Tasauf

Tarekat Qadiriyah

Tumbuhnya tarekat dalam Islam sesungguhnya bersamaan dengan kelahiran agama Islam itu sendiri, yaitu sejak Nabi Muhammad saw diutus menjadi Rasul. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi Nabi Muhammad saw sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang kali melakukan tahannust dan khalwat di Gua Hira’ di samping untuk mengasingkan diri dari masyarakat Makkah yang sedang mabuk mengikuti hawa nafsu keduniaan. Tahhanust dan Khalwat nabi adalah untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh problematika dunia yang kompleks tersebut.

Proses khalwat nabi yang kemudian disebut tarekat tersebut sekaligus diajarkannya kepada Sayyidina Ali ra. sebagai cucunya. Dan dari situlah kemudian Ali mengajarkan kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya sampai kepada Syeikh Abdul Qodir Jaelani, sehingga tarekatnya dinamai Qodiriyah. Sebagaimana dalam silsilah tarekat Qadiriyah yang merujuk pada Ali dan Abdul Qadir Jaelani dan seterusnya adalah dari Nabi Muhammad saw, dari Malaikat Jibril dan dari Allah Swt.

Tarekat Qodiryah didirikan oleh Syeikh Abdul Qodir Jaelani (wafat 561 H/1166M) yang bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-Jaelani. Lahir di di Jilan tahun 470 H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al-Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al-Ghazali. Tapi, al-Ghazali tetap belajar sampai mendapat ijazah dari gurunya yang bernama Abu Yusuf al-Hamadany (440-535 H/1048-1140 M) di kota yang sama itu sampai mendapatkan ijazah.
Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baggdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpinan anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M.

Sejak itu tarekat Qodiriyah terus berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria yang diikuti oleh jutaan umat yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M. Di India misalnya baru berkembang setelah Muhammad Ghawsh (w 1517 M) juga mengaku keturunan Abdul Qodir Jaelani. Di Turki oleh Ismail Rumi (w 1041 H/1631 M) yang diberi gelar (mursyid kedua). Sedangkan di Makkah, tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M.

Tarekat Qodiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syeikh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Hal itu seperti tampak pada ungkapan Abdul Qadir Jaelani sendiri,”Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri sebagai syeikh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya.”

Mungkin karena keluwesannya tersebut, sehingga terdapat puluhan tarekat yang masuk dalam kategori Qidiriyah di dunia Islam. Seperti Banawa yang berkembang pada abad ke-19, Ghawtsiyah (1517), Junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), Miyan Khei (1550 M), Qumaishiyah (1584), Hayat al-Mir, semuanya di India. Di Turki terdapat tarekat Hindiyah, Khulusiyah, Nawshahi, Rumiyah (1631 M), Nabulsiyah, Waslatiyyah. Dan di Yaman ada tarekat Ahdaliyah, Asadiyah, Mushariyyah, ‘Urabiyyah, Yafi’iyah (718-768 H/1316 M) dan Zayla’iyah. Sedangkan di Afrika terdapat tarekat Ammariyah, Bakka’iyah, Bu’ Aliyya, Manzaliyah dan tarekat Jilala, nama yang biasa diberikan masyarakat Maroko kepada Abdul Qodir Jilani. Jilala dimasukkan dari Maroko ke Spanyol dan diduga setelah keturunannya pindah dari Granada, sebelum kota itu jatuh ke tangan Kristen pada tahun 1492 M dan makam mereka disebut “Syurafa Jilala”.

Dari ketaudanan nabi dan sabahat Ali ra dalam mendekatkan diri kepada Allah swt tersebut, yang kemudian disebut tarekat, maka tarekat Qodiriyah menurut ulama sufi juga memiliki tujuan yang sama. Yaitu untuk mendekat dan mendapat ridho dari Allah swt. Oleh sebab itu dengan tarekat manusia harus mengetahui hal-ikhwal jiwa dan sifat-sifatnya yang baik dan terpuji untuk kemudian diamalkan, maupun yang tercela yang harus ditinggalkannya.

Misalnya dengan mengucapkan kalimat tauhid, dzikir “Laa ilaha Illa Allah” dengan suara nyaring, keras (dhahir) yang disebut (nafi istbat) adalah contoh ucapan dzikir dari Syiekh Abdul Qadir Jaelani dari Sayidina Ali bin Abi Thalib ra, hingga disebut tarekat Qodiriyah. Selain itu dalam setiap selesai melaksanakan shalat lima waktu (Dhuhur, Asar, Maghrib, Isya’ dan Subuh), diwajibkan membaca istighfar tiga kali atau lebih , lalu membaca salawat tiga kali, Laailaha illa Allah 165 (seratus enam puluh lima) kali. Sedangkan di luar shalat agar berdzikir semampunya.

Dalam mengucapkan lafadz Laa pada kalimat “Laa Ilaha Illa Allah” kita harus konsentrasi dengan menarik nafas dari perut sampai ke otak.

Kemudian disusul dengan bacaan Ilaha dari arah kanan dan diteruskan dengan membaca Illa Allah ke arah kiri dengan penuh konsentrasi, menghayati dan merenungi arti yang sedalam-dalamnya, dan hanya Allah swt-lah tempat manusia kembali. Sehingga akan menjadikan diri dan jiwanya tentram dan terhindar dari sifat dan perilaku yang tercela.

Menurut ulama sufi (al-Futuhat al-Rubbaniyah), melalui tarekat mu’tabarah tersebut, setiap muslim dalam mengamalkannya akan memiliki keistimewaan, kelebihan dan karomah masing-masing. Ada yang terkenal sebagai ahli ilmu agama seperti sahabat Umar bin Khattab, ahli syiddatil haya’ sahabat Usman bin Affan, ahli jihad fisabilillah sahabat Hamzah dan Khalid bin Walid, ahli falak Zaid al-Farisi, ahli syiir Hasan bin Tsabit, ahli lagu Alquran sahabat Abdillah bin Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab, ahli hadis Abi Hurairah, ahli adzan sahabat Bilal dan Ibni Ummi Maktum, ahli mencatat wahyu dari Nabi Muhammad saw adalah sahabat Zaid bin Tsabit, ahli zuhud Abi Dzarr, ahli fiqh Mu’ad bin Jabal, ahli politik peperangan sahabat Salman al-Farisi, ahli berdagang adalah Abdurrahman bin A’uf dan sebagainya.


Bai’at
Untuk mengamalkan tarekat tersebut melalui tahapan-tahan seperti pertama, adanya pertemuan guru (syeikh) dan murid, murid mengerjakan salat dua rakaat (sunnah muthalaq) lebih dahulu, diteruskan dengan membaca surat al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Nabi Muhammad saw. Kemudian murid duduk bersila di depan guru dan mengucapkan istighfar, lalu guru mengajarkan lafadz Laailaha Illa Allah, dan guru mengucapkan “infahna binafhihi minka” dan dilanjutkan dengan ayat mubaya’ah (QS Al-Fath 10). Kemudian guru mendengarkan kalimat tauhid (Laa Ilaha Illallah) sebanyak tiga kali sampai ucapan sang murid tersebut benar dan itu dianggap selesai. Kemudian guru berwasiat, membaiat sebagai murid, berdoa dan minum.

Kedua, tahap perjalanan. Tahapan kedua ini memerlukan proses panjang dan bertahun-tahun. Karena murid akan menerima hakikat pengajaran, ia harus selalu berbakti, menjunjung segala perintahnya, menjauhi segala larangannya, berjuang keras melawan hawa nafsunya dan melatih dirinya (mujahadah-riyadhah) hingga memperoleh dari Allah seperti yang diberikan pada para nabi dan wali.

Tarekat (thariqah) secara harfiah berarti “jalan” sama seperti syariah, sabil, shirath dan manhaj. Yaitu jalan menuju kepada Allah guna mendapatkan ridho-Nya dengan mentaati ajaran-ajaran-Nya. Semua perkataan yang berarti jalan itu terdapat dalam Alquran, seperti QS Al-Jin:16,” Kalau saja mereka berjalan dengan teguh di atas thariqah, maka Kami (Allah) pasti akan melimpahkan kepada mereka air (kehidupan sejati) yang melimpah ruah”.

Istilah thariqah dalam perbendaharaan kesufian, merupakan hasil makna semantik perkataan itu, semua yang terjadi pada syariah untuk ilmu hukum Islam. Setiap ajaran esoterik/bathini mengandung segi-segi eksklusif. Jadi, tak bisa dibuat untuk orang umum (awam). Segi-segi eksklusif tersebut misalnya menyangkut hal-hal yang bersifat “rahasia” yang bobot kerohaniannya berat, sehingga membuatnya sukar dimengerti. Oleh sebab itu mengamalkan tarekat itu harus melalui guru (mursyid) dengan bai’at dan guru yang mengajarkannya harus mendapat ijazah, talqin dan wewenang dari guru tarekat sebelumnya. Seperti terlihat pada silsilah ulama sufi dari Rasulullah saw, sahabat, ulama sufi di dunia Islam sampai ke ulama sufi di Indonesia.


Qodiriyah di Indonesia

Seperti halnya tarekat di Timur Tengah. Sejarah tarekat Qodiriyah di Indonesia juga berasal dari Makkah al-Musyarrafah. Tarekat Qodiriyah menyebar ke Indonesia pada abad ke-16, khususnya di seluruh Jawa, seperti di Pesantren Pegentongan Bogor Jawa Barat, Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat, Mranggen Jawa Tengah, Rejoso Jombang Jawa Timur dan Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Syeikh Abdul Karim dari Banten adalah murid kesayangan Syeikh Khatib Sambas yang bermukim di Makkah, merupakan ulama paling berjasa dalam penyebaran tarekat Qodiriyah. Murid-murid Sambas yang berasal dari Jawa dan Madura setelah pulang ke Indonesia menjadi penyebar Tarekat Qodiriyah tersebut.

Tarekat ini mengalami perkembangan pesat pada abad ke-19, terutama ketika menghadapi penjajahan Belanda. Sebagaimana diakui oleh Annemerie Schimmel dalam bukunya “Mystical Dimensions of Islam” hal.236 yang menyebutkan bahwa tarekat bisa digalang untuk menyusun kekuatan untuk menandingi kekuatan lain. Juga di Indonesia, pada Juli 1888, wilayah Anyer di Banten Jawa Barat dilanda pemberontakan. Pemberontakan petani yang seringkali disertai harapan yang mesianistik, memang sudah biasa terjadi di Jawa, terutama dalam abad ke-19 dan Banten merupakan salah satu daerah yang sering berontak.

Tapi, pemberontakan kali ini benar-benar mengguncang Belanda, karena pemberontakan itu dipimpin oleh para ulama dan kiai. Dari hasil penyelidikan (Belanda, Martin van Bruneissen) menunjukkan mereka itu pengikut tarekat Qodiriyah, Syeikh Abdul Karim bersama khalifahnya yaitu KH Marzuki, adalah pemimpin pemberontakan tersebut hingga Belanda kewalahan. Pada tahun 1891 pemberontakan yang sama terjadi di Praya, Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan pada tahun 1903 KH Khasan Mukmin dari Sidoarjo Jatim serta KH Khasan Tafsir dari Krapyak Yogyakarta, juga melakukan pemberontakan yang sama.

Sementara itu organisasi agama yang tidak bisa dilepaskan dari tarekat Qodiriyah adalah organisasi tebrbesar Islam Nahdlaltul Ulama (NU) yang berdiri di Surabaya pada tahun 1926. Bahkan tarekat yang dikenal sebagai Qadariyah Naqsabandiyah sudah menjadi organisasi resmi di Indonesia.

Juga pada organisasi Islam Al-Washliyah dan lain-lainnya. Dalam kitab Miftahus Shudur yang ditulis KH Ahmad Shohibulwafa Tadjul Arifin (Mbah Anom) di Pimpinan Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya Jabar dalam silsilah tarekatnya menempati urutan ke-37, sampai merujuk pada Nabi Muhammad saw, Sayyidina Ali ra, Abdul Qadir Jilani dan Syeikh Khatib Sambas ke-34.

Sama halnya dengan silsilah tarekat almrhum KH Mustain Romli, Pengasuh Pesantren Rejoso Jombang Jatim, yang menduduki urutan ke-41 dan Khatib Sambas ke-35. Bahwa beliau mendapat talqin dan baiat dari KH Moh Kholil Rejoso Jombang, KH Moh Kholil dari Syeikh Khatib Sambas ibn Abdul Ghaffar yang alim dan arifillah (telah mempunyai ma’rifat kepada Allah) yang berdiam di Makkah di Kampung Suqul Lail.

Silsilahnya.
1. M Mustain Romli, 2, Usman Ishaq, 3. Moh Romli Tamim, 4. Moh Kholil, 5. Ahmad Hasbullah ibn Muhammad Madura, 6. Abdul Karim, 7. Ahmad Khotib Sambas ibn Abdul Gaffar, 8. Syamsuddin, 9. Moh. Murod, 10. Abdul Fattah, 11. Kamaluddin, 12. Usman, 13. Abdurrahim, 14. Abu Bakar, 15. Yahya, 16. Hisyamuddin, 17. Waliyuddin, 18. Nuruddin, 19. Zainuddin, 20. Syarafuddin, 21. Syamsuddin, 22. Moh Hattak, 23. Syeikh Abdul Qadir Jilani, 24. Ibu Said Al-Mubarak Al-Mahzumi, 25. Abu Hasan Ali al-Hakkari, 26. Abul Faraj al-Thusi, 27. Abdul Wahid al-Tamimi, 28. Abu Bakar Dulafi al-Syibli, 29. Abul Qasim al-Junaid al-Bagdadi, 30. Sari al-Saqathi, 31. Ma’ruf al-Karkhi, 32. Abul Hasan Ali ibn Musa al-Ridho, 33. Musa al-Kadzim, 34. Ja’far Shodiq, 35. Muhammad al-Baqir, 36. Imam Zainul Abidin, 37. Sayyidina Husein, 38. Sayyidina Ali ibn Abi Thalib, 39. Sayyidina Nabi Muhammad saw, 40. Sayyiduna Jibril dan 41. Allah Swt. Masalah silsilah tersebut memang berbeda satu sama lain, karena ada yang disebut seecara keseluruhan dan sebaliknya. Di samping berbeda pula guru di antara para kiai itu sendiri.

Sumber : http://sufinews.com/

 

86 Comments

  • rizki ramadhan

    Assalamualaikum

    sy ingin masuk tarekat qadriyah, sy tinggal di batam tp saya tidak tau siapa pembibingnya mohon diberitau

    wassalam

    • haji marwin

      Wa’alaikumussalam wrwb, sebagai mana sy ketahui tuk tarekat qodiriah, pembimbing langsung KH Syeikh Sibly Sahabuddin,di Mandar Sulbar.

      • Zulkifli

        Waalaikumsalam wr.wb. untuk lebih jelasnya, bahwa Thariqat Qadiriyah yang resmi dan syah Zanadnya dibawakan oleh Mursyid resmi Almukarram KH. Ilham Shaleh yg mendapatkan Zanad dari orang tuanya Almukarram Al Allamah KH. Muh. Shaleh dan Abuya Assayyid Muhammad bin Alawi Almaliki Alhasani. Beliau sementara bermukim di Mandar Sulawesi Barat. Murid beliau sdh ratusan ribu tersebar di Nusantara dan terbanyak di Sulawesi, Kalimantan dan Indonesia Timur lainnya. Pengajian Thariqat Qadiriyah tetap masih berjalan secara rutin di tiao-tiap ketua kelompok sesuai jadwal beliau, utamanya di daerah Sulawesi Barat.

  • Drs. Edwin Suryono R. Djati

    assalamu’alaikum

    Saya tertarik dan ingin belajar tariqat qodiriyah wa naqsabandiyah untuk wilayah bogor saya harus belajar kemana? mohon dibantu. terima kasih wassalam

  • Kemal aqwam maulana

    Assalamuaalaikum. Saya kemal saya murid dari Habib Ridho bin Fuad Al Gadri. Beliau ada lah khalifah dari tarekat Al abrar, yg salah satu bagian dari tarekat Qadriyah. Dan beliau sudah mendapatkan izin memegang 5 tareka, Qodriya.Rifaiyah.Mushtafhawiya.Tajul khalwatiyah. Wa Samaniyah. Yg mau informasi lebih lanjut hubungi ane, atau mau gabung ikut duduk bersama di majlisnya.

  • suroto

    Assalamu alaikum…mau bertanya apabila saya pernah bertalqin dahulu.tetapi saya belum bisa istiqomah dalam menjalankan ibadah harian.ingin sekali rasanya agar bisa istiqomah.yang ingin saya tanyakan perlukah talqin ulang karena saya lupa mursyid yg menalqin saya.semoga mendapat keberkahan kepada para mursyid d TQN

    • maulana jatisukma

      di rusun Petamburan tanah abang blok 1 lantai 6 jak pus disitu ada cabang mdz thoriqoh qodriyah wan naqsabandiyah

  • toni prastowohadi, SE, MM-klaten

    thariqat adl jalan utk membersihkan hati dari sifat2 jahat dan mengisi hati dg sifat2 terpuji yang dapat tercermin dari kehidupan sehari-hari. Belajar thariqah hrs lewat mursyid / guru agar dpt dibimbing secara penuh. Inti thariqat adl membersihkan qalbu agar hati mjd suci agar dkt dg yang maha suci. Bukan surga yg dicari, bukan neraka yg ditakuti tp keridloan Alloh semata yg dicari. Dlm doa penutup tiap dzikir ahli2 thariqat selalu berdoa : Illahi anta maqsudi wa ridloka matlubi ( hanya Engkau yang kumaksud dan hanya keridloan-Mu yg kuharapkan.

  • Ruslianto

    Yooo,..setuju( rame-rame) Nah kalo bisa mursid-nya Yang Kamil mukamil dan Silsilah-nya wajib sampae pada Arwahulmuqadasah Rasulullah Salallahua’laiwassallam (Yang Rahmatan Lila’lamiiin).
    Piyee Mas toni di Klaten, dan Saluut buat anjuran Mas toni.

    • toni prastowohadi, SE, MM

      Maju trs mas.Mari kita masyarakatkan thoriqoh ke generasi2 muda agar terhindar dari adzab Alloh:radikalisme, perpecahan dll spt yg terjadi ditimur tengah

  • Toni Prastowohadii, SE, MM-klaten

    Thariqat hrs memasyarakat krn intisari thariqat sgt mulia krn sbg media membersihkan hati sesuai petunjuk Nabi. Jaman sekarang jaman materialisme ( segalanya diukur dari materi ), sebagian( sebagian kecil hlo…)ahli2 agama berafiliasi dg kepentingan duniawi-politik kekuasaan dan menjadikan agama hanya sbg simbol dan sarana mencapai tujuan2 pribadi. Dengan thariqat yg “muktabarah” dg dzikir yg pas, Insya Alloh dpt “mencuci” penyakit2 hati : materialisme, sombong, haus kekuasaan, haus uang ( korupsi ), iri hati, fitnah / hasud dll yg “sifat2 iblis yg durhaka pd Alloh”. Dg hati yg bening, Insya Alloh melihat kehidupan dg arif bijaksana, berperilaku yg baik&bermanfaat bagi diri sendiri dan sesama (Rahmatan lil alamin ).Juga mengikis paham2 radikal yg mempelajari agama hanya kulit luarnya saja( belum sampai ke intisari )dan suka mencela kelompok2 lain. Menjalani thariqat adl mengikuti jejak Nabi dan para wali secara spiritual. Sufi2 ke depan adalah sufi2 yg pedagang, sufi yg petani, sufi yg birokrat, sufi yg aparat, sufi yg pendidik dll ( sesuai lingkup masing2 ). Andai jadi petani adalah petani yg baik, jd birokrat adl birokrat yg baik, jd aparat adl aparat yg baik, jd pendidik adl pendidik yg baik, jadi tokoh agama adalah jadi tokoh agama yg baik. Mereka yg bersih hatinya, mereka yg berjihad melawan ” hawa nafsu duniawi “nya dari “godaan iblis yg mau menyusup ke hatinya dan yg selalu mencoba membisikinya ( tanpa disadari ) dg sifat2 rakus, dengki dll dan sll berusaha membelokakan arah bertaqarub pd Alloh S.W.T. Untuk mencari mursyid / guru thariqah dpt ke pondok2 thariqah yg sudah teruji keberadaannya puluhan tahun ( eksis ) dan thariqah yg muktabarah yg diakui sanad silsilahnya, thariqat yg tergabung dan berada di organisasi2 keislaman yg ada.

  • endang setyaningsih

    yang saya tanyakan …. beberpa kyai pernah mengatakan saya dianugerahi nur…. dari Alloh SWT yg saya sendiri hanya menyadari gejala2nya.. misalnya mudah menangis ketika mengingat Alloh.. dan saya merasa aneh tidak seperti orang umumnya
    dsb… kata hampir semua kyai Nur yang dikaruniakan merupakan nur kemuliaan pengayoman mulia dan akhirat yang akan dibuka oleh Alloh SWT suatu waktu.Apa maksudnya.. Mohon dijelaskan.. Nembah nuwun

  • hamba allah

    assalamu alaikum. maaf sebelumnya cuman mau cari tau aja karna kebetulan ada teman juga belajar dari tarikat.katanya teman tarekat yang di bawah oleh Sayyidina Ali ibn Abi Thalib adlah tarekat Al-khalwaty sedangkan abu bakar assiddiq naqsabandiyah al-Qadiriyah di izikan oleh umar, as-sattariyah di izinkan utsman.ini yang di izinkan oleh rosulullah saw.maaf kami juga masih baru belajar n cari tau dan minat belajar lebih banyak lagi.

  • Cahya Muhyi

    Assalamu’alaikum
    Gan mau tanya kalau untuk di Bogor siapa yah yang menjadi Mursyidnya, nama yang lengkapnya dan silsilahnya.
    Sekian terima kasih
    Wassalam

  • hamba Allah

    Assalamualaikum..mohon infonya untuk wilayah madiun/nganjuk/ngawi/magean/ kediri , dimana tempat tarekat Qadriyah..tks wassalam

  • Wawa

    Assalamu’alaikum…..
    Moho infoya untuk tarekhat qodriyah di malang dimana ya, saya sangat tertarik masuk tharekhat
    Wassalam

  • As Sayyid Al Habib Dzulkarnain Alaydrus

    Barakallahulakum, Jazakallahubil khair, Smg Allah Swt selalu melimpahkan Rahmad dan HidayahnNya kepada pengikut Tariqat Qadiriyah ini Amiiin yaa Rabb…jd kalo di Aceh siapa Musyidnya yg bisa kita ambil Tarikat Qadiriyah tersebut, smg dapat di amalkan…wassalamualaikum et wb.

  • As Sayyid Al Habib Dzulkarnain Alaydrus

    Barakallahulakum, Jazakallahubil khair, Smg Allah Swt selalu melimpahkan Rahmad dan HidayahnNya kepada pengikut Tariqat Qadiriyah ini Amiiin yaa Rabb…jd kalo di Aceh siapa Musyidnya yg bisa kita ambil Tarikat Qadiriyah tersebut, smg dapat di amalkan…wassalamualaikum et wb.

Tinggalkan Balasan ke Mbah Dhani IIBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca