Tasauf

Hamba Baca, Hamba Syetan dan Hamba Tuhan

Di dunia ini banyak orang merasa menjadi hamba Tuhan, kalau kita ke mesjid, biasanya ada papan pengumuman yang menampilkan nama-nama orang yang memberikan sumbangan untuk mesjid, kalau sumbangan dalam jumlah besar ditulis nama penyumbangnya, misalnya, dari “Haji Polan”, atau dari “Kiayi Anu”, akan tetapi kalau sumbangannya dibawah Rp. 50.000,- biasanya cukup menulis inisial, dari “Hamba Allah”. Karena malu sumbangannya kecil lantas dia bersembunyi dibalik nama “Hamba Allah”, rasanya gampang sekali orang mengaku jadi hamba Allah, apa benar seorang yang memberikan sumbangan dalam jumlah tertentu bisa secara otomatis menjadi hamba Allah? Atau Cuma pengakuan kita aja sementara Allah tidak mengakui kita sebagai hambanya? Pertanyaan ini perlu menjadi bahan renungan untuk kita semua, sesuatu yang terkadang tidak lagi menjadi perhatian karena sudah menjadi suatu kelaziman, lebih jauh saya coba memberikan pertanyaan yang lebih spesifik, “Sudahkah kita menjadi hamba Allah?”, apa kriteria seseorang itu bisa digolongkan sebagai Hamba Allah?.

Judul tulisan ini tentunya akan menggugah selera kita untuk mengajukan banyak pertanyaan, diantaranya apa itu Hamba Baca, trus bagaimana dengan hamba Syetan, apa beda Hamba Tuhan dengan Hamba Syetan?

Saya berharap pembaca sufimuda punya cukup kesabaran membacanya, karena masalah ini tidak bisa dijelaskan secara definisi, misalnya hamba syetan adalah…., hamba Tuhan adalah…, saya lebih tertarik membahas ketiganya dalam bentuk cerita, permisalan dan contoh, selanjutnya terserah kepada pembaca untuk memberikan definisi menurut selera masing-masing.

Hamba Baca

Terkadang saya jadi tidak sabar menghadapi orang-orang baru pandai membaca, hapal sekian hadist, hapal sekian ayat Al-Qur’an, menjalankan ibadah menurut pengetahuannya, memperpanjang jenggot sebagai bagian dari sunnah Nabi (padahal masih banyak sunnah lain yang lebih pokok), dan bangga dengan jidat hitam sebagai tanda orang sering shalat, sebagai tanda bekas sujud katanya, tentang ini saya masih penasaran, kok bisa jidatnya hitam, padahal saya juga melaksanakan shalat wajib dan sunnat mulai dari umur 6 tahun tidak pernah tinggal sampai sekarang jidat saya kok gak hitam-hitam juga, apa saya belum beriman? Atau saudara-saudara kita yang hitam jidatnya kalau sujud digosok-gosok jidatnya ke lantai biar hitam, kecurigaan ini timbul karena ada teman baru 3 bulan masuk golongan berjubah-jubah langsung jidatnya jadi hitam, saya sebenarnya pengen nanya, pake obat apa?

Orang-orang yang beragama pada tataran membaca ini biasanya punya semangat tinggi, kalau ada orang melakukan ibadah tidak sesuai dengan apa yang dia baca langsung di cap bid’ah, syirik, kafir, istilah kerennya TBC (Tahayul Bid’ah Chufarat) yang benar cuma dirinya aja, dengan menyandang gelar Ustad tentu dihormati dan gampang sekali mengeluarkan fatwa lagaknya seorang ulama besar. Saya pernah ikut sebuah pengajian, sebenarnya bukan niat ikut, dulu waktu saya kuliah setelah shalat ‘Ashar di kampus, saya duduk di mushala, disitulah komunitas orang-orang “alim” ini membahas masalah hukum merayakan maulid. Peserta pengajian bertanya, “Ustaz, apa boleh kita merayakan maulid?” tanpa menunggu pertanyaannya selesai sang Ustaz dengan spontan menjawab, “Haram hukumnya melaksanakan maulid, lebih besar dosanya melaksanakan maulid daripada berzina atau mencuri, kalau mencuri dan berzina bisa bertaubat tapi kalau merayakan maulid adalah bid’ah yang mengarah kepada pengkultusan manusia, ini tergolong menyekutukan Allah, kekal dalam neraka, ulama salafus shalih tidak…” saya langsung angkat kaki mendengar ocehan sang Ustaz. Hebatnya, dia bisa menetapkan hukum hanya bermodalkan beberapa buah hadist. Padahal ulama dulu sangat hati-hati dalam mengeluarkan fatwa. Prof Abu Khaled Al Fadh ahli fiqh yang telah membaca lebih 50.000 judul kitab klasik dan modern termasuk karya-karya yang masih dalam bentuk manuskrip mengatakan bahwa seseorang boleh disebut sebagai Fuqaha (ahli hukum Islam) dan boleh mengeluarkan fatwa apabila telah mempelajari minimal 20 tahun tentang hukum Islam dari berbagai mazhab. Kalau sekarang cukup ikut kajian di kampus 3 bulan sudah langsung bisa mengeluarkan fatwa. Dan fatwa-fatwa kelas teri ini sangat berbahaya karena biasanya keluar atas ketololan dia dalam memahami agama. Inilah yang seharusnya diberi gelar “SESAT DAN MENYESATKAN”.

Orang-orang yang terfokus kepada bacaan, dalil-dalil ini saya golongkan kepada Hamba Baca dengan segala ciri-ciri yang telah saya uraikan di atas. Menghadapi orang seperti ini kalau anda bawa sekarung dalil kalau tidak sesuai dengan apa yang dia baca pasti dia bantah. Kalau kita bertanya secara kritis, apa hubungan membaca dengan Tuhan? Apa setelah kita baca sekian ayat, kita hapal ribuan hadist langsung bisa menjadi hamba Allah?

Hapalan tetaplah hapalan, itu akan disimpan didalam otak, tahukah anda beda tukang becak/pengemis dijalanan dengan profesor? Kalau mereka sama-sama tidur tidak ada bedanya, coba ajukan satu pertanyaan kepada mereka (Pengemis dan Profesor), pasti keduanya sama-sama tolol tidak bisa menjawab pertanyaan.

Siapa yang bisa menjawab pertanyaan kalau lagi tidur? Yang bisa menjawab pertanyaan adalah Para Rasul, Para Nabi dan Guru Mursyid yang Kamil Mukamil, bagi mereka antara tidur dan jaga tidak ada bedanya.

Hamba Syetan

Orang yang hanya pandai membaca ini, coba kita tanya, “kalau anda shalat apa yang anda ingat?” jawabnya “Allah”, apa benar anda ingat Allah, apa anda sudah kenal dengan Allah? Sudah pernah anda jumpa dengan Allah? Bagaimana anda bisa mengingat sesuatu yang belum pernah anda jumpai?

Pertanyaan kritis (mungkin juga dianggap gila) sudah selayaknya kita tanyakan, selama ini kita merasa menyembah Allah, padahal kita cuma menyembah dinding, cuma menyembang tikar sembahyang. Selama ini kita merasa mengingat Allah padahal yang kita ingat Cuma masalah kita, derita kita, pacar, kawan, dan beribu-ribu kenangan datang saat kita beribadah? Apa ini yang dinamakan khusuk?

Dan lebih parah lagi orang-orang seperti ini biasanya sok khusuk, mengosongkan diri katanya, padahal di dunia ini tidak ada yang kosong.

Yang harus kita ketahui bahwa syetan itu tamatan universitas langit, umurnya ribuan tahun, bisa masuk kemana saja, bisa menyerupai wajah apa saja kecuali wajah Rasulullah SAW dan ulama pewaris nabi.

Artinya ketika kita shalat terbayang wajah istri, anak, kampus, pohon dan lain-lain hakikatnya kita membayang wajah syetan (ingat seluruh wajah bisa ditiru syetan), kalau kita shalat maksud hati menyembah Allah eh rupanya yang disembah adalah syetan, inilah yang saya maksud dengan Hamba Syetan.

Mas sufimuda, bukankah syetan itu takut dengan ayat-ayat Al-Qur’an? Benar, ayat Al-Qur’an yang diucapkan oleh orang yang beserta Allah, coba kalau ayat Al-Qur’an itu dibaca oleh orang yang tidak beriman, misalnya orang yahudi, apa syetan lari?

Bukan bacaan Al-Qur’an produksi kita yang membuat syetan lari terbirit-birit, tapi bacaan Al-Qur’an yang tersalur dari dada Rasulullah SAW terus kepada para Khalifahnya sampai kepada kita.

Pernah kita meriset ayat-ayat Al-Qur’an? Misal “A’uzubillaahi minasy syaithaanir rajiim” apa pernah syetan lari kalau kita membacanya?

Waktu saya kecil kira-kira umur 14 tahun, dikampung kan biasa ada pengajian Al-Qur’an (Tadarus) dibulan Ramadhan, jarak antara rumah saya dengan Mesjid lebih kurang 200 meter, jalannya gelap. Sepulang ngaji, jam 2 malam, karena takut saya baca ayat Kursi yang katanya bisa mengusir syetan, tiba di “Wahuwal ‘aliyul ‘azim” eh bukan syetan yang lari tapi malah saya yang lari..

Sudah saatnya kita meng Upgrade diri kita dari hamba baca/hamba syetan beralih kepada hamba Tuhan, kalau pengetahuan kita tidak di Upgrade, sangat disayangkan, shalat masuk neraka wail, puasa hanya lapar dan dahaga, pergi ke Haji hanya jumpa dengan sebongkah batu bernama Ka’bah, benar sekali Hamzah Fanshuri menyindir dalam syairnya, “pergi ke Mekkah mencari Allah pulang kerumah bertemu Dia.

Coba renungkan, seorang melaksanakan tata cara shalat seperti yang pernah dipelajari umur 7 tahun, paling kalau sudah dewasa ditambah dengan mengetahui makna bacaan, dia melaksanakan shalat sampai lanjut usia dengan ilmu shalat yang diperoleh ketika umur 7 tahun, tidak maju-majunya.

Ia tidak pernah diajar bagaimana cara pelaksanaan teknis memusnahkan IBLIS dalam hati sanubari, yang sebenarnya adalah POKOK/PANGKAL dari shalat yang khusuk.

Ia hanya diajarkan menyebut A’uzubillaahi minasy syaithaanir rajiim yang dproduksinya sendiri secara awam, ia sebenarnya baru diajarkan meniru bunyi, tanpa pernah diajarkan cara pelaksanaan teknisnya menyalurkan Ayat tersebut dari Sumbernya yang Maha Dasyat, yang diarahkan pada sasarannya, sehingga musnah sama sekali, walaupun kepada kita dipesankan untuk melaksanakan shalat khusuk, tapi bagaimana shalat bisa khusuk dari dalam masih ada unsur Iblis yang mengganggu, seperti yang difirmankan Allah dalam surat An-Nash, syetan berbisik-bisik dalam dada manusia sejak lahir, dan tentu bisikan itu akan terus ada sampai akhir hayat kalau tidak tahu cara/teknis mengusirnya. Dari dunia beserta Iblis sampai ke akhirat kelak dalam diri masih bersemayam sang Iblis beserta bala tentaranya, sudah pasti tidak akan pernah mencium bau syurga.

Kenapa ustaz tidak pernah bisa menjelaskan bagaimana shalat menjadi khusuk? Bagaimana kita bisa berjumpa dengan Allah? Ya karena itu bukan ilmu yang dipelajarinya, bagaimana mungkin seorang ahli hukum misalnya bisa menciptakan mobil, apa bisa dengan mengalun-alunkan ayat-ayat buku teknis membuat mobil lantas bisa mobil itu terwujud? Mustahil, harus kita serahkan kepada yang ahlinya, yang mengerti tentang teknologi mobil, yang pernah mendapat pelatihan oleh yang ahli pula, dan tentunya punya bengkel untuk mempraktekkan segala yang tercantum dalam buku petunjuk membuat mobil.

Tentang Haji, saya pernah bertanya kepada orang yang baru pulang haji, dia dengan sombongnya merasa telah menjadi tamu Allah. Saya bertanya, “Kalau kita diundang oleh Pak Camat, yang nulis surat pak camat apa bisa kita jumpa dengan Pak Camat?” dia jawab “bisa”. Kemudian saya tanya lagi, “Kalau kita diundang oleh Gubernur, apa bisa kita jumpa dengan Gubernur?”

tentu bisa” jawabnya, dan kemudian saya tanya, “Kalau kita diundang oleh Allah ke Baitullah, apa bisa kita berjumpa dengan Allah”. Dia diam, pertanyaan ini tidak bisa dijawab.

Jawabannya, tentu bisa, kalau anda bisa berjumpa dengan Allah di Jakarta, sudah pasti di Mekkah akan jumpa juga karena Allah itu Maha Esa dan ada dimana-mana, Kalau di Jakata anda tidak kenal Allah sudah pasti di Mekkah juga tidak pernah anda jumpai dan di akhirat apalagi…

Hamba Tuhan..

Seorang hamba Allah sudah pasti kenal dengan Allah, sudah pasti pernah berjumpa, sudah pasti yang dia ingat dan yang dia sembah adalah sesuatu yang Maha Nyata, sehingga tidak mengherankan kalau orang-orang yang telah sampai tahap makrifat begitu yakin ketika berbicara tentang Allah.

Bagaimana kita kenal dengan mertua? Pernah kita bersalaman, pernah duduk berdialog, kenal dengan orang tua juga demikian, lantas bagaimana kenal dengan presiden? Kebanyakan orang cuma tahu presiden jarang sekali sampai ke tahap berkenalan.

Sangat disayangkan, kebanyakan orang merasa kenal dengan Allah, merasa menjadi hamba Allah,

padahal…

ya…

padahal ….

BERSAMBUNG….

61 Comments

  • yudistira

    i ya pula ya……………………………

    berarti banyak diantara kita yang selama ini sembahyang bukannya menyembah ALLAH, tetapi menyembah ……..

    wah………
    sayang ya ……
    makin banyak sembahyang makin tambah syirik tuh……..

    terima kasih ABANG SUFI MUDA.
    artikelnya sangat bermamfaat tuh ….
    sebagai bahan perenungan dan intropeksi untuk saya pribadi dan mudah2ah untuk kita semua

  • Smurf

    Badan kami dah penuh lubang ne. Tembakan Sufimuda paassss
    Terimakasih t Sufimuda.. telah membuka pikiran2 kami yang slama ini tersumbat dengan dogma

  • Muslem Gaul

    pengulasan yang sempurna. makasih mas sufimuda….. kalo boleh nyeloteh dikit “EMANG BANYAK SEKARANG ORANG SHALAT TAPI DIA SEBENARNYA BELUM SHALAT MELAINKAN HANYA MELAKSANAKAN RUKUN SHALAT YANG 13 (BAGIAN DARI SHALAT)”

    ttd
    muslem gaul

  • sufimuda

    nah itu dia muslem gaul, sudah saatnya kita upgrade pelaksanaan shalat dari yang zahir kepada rohani, yang kembali kepada Tuhan kan rohani maka yang di sucikan adalah rohani juga, gmana?

  • manobatam

    ehmmm salam kenal sufimuda saya pendatang baru, artikel-artikelnya sangat bagus. “BILA AKU CERITAKAN NISCAYA HALAL DARAHKU” itu sangat bagus. Mengenai Hamba baca bisa diibaratkan anak kecil yang baru belajar bela diri. biasanya orang yang baru belajar bela diri mereka pasti sok hebat sok paling kuaaaaaaaaat.. orang disekitarnya ngak ada apa2nya heheeeeeeeeeheee. oh ya kok ngak ada yang bertanya ya gimana caranya supaya jadi hamba Allah dan belajar ama siapa ya…..cari GURUNYA DIMANA…Thank’s sufi muda maju terus dan terus berdakwah..

  • Smurf

    Deal 🙂 Tp kami mohon petunjuk sufimuda gmana caranya 🙂
    selama ini yang saya banyangkan dalam shalat saya adalah tulisan2 ayat yang saya baca beserta terjemahannya..atau masalah kerjaan..masalah dirumah dan lain-lain. setelah membaca tulisan sufimuda ini shalat saya pasti. pasti tidak sampai kpd tujuannya
    Ya sih.. karena tujuannya jg saya belum kenal
    Tuhan yang saya bayangkan selama ini seperti nur yang bertuliskan asma Allah. dan itu ternyata bukan allah yang sebenarnya
    bagaimanakah wujud allah yang sebenarnya?
    bagaimanakah aplikasi sifat tuhan yang ke 20 tersebut?

    Thanks Sufimuda 😉

  • CY

    Artikel yang sangat mencerahkan, bahkan untuk agama lain sekalipun.
    Ada sedikit pertanyaan, apakah Allah menginginkan kita menjadi hambaNya? Saya rasa Allah ingin kita menjadi anakNya, krn seorang hamba tidak pernah diberi kehendak bebas sedangkan manusia punya kehendak bebas. bagaimana?? hamba Allah atau anak Allah…? 😉

  • dell

    permulaan artikel ini mengingatkan aku sama pertanyaanku yang sempat terlupakan. kenapa ya jidat bisa hitam? pas di kantor ada yg jidatnya hitam, langsung nanya ke dia. katanya banyak sujud dan banyak minta waktu sujud karena waktu sujudlah posisi paling dekat sama Tuhan. waktu sujud, tumpuan badan di kepala, tanda berserah diri. dan lebih cepat dapat kalau sering shalat malam. gitu katanya.
    apa sujud seperti itu (menumpu badan di kepala sampai jidat hitam) adalah benar2 makna berserah diri???
    apa kalau jidat belum hitam artinya belum berserah diri benar2???

  • sufimuda

    Makasih Mas Dell atas kunjungan dan komentarnya

    Sepengetahuan saya, berdasarkan riwayat sejarah, Nabi Muhammad SAW mempunyai wajah yang bersih, ceria dan berseri, tidak ada penjelasan bahwa dijidat Beliau ada tanda hitam.

    Kemudian dalam hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah, Nabi sering bengkak kakinya karena melaksanakan Shalat Malam (Tahajud), jadi yanng bengkak adalah kaki Beliau bukan jidat Beliau.

    Kalau tanda orangberserah diri itu hitam jidatnya, nanti orang rame2 menghitamkan jidatnya 🙂

    Yang lebih parah lagi, setelah mempunyai tanda dijidatnya akan timbul perasaaan ‘ujub, sombong dan riya’, bukankah ketiga sifat itu akan menghapus amalan seperti kayu api membakar kayu kering?

  • sufimuda

    =======================================
    Artikel yang sangat mencerahkan, bahkan untuk agama lain sekalipun.
    Ada sedikit pertanyaan, apakah Allah menginginkan kita menjadi hambaNya? Saya rasa Allah ingin kita menjadi anakNya, krn seorang hamba tidak pernah diberi kehendak bebas sedangkan manusia punya kehendak bebas. bagaimana?? hamba Allah atau anak Allah…?
    ========================================

    Allah SWT menginginkan kita semua menjadi hamba-Nya, oleh karena itu Dia mengutus Rasul-Nya untuk memberikan petunjuk bagaimana menjadi hamba-Nya, bagaimana seseorang bisa berubudiyah kepada-Nya.

    Nabi Muhammad mendapat gelar “Habibullah” artiya Beliau menjadi Kekasih Allah, seorang kekasih Allah sudah pasti seorang Hamba Allah…

    Dalam Islam memang tidak ada istilah Anak Allah, yang kita tahu orang-orang kristen memandang Yesus sebagai anak Allah,
    Dalam Islam Nabi Isa diberi gelar “Ruhillah” atau Ruh Allah, berarti dalam diri Beliau ada Ruh, Nur Tuhan.

    Nabi Ibrahim diberi Gelar Khalilullah (Sahabat Allah) dan Nabi Musa mendapat Gelar Kalamullah (orang yang diajak bicara oleh Allah)

    Semua gelar2 itu, apakah Kekasih-Nya, sahabat-Nya, Ruh-Nya, teman bicara-Nya menunjukkan tanda kedekatan kepada Allah SWT.

    Para Nabi yang mendapat gelar itu sudah pasti seorang Hamba Allah.

    Simbol2 kedekatan kepada Allah itu tidaklah mempunyai batas, karena Allah Maha Tak Terhingga.
    “Aku sebagaimana sangka hamba-Ku” kata Tuhan.

    Kalau mas CV merasa lebih akrab dengan Tuhan kalau menjadi anak-Nya, ya terserah aja 🙂

  • moonlight

    mas sufimuda, sy lihat dr cara anda memaparkan sesuatu, anda termasuk org yg berprinsip kuat ya?
    dan sy jg yakin anda itu selalu merasa (atau memang sudah) benar.
    saya pernah tau sebuah kalimat bijak “tidak ada ketakutan bagi org yg telah memegang kebenaran”.
    dr itulah sy melihat anda telah menyampaikan kebenaran.
    nah, pertannyaan sy..
    setiap org kan pasti merasa dirinya benar..
    setiap org (yg pnya otak) sudah pasti menuntut ilmu terlebih dahulu sblm melaksanakan ibadah tertentu..
    jadi, apa salah org yg mejalankan ibadah sesuai dgn ilmu yg diperolehnya (mis salat),
    dia ikhlas dalam salatnya, menyembah Tuhannya sesuai dg pngetahuannya (walopun dia mgkin tdk seperti mas sufimuda yg katanya bs berdialog lgsg dg TUHAN dlm salatnya),
    tnpa harap pahala, hanya mohon ampun dosa,
    dan jadilah (kebetulan) jidatnya hitam..
    salahkah dia?

  • sufimuda

    saudaraku Moonlight, saya tidak menyalahkan orang-orang yang melaksanakan ibadah menurut syariat, karena dari syariatlah kita memulai sesuatu sebagai tahap awal menuju kepada makrifat.

    Yang saya kritik adalah orang2 pada tataran syariat sudah merasa benar sendiri dan suka menyalahkan orang lain…

    Saya mengajak kita semua untuk meng upgrade kan diri kepada pelaksanaan ibadah yang lebih mendalam,

    Apakah orang yang melaksanakan shalat tanpa kenal Tuhan, orang melaksanakan Haji tanpa jumpa Tuhan atau berpuasa secara awam bisa masuk syurga dan diterima Tuhan? Tidak ada seorangpun bisa menjawabnya, itu hak Allah semata-mata.

    Bisa jadi orang yang telah kenal dengan Tuhan, sudah bermakrifat dengan-Nya kemudian di akhir hayatnya dimurkai seperti Syekh Balsisa, itu juga hak Allah SWT.

    Jadi, kita bukan mengklaim siapa yang benar dan siapa yang salah…

    Saya cuma mengajak saudara2 yang telah mendalami syariat meneruskan langkahnya kepada tingkatan lebih lanjut, tidak berhenti ditataran syariat saja, tidak ada salahnya kita perdalam amal ibadah kita menjadi lebih bermakna, lebih merasakan kehadiran-Nya bukan sekedar ibadah rutinitas semata…

    Terimakasih moonlight atas kunjungan dan komentarnya, mudah2an tanggapan saya berkenan….

  • sufimuda.I.Luv.You

    ahhaa.. 😉
    (smbil menjentikkan jari)
    dapat ide nih, buat deketin teman yg (kebetulan) jidatnya hitam.. tp kelakuannya itu gak matching sm jidatnya… (agak2 sombong gt)
    tengkyu ya sufimuda

  • samudra pasai

    ha3…. kok dah maen sayat-sayatan neh…
    yang pahit2 biasanya jadi obat….
    tapi tak selamanya obat itu pahit… ciee…

  • awe

    salam saudara semua.,

    Indah sekali pembahasan dan koment2 kawan-kawan semua.. mari kita kaji kembali diri sekarang ini…..

    APAKAH KITA HAMBA BACA….. ???
    APAKAH KITA HAMBA SYETAN….???
    ATAU…
    APAKAH KITA HAMBA TUHAN…. ???
    … Tuhan yang sebenarnya…. ???
    … Tuhan yang dikenal sebagai lambang saja…???

    awe yakin Mas Sufimuda akan memberi penjelasan dalam sambungan artikelnya… sebelum sambungan itu ada, kita perlu menjawab pertanyaan tadi…..

    jangan mengaku hamba Tuhan bila engkau belum mengenal Tuhan, tak mungkin engkau mengenal Tuhan bila engkau belum mengenal dirimu sendiri…

    kenali dirimu, supaya engkau dapat mengenal yang sebenarnya diri., cari Tuhan yang sebenarnya Tuhan, yang dapat kau kenali dan yakini, sehingga engkau menjadi hamba NYA yang DIA akui….

    salam saudara semua, silahkan di tambah atas kekurangannya, awe hanya seorang manusia yang terus berusaha menjadi hamba TUHAN….

    terimakasih Sufimuda, atas uraiain2nya dalam blog ini.. sangat bagus dan semoga bermanfaat bagi semua rakan2..

  • PenGembara

    Assalamu’alaikum…

    Sangat menarik ulasannya sang Sufi,
    Sekarang ini kita sering mempraktekkan ibadah, dari bacaan dan hafalan, yang tak terarah dengan yang sebenarnya ibadah….

    Banyak yang mengaku hamba Allah, akan tetapi sebenarnya hamba syetan,

    Banyak yang menampakkan ibadah, akan tetapi sebenarnya dia ria dan sombong,

    Banyak yang shalat dengan khuyuk yang sebenarnya telah terus dalam ke syirikan…

    maff rakan sekalian bila menyentuh perasaan, tapi itulah yang ku dapati dalam pengembaraan,

    ingin terus ku singgahi tempat ini sebelum dan sesudah pengembaraan ku jalani..

    wasalam…

  • mako

    ass…
    …saya sependapat dg sdr sufimuda, kadang saya jumpai org yg belajar syariat dan merasa paling benar…saat ini semakin banyak sepertinya…bahkan dah disebut ustad segala oleh para saudara kita yang lain…

    kadang kalau kita bicara hakekat (walaupun saya masih nol pengetahuannya) dianggap orang gila oleh orang2 yg merasa benar tadi…

    …shalat itu khan ga cm shalat jasmani yang 17 rakaat (wajib), tapi khan ada shalat rohani (24 jam tiap hari)…karena ruh kita ini khan hidup terus…dan gak pernah mati…benar ga sufimuda? mohon penjelasan…

    …dan ALLAH itu lebih dekat daripada urat nadi leher…nah dimanakah ALLAH…? nggak harus dicari ditempat lain khan? cuma kami belum tau bagaimana kita dapat bertemu denganNYA…mohon penjelasan sufimuda…

    …jikalau kau kenal dirimu maka kau akan kenal diriKU…ilmu kenal diri khan sufimuda?
    ..makanya untuk dapat mencapai hal tersebut kita harus mencari GURU yang MURSYID…benar khan kata saran sufimuda?

    bicara tentang hakekat memang menarik dan semakin menarik…..amien

    wass…

  • sufimuda

    mas mako,
    Edisi sambungan artikel ini, insya Allah akan saya jelaskan seluruh pertanyaannya,

    Ada hadist mengatakan : “Islam itu permulaannya asing, dan pada akhirnya (zaman sekarang) akan asing, berbahagialah engkau dikatakan asing”

    Trimakasih atas kunjungannya dan komentarnya

  • hamba'79

    “”Edisi sambungan artikel ini, insya Allah akan saya jelaskan seluruh pertanyaannya”””

    ayoo..ayoo..ditunggu ya..dah gak sabar nih..
    * seperti nunggu edisi terbaru Harry Potter*

    ^ ^ V

    PiSS…

  • Rindu Damai

    Permata hanya bisa dihargai oleh seorang ahli permata…
    Kalau permata diberikan kepada anak-anak atau kepada suku terasing dipedalaman nun di desa balik desa sungguh tidak akan bermakna…

    Bagiku….
    Tulisan ini adalah permata….

  • CY

    @Sufimuda
    Memang penafsiran tiap orang beda2 mas, tergantung mana yg lebih sreg, hamba Allah atau anak Allah. Saya sendiri bukan Kristen. Saya mengambil istilah anak Allah dengan pengertian sbb,
    sebab dlm menciptakan manusia Allah meniupkan RuhNya ke tubuh manusia. Berarti sebagian diri kita adalah unsur Allah. Kalau dalam pengertian berbahasa, hanya anak yang mempunyai sebagian unsur dari orangtuanya (darah yang mengalir dalam diri anak misalnya). Sedangkan untuk hamba, mana ada darah atau sebagian unsur tuannya yg mengalir ditubuh seorang hamba. Seperti itu kira2 pengertian saya. 🙂

  • Rofiq

    Mas CY,
    Kalo dalam pengertian berbahasa ;
    “Sebagian” berarti adalagi sebagian yang dimiliki oleh Sesuatu (“Tanah” seumpamanya), berarti kita juga anak Tanah dong ? 😉

  • Rofiq

    Mas Sufimuda,

    Ada temen saya “merbot” (tugasnya ngurus mesjid, kadang2 azan juga) mesjid yang kebetulan jidatnya agak sedikit hitam, saya tanya kenapa bisa hitam. Dengan malu2 dia bilang “Ini karena karpet mesjid yang kasar permukaannya dan dia sudah mencoba untuk menghilangkannya tapi namanya kulit jidat yang hitam ya susah Mas ngilanginnya” say mengiyakan juga sih….. tidak lama saya ada jerawat yang pas banget di jidat lalu saya pites dan dampaknya agag hitam yang sudah dua minggu tidak bisa hilang lalu temen saya si “Merbot” nanya ke saya “Gara2 karpet juga ya…jidatnya hitam” saya jadi malu mas.
    Sekarang masih ada bekas hitamnya, saya juga jadi agak malu juga nih….. nanti dibilang di gosok2 lagi.
    Saya dan teman saya si “Merbot” anti Wahaby Mas Sufimuda, saya akan mendukung semua bentuk penolakan Wahaby walaupun harus buka sarung “Badik”. Banyak saudara kita yang memiliki persoalan yang sama atau mungkin mirip tapi bukan Wahaby.
    Sekali lagi Maaf Mas Sufimuda, terus berjuang Mas demi tegaknya Islam.

Tinggalkan Balasan ke moonlightBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca