu”yakni Mujahadah + Musyahadah = Mukasyafah…!.,.?… Syekh Agung berada dibarat diwaktu kau mencari ditimur…utk menemukan jawaban membutuhkan waktu 30 tahun….salam utk bang Sufimuda…dari Alfaqir pengembara KSA.

  • KangBoed

    hmm.. Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang buat saudaraku terkasih bang Sufi Muda… benar adanya musuh terakhir adalah mengaku ngaku.. merasa rasa… paling hebat… paling benar… akuu.. akuuu… maka sebenarnya salik telah tertipu dan berhenti dari perjalanannya… masuklah dalam pusaran Cinta… biarlah tangan tangan Cinta merengkuhnya… karena DIA menyatakan diriNYA olehNYA.. untukNYA..
    Salam Sayang
    Salam Rindu untuk mu.. 😆

  • mukhtar alfaqir

    @ Kangboet…salam rindu utkmu…anda benar…aku puyeng …terlalu banyak menari-nari mengelilingi Rumah Tuhan….capek…tdk berdaya…aku tertidur…bermimpi…bertemu dgn sipemilik Rumah…Ternyata AKU…Sekarang Aku ingin tidur walau tdk mengantuk..biar berjumpa dgmu

    • KangBoed

      hehehe.. yayaya.. silahkan tidur… tidur seperti di gua Hiraaaaa… lalu temukanlaaaah MATI didalam MATI.. agar engkau Hidup didalam HIDUUUP
      Salam Sayang
      Salam Rindu untuk mu..

  • butcher boy

    katanya Ibn Arabi pun mewariskan Tarekatnya? sempat baca di buku biografi Beliau….

    Apakah Beshara School di london itu adalah Zawiyah/surau Ibnu arabi?

  • Syafiie

    Subhanallah… Ibnu Arabi luar biasa bejana keilmuannya.
    Ma’rifat tidak habis di ma’rifat namun ada pelabuhan persinggahan terakhir yaitu Tauhid. Subhanallah…

    Salam hangat nan rindu u/ bang sufimuda biarpun saya blum pernah kenal dg bang sufimuda namun serasa dekat dg hati. Trima kasih byk u/ bang sufimuda kerana saya sering mampir di surau ini, telah banyak memetik banyak hikmah dr surau ini, mohon ridhonya u/ ilmu dan pelajaran yg pernah saya baca dan ambil dr surau ini. Smoga kberkahan selalu bersama kita amin…

    Wassalam

  • qarrobin

    yang ini kelanjutannya, tentang 7 lapis langit, 4 post Arsy, Pembagian tugas malaikat di ternary buruwj

  • meong

    ika boleh, “menuhankan”,
    kepercayaannya kepada Tuhan, yang menganggap kepercayaannya itu sebagai
    satu-satunya yang benar dan menyalahkan kepercayaan orang lain. Orang
    seperti itu memandang bahwa Tuhan yang dipercayainya itu adalah Tuhan
    yang sebenarnya, yang berbeda dengan Tuhan yang dipercayai oleh orang
    lain yang dianggapnya salah. Ibn al-’Arabi menyebut Tuhan yang
    dipercayai manusia

    “Tuhan kepercayaan” (ilah al-mu’taqad), “Tuhan yang dipercayai”
    (al-ilah
    al-mu’taqad), “Tuhan dalam kepercayaan” (al-ilah fi al-i’tiqad), “Tuhan
    kepercayaan” (al-haqq al-i’tiqadi), “Tuhan yang dalam kepercayaan”
    (al-haqq al-ladzi fi al-mu’taqad), dan “Tuhan yang diciptakan dalam
    kepercayaan” (al-haqq al-makhluq fi al-i’tiqad).

    Kata i’tiqad data mu’taqad, yang dalam tulisan ini diterjemahkan dengan
    “kepercayaan”, berasal dari akar ‘-q-d, yang berarti merajut, membuhul,
    mengikat; mengikatkan dengan sebuah buhul; memasang, mengumpulkan,
    menggabungkan, mengunci; mengecilkan, menyempitkan, mengerutkan;
    mengarahkan, memusatkan; melengkungkan, melekukkan; bertemu, berkumpul;
    mengadakan pertemuan, mengadakan rapat, mengumpulkan; membuat
    perjanjian, mengikat kontrak. Kata i’tiqad sendiri, secara literal
    (harfiah) atau figuratif (majazi), berarti menjadi terikat atau
    tersusun
    dengan kuat. Maka i’tiqad, “kepercayaan”, adalah suatu “ikatan” yang
    diikat dengan kuat dalam kalbu atau pikiran, sebuah keyakinan bahwa
    sesuatu adalah benar. Bagi Ibn al-’Arabi, “kepercayaan” adalah sebuah
    (peng)ikatan (binding) dan (pem)batasan (delimitation) Wujud Yang Tak
    Terbatas, Wujud Absolut (al-wujud al-muthlaq), yang dilakukan oleh dan
    berlangsung dalam subyek manusiawi.

    Kepercayaan seorang hamba kepada Tuhannya ditentukan dan diwarnai oleh
    kapasitas pengetahuan sang hamba. Kapasitas pengetahuan itu tergantung
    kepada “kesiapan partikular” (al-isti’dad al-juz’i) masing-masing
    individu hamba sebagai bentuk penampakan “kesiapan universal”
    (al-isti’dad al-kulli) atau “kesiapan azali” (al-isti’dad al-azali)
    yang
    telah ada sejak azali dalam “entitas-entitas permanen” (al-a’yan
    al-tsabitah), yang merupakan bentuk penampakan diri (tajalli) al-Haqq
    (yaitu Tuhan). Tuhan menampakkan diri-Nya kepada hamba-Nya sesuai
    dengan
    kesiapan sang hamba untuk mencapai pengetahuan tentang Tuhan yang
    akhirnya “diikat” atau “dibatasi” oleh dan dalam kepercayaannya sesuai
    dengan pengetahuan yang dicapainya. Dengan demikian, Tuhan yang
    diketahui oleh sang hamba adalah identik dengan Tuhan dalam
    kepercayaannya. Dapat pula dikatakan bahwa Tuhan yang diketahuinya
    adalah identik dengan kepercayaannya.

    Tuhan memberikan kesiapan (al-isti’dad), sesuai dengan firman-Nya, “Dia
    memberi segala sesuatu ciptaannya” [Q. s.Thaha/20:50]. Maka Dia
    mengangkat hijab antara Dia dan hamba-Nya. Sang hamba melihat-Nya dalam
    bentuk kepercayaannya; jadi Tuhan adalah identik dengan kepercayaannya
    sendiri. Baik kalbu maupun mata tidak pernah melihat sesuatu kecuali
    bentuk kepercayaannya tentang Tuhan. Tuhan yang ada dalam kepercayaan
    itu adalah Tuhan yang bentuk-Nya diliputi oleh kalbu; itulah Tuhan yang
    menampakkan diri-Nya kepada kalbu sehingga Dia dikenal. Maka mata tidak
    melihat selain Tuhan kepercayaan.163 “Tuhan kepercayaan” adalah gambar
    atau bentuk Tuhan, atau pemikiran, konsep, ide, atau gagasan tentang
    Tuhan yang diciptakan oleh akal manusia atau taklidnya. Tuhan seperti
    itu bukanlah Tuhan sebagaimana Dia sebenarnya, Tuhan pada diri-Nya,
    Zat-Nya, tetapi adalah Tuhan yang diciptakan oleh manusia sesuai dengan
    kemampuan, pengetahuan, penangkapan, dan persepsinya. Tuhan seperti itu
    adalah Tuhan yang “ditempatkan” oleh manusia dalam pemikiran, konsep,
    ide, atau gagasannya dan “diikat”-nya dalam dan dengan kepercayaannya.

    “Bentuk”, “gambar”, atau “wajah” Tuhan seperti itu ditentukan atau
    diwarnai oleh pengetahuan, penangkapan, dan persepsi manusia yang
    mempunyai kepercayaan kepada-Nya. Apa yang diketahui diwarnai oleh apa
    yang mengetahui. Dengan mengutip perkataan al-Junayd, Ibn al-’Arabi
    berkata: “Warna air adalah warna bejana yang ditempatinya” (Lawn al ma’
    lawn ina’ihi). Itulah sebabnya mengapa Tuhan melalui sebuah hadits
    qudsi
    berkata: “Aku adalah dalam sangkaan hamba-Ku tentang Aku” (Ana ‘inda
    zhann ‘abdi bi).164 Tuhan disangka, bukan diketahui. Dengan kata lain,
    Tuhan hanya dalam sangkaan manusia, bukan dalam pengetahuannya. Tuhan
    tidak diketahui dan tidak dapat diketahui. Menarik untuk memperhatikan
    lanjutan firman Tuhan dalam hadits qudsi yang dikutip ini, yaitu: “Maka
    hendaklah ia [sang hamba] bersangka baik tentang Aku” (Fal-yazhunn bi
    khayran).
    Maka berhati-hatilah agar anda tidak mengikatkan diri kepada ikatan
    (’aqd) [yaitu kepercayaan, doktrin, dogma, atau ajaran] tertentu dan
    mengingkari ikatan lain yang mana pun, karena dengan demikian itu anda
    akan kehilangan kebaikan yang banyak; sebenarnya anda akan kehilangan
    pengetahuan yang benar tentang apa itu yang sebenarnya. Karena itu,
    hendaklah anda menerima sepenuhnya semua bentuk
    kepercayaan-kepercayaan,
    karena Allah Ta’ala terlalu luas dan terlalu besar untuk dibatasi dalam
    satu ikatan tanpa ikatan lain, Dia berkata: “Kemana pun kamu berpaling,
    di situ ada wajah Allah”, [Q 2:115] tanpa menyebutkan arah tertentu
    mana
    Teologi apofatik, atau mistisisme apofatik, adalah suatu cara berpikir
    atau aktivitas mental yang digunakan oleh banyak mistikus atau Sufi
    untuk menempuh perjalanan menuju Tuhan dan sekaligus untuk menyuarakan
    protes keras terhadap kelancangan dan keangkuhan para teolog dan para
    filsuf yang menganggap bahwa mereka mempunyai konsep, ide, atau gagasan
    tentang Tuhan sebagaimana Dia pada diri-Nya. Teologi apofatik adalah
    peringatan bagi orang yang mereduksi Tuhan menjadi sesuatu yang
    rasional
    belaka. Teologi apofatik menunjukkan bahwa orang yang memandang bahwa
    dengan nalarnya ia mempunyai pengetahuan yang memadai tentang Tuhan
    adalah orang yang membatasi Tuhan dalam bentuk khusus menurut
    pengertian
    yang ditentukan oleh akalnya. Padahal Tuhan tidak dapat dibatasi.
    Bentuk
    Tuhan yang ditangkapnya adalah bentuk yang dicocokkan dengan “kotak”
    akalnya. Ia menolak bentuk Tuhan yang tidak cocok dengan bentuk dan
    ukuran “kotak” akalnya. Ia menyalahkan orang lain yang mempercayai
    Tuhan
    dalam bentuk lain. Ia tidak menerima apa pun sebagai kebenaran jika
    bertentangan dengan akalnya. Ia telah mempertuhankan akalnya. Orang
    seperti ini, kata Ibn al-’Arabi, adalah “hamba nalar” (’abd nazhar),
    bukan “hamba Rabb” (’abd rabb).

  • meong

    Di mata kaum monoteis,
    kekeliruan kaum politeis terletak pada penuhanan mereka akan
    simbol-simbol seperti langit, matahari, bulan, dan bumi. Kaum politeis
    tidak lagi sepenuhnya bertuhan kepada Tuhan, tetapi telah bertuhan
    kepada simbol-simbol. Di mata Ibn al-‘Arabi, orang yang menyalahkan
    atau
    mencela kepercayaan-kepercayaan lain tentang Tuhan adalah orang yang
    bodoh karena Tuhan dalam kepercayaannya sendiri, sebagaimana dalam
    kepercayaan-kepercayaan yang disalahkannya itu, bukanlah Tuhan
    sebagaimana Dia sebenarnya, karena Tuhan sebagaimana Dia sebenarnya
    tidak dapat diketahui. Orang seperti itu mengakui hanya Tuhan dalam
    bentuk kepercayaannya atau kepercayaan kelompoknya sendiri dan
    mengingkari Tuhan dalam bentuk-bentuk berbagai kepercayaan lain.
    Padahal
    Tuhan yang menampakkan diri-Nya dalam semua bentuk
    kepercayaan-kepercayaan yang berbeda itu adalah satu dan sama. Kritik
    Ibn al-‘Arabi ini, jika harus konsisten, tertuju kepada setiap orang
    yang mencela kepercayaan-kepercayaan lain yang berbeda dengan
    kepercayaannya tentang Tuhan, baik dalam lingkungan orang-orang yang
    seagama dengannya maupun dalam lingkungan orang-orang yang berbeda
    agama.

    Inilah pengetahuan yang dimiliki oleh “para gnostik” (al-
    ‘arifun). Karena itu, “para gnostik”, yaitu para Sufi, tidak pernah
    menolak Tuhan dalam kepercayaan, sekte, aliran, atau agama apa pun. Ini
    berarti bahwa Tuhan, bagi mereka, dalam semua kepercayaan, sekte,
    aliran, atau agama, adalah satu dan sama. Kata Ibn al-‘Arabi,
    “Barangsiapa yang membebaskan-Nya [yaitu Tuhan] dari pembatasan tidak
    akan mengingkari-Nya dan mengakui-Nya dalam setiap bentuk tempat Dia
    mengubah diri-Nya.”

    Tuhan sebagaimana Dia sebenarnya, Tuhan pada diri-Nya, Zat Tuhan, tidak
    diketahui dan tidak dapat diketahui oleh akal manusia. Tuhan dalam arti
    ini oleh Ibn al-‘Arabi disebut “Tuhan Yang Sebenarnya”, “the Real God”
    (al-ilah al-haqq) “Tuhan Yang Absolut”, “the Absolute God” (al-ilah
    al-muthlaq); dan “Tuhan Yang Tidak Diketahui”, “the Unknown God”
    (al-ilah al-majhul). Tuhan dalam arti ini adalah munazzah (tidak dapat
    dibandingkan [dengan alam], sama sekali berbeda dengan alam, transenden
    terhadap alam. “Tidak sesuatu pun serupa dengan-Nya” (Q., s.
    al-Syura/42:11). “Penglihatan tidak dapat mempersepsi-Nya, tetapi Dia
    mempersepsi semua penglihatan” (Q., s. al-An’am/6: 103). Itulah Tuhan
    yang tidak bisa dipahami dan dihampiri secara absolut, yang sering
    disebut Dzat Tuhan. Itulah Yang Absolut dalam keabsolutan-Nya yang
    terlepas dari semua sifat dan relasi yang dapat dipahami manusia. Dia
    adalah “yang paling tidak tentu dari semua yang tidak tentu”, “yang
    palingtidak diketahui dari semua yang tidak diketahui” (ankar
    al-nakirat). Dia adalah selama-lamanya suatu misteri, yang oleh Ibn
    al-‘Arabi disebut “Misteri Yang Absolut” (al-ghayb al-muthlaq) atau
    “Misteri Yang Paling Suci” (al-ghayb al-aqdas). Dilihat dari sudut
    penampakan diri (tajalli) Tuhan, dikatakan bahwa Yang Absolut dalam
    keabsolutan-Nya adalah pada tingkat “keesaan” (ahadiyah).

    • salam

      meng on: mungkin anda penonton, setelah itu berkomentar, sehingga apa yg anda komentari, anda sendiri tidak mengerti. kalo mau mengerti, jadi seorang pejalan, sehingga anda mengerti. Pada hakekatnya apa yg dibicarakan adalah semata keesaan dan tidak ada hubunganya dengan agama yg lain. Jangan anda berfikir semua agama sama.

  • dudung

    Saya tidak mengetahui dan mengenal Tuhan sebagaimana seharusnya Tuhan dikenal. Boro-boro mengenal-Nya, mengenal diri saja tidak mampu. Kita hanya mampu mengenal-Nya sejauh Tuhan memperkenalkan diri-Nya terhadap kita.

  • Rukmin

    Ibnu Al-‘Araby ataw Ibnu ‘Araby.
    Pnulisan tsb utk membedakan kdua nama tsb. Stauq klo Ibnu Al-Araby itu trknal seorg ulama ahli fiqih dlingkungan madzhab maliki.
    Klo Ibnu Araby, beliau adalah tokoh sufi aliran filsafat sbgmna yg dceritakan di atas.
    Mohon koreksi klo sy salah.

  • sufigadungan

    Ass..
    Ikut nimbrung
    Tuhan dapat didekati melalui dua sisi, yakni Tuhan dari sisi Imanen (Hakekat Tasybih) dan Transenden (Hakekat Tanzih. Kita hanya mengenal tuhan melalui jalur Hahekat Tasybih, pengenalan itupun hanya sejauh Penyingkapan Tuhan terhadap diri kita, bukan karena kita. Sedangkan Hakekat Tanzih adalah suatu Misteri Absolut, yang kita tidak diberi wawasan apa2 tentangnya. Semua bahasa kelu…..
    Aku tidak mampu memuji-Mu sebagaimana seharusnya Engkau dipuji (Hadits)
    Pengetahuan paripurna tentang Tuhan hanyalah dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW, kita hanyalah dapat limpahan pengetahuan dari telaga pengetahuan Nabi Muhammad. Oleh karena itu banyak-banyaklah bersholawat terhadap Nabi Muhammad SAW.
    Wassalam

  • Runa

    Aku sudah lama berputus asa untuk mengenal-Nya. Semakin dipikirkan tentang Dia justru semakin membuat kepala pusing. Untuk apa menyibukkan diri memikirkan tentang Dia. Mungkin saja itu memang makanan Muhyiddin ibnu al-Arabi. Tapi rasanya itu bukan makananku. Mungkin itu sebabnya aku pusing, karena aku memakan yang bukan makananku.

    Cukuplah aku makan yang makananku saja. Karena memang begitu porsi yang telah ditetapkan untukku saat ini. Entah nanti..entah esok hari.

  • pecinta..rosulluloh

    ente ngomongin tuhan tapi ente ngga mengenal siapa yg mengenalkan tuhan …… kenali nabi muhammad S.A.W……baru bisa mengenal tuhan

  • Fakir Pengembara ksa

    Pencari sejati tidak menerima Doktrin manapun,kecuali dirinya.Ilmunya cuman satu yaitu “4qu tidak tahu apapun”………!

  • alex

    terlalu banyak manusia mencari tuhan dengan pikirannya sendiri yang terbatas.. bgmna mgkin manusia yang hanya memiliki pikiran yang terbatas bisa memahami “Yang tak terbatas”..?
    apa gunanya berdebat tentang tuhan..?
    sebaik-baiknya manusia adalah yang hidupnya bermanfaat untuk dirinya sendiri dan orang2 sekelilingnya, baik langsung mau pun tidak langsung.. pegunakanlah wktu Anda yang singkat di dunia ini hanya untuk hal2 yang berguna untuk kehidupan, sebagai tanda rasa bersyukur Anda kepada Sang Khaliq..

  • alex

    mengenal belum tentu mengetahui, mengerti belum tentu memahami, yang bisa diketahui dan dipahami manusia hanya sebatas apa yang bisa dikenal melalui pandangan mata jasmani, dan yang mampu dimengerti manusia hanya sebatas apa yang mampu diterima pikirannya…. tidak ada yang salah atau benar tentang pendapat setiap orang terhadap apa yang dipercayai atau yang disebut “tuhan”, yang terpenting adalah melakukan apa yang kita yakini sebagai perintah “tuhan” yang kita percayai.. mengaplikasikan dalam sikap, perkataan, dan perbuatan, yang bermanfaat untuk kehidupan manusia dan semua mahluk…

  • alex

    setiap orang punya hak untuk menjabarkan keyakinannya tentang “tuhan”.. karena setiap orang berbeda, maka pemahamannya juga berbeda-beda… bgm membuat perbedaan menambah pengertian dan pengenalan akan hakikat “tuhan” sehingga tumbuh saling pengertian diantara umat manusia yang mengakui adanya “tuhan” dengan segala misteriNya, tanpa harus membuat kesimpulan siapa yang salah atau benar..

  • Jenggot

    Tuhan ada kata siapa? Kata para guru ,kata para Nabi, kata kitab suci ,sudahkah tuhan ada kata kita sendiri.lalu kemudian akal kita mengolah nya .ada barang yang dibuat pasti ada yang membuat nya,akal kita akan membenarkan dan diyakini oleh hati,itulah awalnya iman,lantas apakah kita hanya berhenti sebatas itu?????

  • sanghyangtaya

    Tuhan Maha Besar, lebih besar dari jagat raya.
    Tuhan Meliputi Segala Sesuatu termasuk jagat raya.
    Makhluk berada di dalam jagat raya yang diliputi Tuhan arti kita semua berada didalam diri Tuhan.
    Itu artinya seluruh makhluk menyatu dengan Tuhan, tapi Tuhan tidak mungkin bisa menyatu ke dalam makhluk.

  • Lasautin

    Kenalilah diri, maka kenal tuhanmu,
    Bila kenal tuhanmu maka diamlah,
    Kau memuji yang kau lihat dan kau yang baca,kau kagum dngan yang kau ketahui tentang orang lain, kau mengagungkan sesuatu yg kau pandang,
    Itulah Syrik dan menduakan Sang Pemcemburu berhati hatilah,
    Belajarlah lagi karena tuhan tidaklah jauh darimu,
    Andaikata ia ambil penglihatanmu, apakah kau mampu memandang ciptaan nya yg lain yang telah kau agung2kan itu, andaikata di ambil nya pendengaranmu, maka apakah kau masih memuji petuah orang lain yg kau anggap tahu dan mengetahui,
    Ya Rabb dengan kodratmu berilah saudara2ku ini pengetahuan sehingga tidak menzholimi mu,
    Semoga bermanfaat

Tinggalkan Balasan ke zulhaqBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca