Tasauf

SEPUTAR MASALAH MELIHAT ALLAH

Melihat Tuhan bukan hal yang asing bagi para pengamal tasawuf yang telah mendapat bimbingan Guru Mursyid Kamil Mukamil Khalis Mukhlisin dan telah mencapai maqam Ma’rifat. Sebagian besar tulisan yang ditampilkan di sufimuda tentang tasawuf  adalah hal-hal yang berkenaan dengan Ma’rifat, kalau anda baca Melihat Allah, Mimpi Berjumpa Rasulullah SAW, Surat Untuk Allah, Do’a Sufimuda adalah ungkapan-ungkapan betapa manisnya buah yang dihasilkan dari pohon Ma’rifat, disini kita tidak lagi membicarakan dalil-dalil bagaimana pohon itu tumbuh, cara merawatnya, pupuk apa yang cocok dan bibit mana yang bisa cepat menghasilkan buah yang manis dan ranum, kita hanya membicarakan tentang “rasa” dan pengalaman “merasakan”. Karena tasawuf adalah dunia rasa, sebagaimana ungkapan mereka, “Tidak tahu kalau tidak merasakan”. Kami tidak perlu tahu siapa Guru Mursyid yang membimbing anda, yang kami yakini adalah bahwa anda telah mencapai tahap ma’rifat, dan mari kita duduk bercengkerama di Surau Sufimuda membicarakan tentang buah ma’rifat yang amat manis dan harum, hanya bisa dirasakan oleh orang yang telah memiliki buahnya, dan tidak akan mungkin bisa dirasakan dengan membaca walau ditulis ribuan lembar, tetaplah tidak akan bisa mewakili manis dan nikmatnya buah ma’rifat.

Bagi anda yang belum pernah mendapat bimbingan dari seorang Guru Mursyid, akan tetapi punya keinginan untuk menemukan kebenaran lewat tasawuf silahkan anda membaca dalil-dalil yang berhubungan dengan thariqat di : 7 tanya jawab tentang thariqat, 7 tanya jawab tentang thariqat (lanjutan), definisi tasawuf, Berguru kepada Mursyid, Berwasilah kepada Mursyid dan Rabithah Mursyid dan silahkan bertanya kepada orang yang ahli dibidangnya.

Bagi anda yang sangat awam tentang thariqat, mungkin juga anti thariqat sebagaimana kami dulu, kami sangat memahami kondisi anda, apalagi selama ini mungkin anda telah membaca tulisan-tulisan dari orang-orang yang sangat benci kepada Tasawuf, seperti Borok-Borok Sufi karya ulama Wahabi, atau buku-buku yang menyerang tasawuf yang rata-rata ditulis bukan atas dasar keilmuan akan tetapi lebih kepada propaganda untuk menghancurkan Tasawuf guna menghambat orang-orang yang ingin menemukan kebenaran. Silahkan anda baca disini , disini  dan disini

Setelah kami tampilkan tulisan Bisakah Melihat Allah?, banyak sekali komentar-komentar yang masuk baik yang mendukung maupun yang mengingkari dan mempertanyakan, mungkinkah kita bisa melihat Allah didunia? Dan tentu orang-orang yang tidak meyakini bahwa Allah bisa dilihat didunia ini juga mempunyai dalil yang sangat mendukung, oleh karena itu kuranglah bijak rasanya kalau kami tidak menampilkan semua dalil, baik dari kalangan yang mendukung maupun yang mengingkari, kami mengutip tulisan tentang melihat Allah dari buku : Jalan Menuju Ma’rifatullah dengan tahap (7M) karya ust. Asrifin S.Ag Penerbit “Terbit Terang Surabaya” (hal 259-268), semoga bermanfaat untuk kita semua.

Ma’rifat yang sebagai upaya seorang hamba untuk mengenal secara hakiki kepada tuhannya, maka dalam permasalahan ma’rifat ini ada suatu persoalan seputar “Bisakah seorang hamba itu melihat dengan matanya kepada Allah? Bisakah manusia yang bersifat fana itu melihat kepada Dzat Qodim? Walau dengan mata hatinya, bisakah manusia yang selalu terjerat dalam lingkaran keihsanan itu melihat Allah yang memang secara dzatnya itu berbeda?”

Ada tiga pendapat mengenai masalah melihat Tuhan ini yaitu:

 

1. Allah tidak dapat dilihat baik di dunia maupun di akhirat

Pendapat yang demikian ini terutama diwakili oleh satu golongan yang ada dalam golongan teologi (ilmu kalam) yaitu golongan mu’tazilah. Golongan ini menandaskan bahwa Tuhan tak akan pernah mungkin bisa dilihat. Ketidakbisaan Tuhan dilihat oleh manusia baik kelak di akhirat, apalagi di dunia. Golongan inimemberikan satu alasan bahwa selagi manusia itu masih dalam lingkaran keihsanan tidak akan pernah mungkin untuk melihat satu Dzat yang “Laisa kamislihi sya’un”. Golongan ini selalu beralasan pada firman Allah sendiri yang menyatakan sebagai berikut:

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu. Dan Dia-lah Yang Maha Halus lagi maha Mengetahui.” (QS. Al-An’am: 103).

Selalu, ayat tersebut dijadikan sebagai argumentasi untuk memperkuat pendapat bagi kaum mu’tazilah dan tanpa melihat lagi atau mengkaji dan membanding-bandingkan dengan ayat lain yang menerangkan kebalikannya. Mungkin masalah melihat Tuhan ini terlalu irasional bagi mereka yang sejak semula memang selalu mengandalkan akal, sehingga mereka  pun selalu meyakini bahwa mustahil Allah itu dapat di lihat oleh manusia di akhirat kelak, apalagi di dunia. Ada satu sindiran yang disampaikan oleh Syekh Allamah Al-Qori menanggapi pendapat kaum mu’tazilah tersebut yaitu:

“Orang mukmin melihat Tuhannya, tanpa bentuk tanpa umpama. Nikmat lain tiada arti, dibanding melihat Ilahi Rabbi, kaum mu’tazilah yang rugi seribu rugi.”

 

2. Allah dapat dilihat di akhirat

Satu pendapat yang menyatakan bahwa Allah bisa dilihat kelak di akhirat adalah berdasarkan ayat dan hadits-hadits sebagai berikut:

“Wajah-wajah orang mukmin pada hari itu, mereka pada melihat Tuhannya.”

Dalam sebuah hadits diterangkan:

“Dari Abu Hurairah ra. Seungguhnya orang-orang (para sahabat) bertanya, “ya, Rasulullah, apakah kita bisa melihat Tuhan kita pada hari kiamat?” maka Rasulullah menjawab, “Sulitkah kamu melihat bulan di malam bulan purnama?”

Para sahabat berkata, “Tidak, ya Rasulullah.” Rasul berkata lagi, “Apakah kamu sulit melihat matahari di waktu tanpa awan? Sesungguhnya kamu akan Melihat Tuhan seperti itu.”

Dalam sebuah riwayat yang lain, yaitu dari Imam Turmudzi, dari Umar ra., bahwa Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya kedudukan surga yang paling rendah adalah penghuni surga yang melihat surganya, istrinya, pembantunya dan pelaminannya dari jarak perjalanan seribu tahun. Dan penghuni surga yang paling tinggi di antara mereka adalah yang melihat Allah setiap pagi dan petang. Kemudian Rasulullah membaca, “Wajah-wajah di hari itu penuh keceriaan memandang Tuhannya.”

 

3. Allah dapat dilihat di dunia dan di akhirat

Pendapat yang mengatakan bahwa Allah dapat dilihat di dunia maupun di akhirat, pertama-tama menandaskan pada landasan ajaran Nabi tentang “ihsan”, yaitu:

“Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya.”

Sabda Nabi tentang teori ihsan ini bila dilacak dari segi ilmu bahasa akan mempunyai pengertian sebagai berikut: perkataan “KAANNA” sesungguhnya terdiri dari dua unsur kata, yaitu “KA” dan “ANNA”. Dalam teori bahasa “KA” disebut harfut tamtsil (huruf yang berfungsi untuk kata perumpamaan). Sedangkan kata “ANNA” adalah huruf yang berfungsi untuk menguatkan (lit ta’kid) yang dalam arti bahasa Indonesia diartikan dengan “sungguh/sesungguhnya”. Dengan demikian jika kata tersebut “KAANNA” digabung menjadi satu, maka akan berarti “ seperti sungguh-sungguh”. Perkataan Nabi “seperti sungguh-sungguh engkau melihat-Nya” bukan menunjukkan arti hanya “seakan-akan” yang tidak punya kemungkinan untuk melihat, tetapi sebaliknya perkataan itu malah menunjukkan kemungkinan bahwa Allah bisa dilihat. Hal yang senada pun ditegaskan sendiri oleh Allah dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya sembahyang itu memang berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada Tuhannya.”

Selain ajaran tentang ihsan tersebut, argumentasi lain yang dijadikan sebagai landasan pendapat bahwa Allah itu dapat dilihat baik di dunia maupun di akhirat adalah pada masalah kisah Nabi Musa yang menginginkan melihat Tuhannya, dimana kisah tersebut telah diabadikan dalam Al-Qur’an, yaitu pada surat Al-A’raf, ayat 143 sebagai berikut:

“Dan ketika Musa datang untuk munajat pada waktu yang telah kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, maka berkatalah Musa, “Ya, Tuhanku, nampaklah diri-Mu kepadaku agar aku dapat melihat-Mu.” Tuhan berfirman, “kamu tidak akan dapat melihat-Ku tetapi lihatlah bukit itu, maka bila bukit itu tetap di tempatnya (seperti sedia kala) niscaya kamu dapat melihat-Ku. “tatkala Tuhan tajalli/nampak pada bukit itu, kejadian itu menjadikan bukit hancur dan Musa pun pingsan. Setelah Musa sadar kembali dia berkata, “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku orang yang pertama kali beriman (percaya).” (QS. al-A’raf: 143).

Kisah tentang permintaan Nabi Musa untuk bisa melihat Tuhannya sebagaimana diabadikan dalam ayat tersebut, bila diteliti lebih mendalam sesungguhnya mempunyai kesamaan dengan kasus cerita yang dialami Nabi Ibrahim ketika memohon kepada Tuhannya untuk berkenan diperlihatkan bagaimana Allah menghidupkan seseorang yang sudah mati. Menanggapi permintaan Ibrahim tersebut Allah menjawab dengan satu perkataan, “Afalam tu’min (apakah kamu tidak percaya) ?” Seakan-akan Allah ragu dengan keimanan dan kepercayaan Ibrahim bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha segala-galanya, yang sanggup untuk menghidupkan kembali sesuatu yang telah mati. Apa jawaban Ibrahim pada waktu itu adalah “ Liyathma’inna qalbi”, yang seakan-akan Ibrahim berkata, “tidak Tuhanku. Bukannya aku tidak iman dan mempercayai-Mu. Tetapi permintaan ini aku lakukan supaya lebih mantap keimanan dan kepercayaanku kepada-Mu”, maka Allah pun mengabulkan permohonan Ibrahim.

Permintaan Ibrahim sesungguhnya mempunyai kesamaan dengan permintaan Musa. Jika Ibrahim meminta kepada Allah agar Dia berkenan menunjukkan bagaimana cara menghidupkan orang mati, maka Musa meminta kepada Allah agar Dia sudi menampakkan diri supaya Musa dapat melihat-Nya. Memang, Allah tidak mengatakan “Afalam tu’min” kepada Musa sebagaimana yang pernah Dia firmankan kepada Nabi Ibrahim. Tetapi Allah malah menyuruh Musa untuk melihat sebuah bukit. Jika bukit tersebut masih tetap sedia kala, maka Musa akan dapat melihat kepada-Nya.

Sama halnya dengan permintaan Ibrahim yang langsung dikabulkan oleh Allah, maka demikian pula pada permintaan Musa untuk bisa melihat Tuhannya. Dalam kisah Nabi Musa, memang dia tidak mengatakan “Liyathma’inna qalbi” yang artinya Musa memohon kepada Allah untuk dapat melihat Tuhannya itu supaya Musa lebih mantap keimanan dan kepercayaannya kepada Allah. Tetapi setelah kejadian itu, dimana Allah telah tajalli/menampakkan diri kepada Musa yang menjadikan bukit hancur dan Musa sendiri pingsan, maka setelah dia sadar dari pingsannya, baru dia mengatakan “Ana awwalulmu’minin”, saya orang pertama beriman. Beriman disini mempunyai arti percaya. Percaya kepada apa ? Yaitu percaya bahwa Allah itu benar-benar maujud dan Allah itu telah menampakkan diri-Nya dan mempercayai bahwa Allah bisa dilihat.

Sehubungan dengan masalah kisah Nabi Musa sebagaimana di atas, ada beberapa pendapat yang mencoba untuk memberikan penafsiran tentang hal itu yang di antaranya adalah dari Qurthubi yang mengatakan :

“Melihat Allah SWT. Di dunia adalah dapat diterima oleh akal, kalau sekiranya tidak bisa, maka tentulah permintaan Musa. as. Untuk bisa melihat Tuhan adalah hal yang mustahil. Tidak mungkin seorang Nabi tidak mengerti tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh bagi Allah. Bahkan (seandainya) Nabi musa tidak meminta hal ini , ini pun bisa terjadi dan bukan suatu hal yang mustahil.” (Al-Jami’ul Ahkamul Qur’an).

Selanjutnya, Ibnu Qoyyim pun berkata:

“Bahwa sesungguhnya permintaan Nabi Musa akan melihat Allah adalah menunjukkan atas kemungkinan. Karena sesungguhnya seorang yang berakal, apalagi seorang Nabi tidak akan meminta hal-hal yang mustahil.”

Selain kedua pendapat tersebut, dalam kitab Kawasyiful Jilliyah disebutkan sebagai berikut:

“Adapun firman Allah SWT.: ‘Tatkala Tuhan tajalli/tampak nyata pada gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur.’ Maka apabila Allah bisa tajalli pada gunung, padahal gunung itu adalah benda padat, maka kenapa tak mungkin Allah tajalli pada Rasul-rasul-Nya dan Wali-wali-Nya?”

Satu hal yang perlu ditandaskan di sini, sebelum satu argumentasi lagi disebutkan untuk mendukung pendapat yang menyatakan bahwa Allah dapat dilihat di dunia maupun di akhirat, adalah yang dimaksud dengan Allah dapat dilihat di sini adalah bukan dengan pandangan mata telanjang tetapi dengan pandangan mata batin. Sebagaimana keterangan pada bab-bab yang terdahulu, sesungguhnya pandangan mata indera sangatlah terbatas sehingga dengan demikian sudah tentu tak akan sanggup untuk bermusyahadah kepada Allah. Hanya mata batinlah yang mempunyai kesanggupan untuk bermusyahadah kepada-Nya. Dan hal ini adalah merupakan kesepakatan kebanyakan ulama tasawwuf. Umumnya mereka berpendapat tentang mata batin ini sebagaimana berikut:

“Apabila ruhaniyah telah menguasai bashirah, maka mata indera akan berlawanan dengan mata batin, mata indera tidak akan dapat melihat, kecuali pengertian-pengertian yang hanya terlihat oleh mata batin.”

Dari keterangan di atas, ketika mata indera tidak mempunyai kesanggupan untuk menjangkau pandangannya, maka mata batinlah yang nanti mempunyai kesanggupan untuk menembusnya. Berhubungan dengan masalah mata batin ini pula sebagian ulama tasawwuf pun ada yang mempunyai pendapat bahwa dalam mimpi pun ternyata seseorang bisa bermusyahadah dengan Allah. Mengenai hal ini terdapat satu keterangan dalam kitab Shirajut Thalibin sebagai berikut:

“Adapun di dalam tidur, sepakat sebagian ulama sufi kemungkinan terjadi melihat Tuhan.”

Terlepas dari permasalahan dalam mimpi melihat Tuhan atau tidak, yang jelas satu argumentasi lagi yang perlu dikemukakan untuk memperkuat pendapat bahwa Allah dapat dilihat baik di dunia maupun di akhirat adalah pada kisah Isra’ Mi’rajnya Nabi Muhammad SAW. Di mana pada saat Nabi Isra’ Mi’raj Nabi benar-benar melihat Allah, sehingga seorang sahabat, yaitu Hasan bin Ali berani bersumpah sewaktu menerangkan hal itu. Demikian pula dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Abbas yang oleh Imam Nawawi diterangkan sebagai berikut:

“Kesimpulannya, sesungguhnya rajih (alasan yang paling kuat) menurut sebagian besar ulama bahwa Rasulullah melihat Tuhannya dengan nyata/mata pada malam Isra’ Mi’raj berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas dan lain-lain.”

Dari beberapa argumentasi dan bukti-bukti baik dari Al-Qur’an maupun Hadits dan pendapat ulama yang dijadikan sebagai landasan atas pendapat yang terakhir ini, Ibnu Taimiyah, seorang yang dikenal sebagai pembaharu islam yang mengikuti aliran rasionalis yang juga banyak memberikan kritikan terhadap dunia tasawwuf memberikan satu kesimpulan dalam bentuk satu Qa’idah sebagai berikut:

“Dan dari persoalan tentang melihat, sesungguhnya tiap-tiap yang maujud itu sah dilihat.”

Berdasarkan satu Qa’idah tersebut dapat dijelaskan bahwa semua apa yang bersifat maujud (ada) sesungguhnya masih dapat dan sah untuk dilihat, sedangkan Allah sendiri adalah Wajibul Maujud (wajib ada), maka sudah barang tentu masih membuka kemungkinan untuk bisa dilihat. Wallahu a’lam!    

83 Comments

  • truthseeker

    @Rindu Damai
    Maaf kalau RD tdk bisa mengerti, mungkin bahasa saya terlalu sulit.
    Begini, yg saya mksdkan adalah: berikan saya dalil bhw syahadat itu bukan sertifikat sbg hamba Allah. Jangan dijawab dg definisi/fungsi lain syahadat. Kalau tdk paham juga sy berikan analoginya knp jawaban RD itu salah/tidak tepat.
    TS berkata: “SIM (surat ijin mengemudi) itu adalah sertifikat utk membuka rekening di Bank”.
    RD berkata: “Bukan, SIM itu adalah sertifikat utk mengemudi”.

    Khan jadi gak nyambung..hehe.

    Apa setelah membuat pengakuan langsung diakui?

    RD, syahadat itu adalah persaksian. Manusia bersaksi bhw tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.. (jd diulangi lg dehh..:( ) Jadi jgn ditanyakan apakah diakui atau tdk (oleh Allah), Allah posisinya menerima kesaksian itu bukan mengakui, krn yg mengakui adalah yg bersaksi. Jgn konslet yaa.. :P.

    seorang hamba itu kan kenal Tuhannya, jumpa dengan Tuhannya, apa semua orang yang telah mengucapkan Syahadat jumpa dengan Tuhan?

    Ya gak lah. Khan cm sertifikat doank. Emangnya ada gitu yg menjamin bertemu Tuhan? Tariqah? Mursyid? Kayanya ga ada tuhh. Selain pengakuan sudah melihat Tuhan itu bisa dipertanyakan kebenarannya, juga tdk ada dalil/nash yg mengatakan itu (melihat Tuhan jika masuk tariqah).

    Mengucakan syahadat itu gampang sekali, orang yahudi pun lebih fasih lagi mengucapkan syahadat, sampean tahu syarat sah bersaksi?
    “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah”
    Pertanyaannya, Allah yang mana? yang ditulis? yang ada baca? yang mana? harus jelas barulah syahadat menjadi benar.

    Jadi salah donk sistem yg ada? Apa masih ada yg kurang yg diajarkan Rasulullah? Coba tolong kasi pencerahan kpd saya bagaimana Rasulullah menyatakan syahadat yg benar. Paling jg saya disuruh cari sendiri kan.. 🙂

    Kalau analogi warga negara menurut anda gak nyambung berarti anda memang tidak paham sama sekali

    Ya memang selalu ada 2 pilihan sihh, sya yg gak nyambung atau memang analoginya yg ngawur.. :mrgreen:

    Pilih donk jalur yang tepat, dari komentar anda sepertinya anda masih bingung memilih jalur,

    Kayaknya kita bukan sedang bicara ttg pilihan saya, kita sedang bicara ttg konsep yg diajukan sufimuda. Kalau RD katakan silakan pilih masing2, ya artinya sama saja RD berkata: pokoknya saya dg jalur saya, anda silakan pilih jalur anda, dg kata lain gak usah diskusi dehh…” 🙂

    Dipanggil langsung presiden ya?
    Bagus lah asal aja sampean harus benar2 kenal dengan presiden, Jangan salah, tukang bakso dekat rumah saya mirip lho dengan SBY 🙂

    Lagi2 RD gak nyambung (jangan sering2 donk gak nyambungnya, saya jd banyak nulisnya). Analogi itu kan hadir dr RD sendiri, skr saya tanyakan: ada tidak mereka2 yg dipanggil langsung oleh presiden krn prestasi mrk dan kekhususan mrk?. Krn analogi dr RD dan setuju banget dg analogi tsb bukan berarti saya mengatakan orang yg dipanggil langsung oleh Presiden itu adalah saya. Jadi saya tdk mengatakan bhw Tuhan langsung memanggil, tp saya mengatakan ada manusia2 yg dipanggil langsung oleh Tuhan (misal: Nabi2 & Rasul dll). Mestinya RD lebih berhati2 dalam menyimak tulisan saya agar tdk terjebak dalam emosi dan keinginan/nafsu utk menang/bear sendiri, bukankah itu salah satu yg dihindarkan dlm tariqah.. :).

    Mudah-mudahan kita bisa jumpa ya, diskusi dengan anda sangat menyenangkan 😉

    Insyaallah. terima kasih.

    Kalau mas TS setuju dengan wasilah berarti antara kita ada titik temunya

    Pasti ada donk, wong sama2 muslim koq.. 😉

    Wassalam

  • Rindu Damai

    Mas TS
    Anda memperdebatkan tentang kemungkinan Tuhan bisa dilihat, dan dengan sangat bersemangat anda berkesimpulan bahwa Tuhan itu tidak bisa dilihat dengan mata, walaupun ada dalil tentang Wajah Tuhan tapi anda mempunyai tafsiran menurut ilmu yang anda miliki, dan anda memaksakan pemahaman anda bahwa Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata. Saya berkesimpulan seperti itu, karena saya membaca komentar sufi muda tentang pengalaman Imam Al-Ghazali, saidina Ali, Imam Jakfar siddiq tentang melihat Tuhan tetapi anda tidak memberikan komentar sedikitpun tentang itu, yang anda permasalahkan justru tafsiran ayat Al-Qur’an yang memang punya kesempatan untuk diperdebatkan. Imam Komeini mengatakan bahwa setiap Ayat Al-Qur’an mempunyai 7 tingkatan makna. Tafsiran anda tentang wajah Tuhan sudah benar, pengalaman sufi muda dengan tasauf nya juga tidak bisa kita salahkan.
    Karena ilmu anda belum sampai ke Tahap Melihat Tuhan, maka saya mengemukakan analogi hubungan warga negara dengan presiden untuk memudahkan anda memahami persoalan melihat Tuhan.
    Yang tidak nyambungnya, ketika anda berkomentar tentang presiden anda tidak mengkaitkan lagi dengan persoalan yang kita bahas, yaitu masalah berjumpa Tuhan.
    Presiden mengunjungi kita bisa saja terjadi, akan tetapi kita harus bisa membedakan antara SBY dengan tukang bakso tetangga saya yang wajahnya mirip.
    Kiasan yang saya kemukan erat sekali hubungannya dengan pengalaman Syekh Abdul Qadir Jailani yang didatangi oleh Syetan yang mengaku sebagai Tuhan dalam bentuk sinar, karena Syekh Abdul Qadir sudah punya ilmu bisa membedakan antara Nur Tuhan dengan cahaya syetan.
    Disinilah saya merasa diskusi kita tidak nyambung.
    Saya adalah pengamal Tarikat Samaniyah sedangkan sufi muda adalah pengamal Tarikat Naqsyabandi, sudah pasti mursyid saya dengan sufi muda beda.
    Bahasa-bahasa yang dipakai oleh sufi muda adalah bahasa Tarikat dan saya bisa memahaminya, andai saya belum mendalami tarikat maka tulisan-tulisan disini akan menjadi sangat asing bagi saya.
    Dari komentar2 yang mas TS tulis, memberikan gambaran kepada saya bahwa anda memang sama sekali tidak paham dengan tarikat, makanya setiap komentar anda selalu mencari-cari kesalahan pada tataran penafsiran ayat-ayat.
    Kalau memperdebatkan tentang dalil sampai kiamat pun tidak akan selesai, setiap orang punya pemahaman yang berbeda.
    Untuk memahami hakekat Tuhan tidak cukup dengan membaca akan tetapi harus mempunyai seorang pembimbing, harus merasakan sampai ke tahap HAQQUL YAQIN.
    Kalau anda tidak yakin bahwa Tuhan itu bisa dilihat, itu sudah benar dan anda bukan satu-satunya orang yang punya keyakinan seperti itu, masih banyak orang yang berkeyakinan seperti anda.

    =========================================
    Mestinya RD lebih berhati2 dalam menyimak tulisan saya agar tdk terjebak dalam emosi dan keinginan/nafsu utk menang/bear sendiri, bukankah itu salah satu yg dihindarkan dlm tariqah.. :).
    =========================================
    Sori TS kalau komentar saya agak pedas 🙂

    Kalau boleh tahu TS pengamal Tarikat apa nich? jangan2 Tarikat kita sama 🙂

  • sufimuda

    Wah saya baru tahu kalau mas Rindu Damai pengamal Thareqat Samaniyah, 🙂

    Manaqib Syekh Muhammad Saman masih sering dibaca di tanah air kita sebagaimana manaqib Syekh Abdul Qadir.

    Perbedaan adalah rahmat, mudah-mudahan kita diberi petunjuk oleh Allah SWT.

    Menurut saya, bukan masalah pengamal thareqat atau bukan pengamal thareqat, karena dalam thareqat itu sendiri punya tingkatan ilmu, belum tentu juga sama pemahamannya.

    Orang yang belum mendalami thareqat juga punya pemahaman hakikat Ketuhanan yang mendalam terutama yang mempelajari filsafat.

    Komentar Truthseeker saya rasakan berguna untuk saya dalam menulis tulisan-tulisan berikut di sufimuda, dan dapat dijadikan bahan perbandingan untuk pembaca sufimuda.

    Kebenaran sesungguhnya adalah Milik Allah semata-mata, kebenaran yang kita yakini sebagai kebenaran akan menjadi subjektif bila dipandang dari kacamata yang berbeda,

    Saya teringat ucapan anas bin malik tentang ilmu yang bermanfaat, Ilmu yang memberi manfaat ialah ……………………………..
    Laisal ilmu bi kasratir riwayah, walakinnal ilma nurun, yaqzipuhullah pil
    qalbi.
    Artinya : Ilmu yang memberi manfaat itu, bukanlah dengan banyak riwayat
    (banyak cerita), akan tetapi ilmu yang memberi manfaat itu ialah Nur yang
    ditumpahkan Allah kedalam hati, yaitu Nur ketuhanan.

    • hanafiah Ali

      Mohon maaf yg kita debatkan ini Allah Ta Ala jangan saudara saudara ku.
      Karena kedua kelompok ini masuk neraka jahanam, karena masing masing indifidu
      menyatakan dia yg paling benar.Bila yakin dgn kebenarannya kelukan lidahmu jangan diperdebatkan

  • yudistira

    peace ………………….

    menurut saya nich ya……
    antara RD dan TS tidak ada yang salahnya satu sama lain

    tetapi perbedaannya adalah prinsip yang berbeda diantara RD dan TS….
    TS masih berbicara dalil2 yang menguatkan bahwa ALLAH itu tidak bisa dilihat oleh mata….
    sedangkan RD itu sudah masuk ketataran merasakan kehadiran ALLAH.

    seperti ulasan SUFIMUDA dalam tulisan diatas bahwa ada 3 pendapat ulama seputaran melihat TUHAN, jadi tinggal pilih aja mau yang mana.

    menurut hemat kami RD memilih yang ke3, ALLAH bisa dilihat didunia dan diakhirat, sedangkan TS itu belum jelas yang pertama atau pilihan yang kedua.

    kalau diskusi ini diperpanjang terus ndak akan kelar2 karena dari awal juga pilihannya sudah beda…..

    salam damai selalu:-)

  • secret love

    ok bener tuh mas yudistira
    ehehehe
    cape deh
    istilahnya:)

    seru neh pake manggis, apalagi bulan puasa

    kalo TS masi maksa maem manggis pake kulit
    sedangkan RD udah tau cara maem manggis arus dikupas dulu
    so bagaimana pun masing2 udah punya cara sendiri2 u maem manggis jd jangan diperdebatken, tar cape deeeh
    mendingan manggisnya buat gw aja
    ehehehe
    🙂
    peace……

  • komala

    Tulisan diatas menyebutkan : “Kesimpulannya, sesungguhnya rajih (alasan yang paling kuat) menurut sebagian besar ulama bahwa Rasulullah melihat Tuhannya dengan nyata/mata pada malam Isra’ Mi’raj berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas dan lain-lain.”

    mohon bantuannya untuk menyebutkan hadits Dr Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW melihat Allah , riwayat siapa dan dlm kitab apa , karena hadits itu bertentangan dengan hadits berikut:

    Hadis riwayat Aisyah Radhiyallahu ‘anha : ia berkata:Dari Masruq ia bercerita: Ketika aku bertelekan di sisi Aisyah, Aisyah berkata: Wahai Abu Aisyah, ada tiga hal barang siapa yang membicarakan salah satunya, maka ia berbohong besar atas Allah. Aku bertanya: Tiga hal apa itu? Aisyah menjawab: (Pertama) barang siapa yang menyangka bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Tuhannya, maka ia berbohong besar atas Allah. Aku mulanya bersandar, santai, lalu duduk sambil berkata: Hai Ummul mukminin, tunggu, jangan tergesa-gesa! Bukankah Allah telah berfirman Dan sesungguhnya ia melihatnya di ufuk yang terang. Dan sesungguhnya ia telah melihatnya di waktu lain. Aisyah berkata: Aku adalah orang pertama umat ini yang menanyakan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Beliau bersabda: Itu adalah Jibril ‘Alaihissallam aku tidak pernah melihatnya dalam bentuk aslinya, kecuali dua kali ini. Aku melihatnya turun dari langit, besarnya menutupi cakrawala antara langit dan bumi. Aisyah melanjutkan: Apakah engkau belum pernah mendengar firman Allah: Dia tidak dapat dicapai oleh mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. Dia Maha halus dan Maha mengetahui. Tidakkah engkau mendengar firman Allah: Tidak mungkin bagi manusia berbicara dengan Tuhannya kecuali dengan perantaraan wahyu, di belakang hijab (maksudnya hanya mendengar suara), atau mengutus malaikat untuk mewahyukan apa saja yang diinginkan-Nya kepada manusia. Sesungguhnya Dia Maha tinggi dan Maha bijaksana. Aisyah berkata lagi: (Kedua) barang siapa yang menyangka bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembunyikan sebagian isi Kitabullah (Alquran), maka ia berbohong besar atas Allah. Allah berfirman: Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan oleh Tuhanmu. Dan jika engkau tidak melakukan (perintah itu) maka engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Kemudian Aisyah melanjutkan: (Ketiga) barang siapa yang menyangka bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi tahu tentang apa yang akan terjadi besok, maka ia berbohong besar atas Allah. Allah berfirman: Katakanlah Tidak ada sesuatu pun di bumi dan di langit yang mengetahui perkara gaib kecuali Allah(HR Muslim :259)

    mohon penjelasannya

  • ajak-ajak

    komala,, dan mungkin juga buat TS kalo masih sempet baca postingan ini.
    Hadis yang komala tulis diatas sudah menjawab bahwa kita bisa melihat Allah. Dan bukan cuma MERASA atau SEAKAN-AKAN. Tapi suatu bentuk kePASTIan yang disampaikan oleh Muhammad SAW kepada Umul Mukminin Aisyah.
    Persis seperti dalam salahsatu artikel sufimuda, jika ada tulisan: 10 – 100 = -90, anak kelas 1 SD akan susah menerimanya, semua yang diajarin gurunya akan dijadikan prinsip bahwa 100 – 10 = 90, tapi 10 kok bisa dikurangi 100? dia blom paham arti tanda negatif (-). Dan memang tahapan pelajarannya belom menyentuh itu.
    Anak kelas 3 SD akan lebih mudah memahami dan menerima arti tulisan tsb. Tapi begitu dia liat dibawahnya ada tulisan lain, 10/1000 = 0,01 bingung lagi dia,, apalagi saat tahu 0 / 7687839772 = 0 dan 7687839772 / 0 = ~ (kok beda ya?)
    Ah,, jangan2 buku ini yang bikin setengah iya setengah enggak.
    Tapi pernyataan diatas akan dianggap biasa oleh anak SMP. Dan seterusnya,,,
    selama cara berhitung / metode berhitung kita tetap pakai yang SD, gak akan bisa menerima atau menggunakan rumus anak SMP apa lagi rumus untuk anak kuliahan.
    Kalo cuma baca doank sih, yang putus SMP atau SMA jg bisa baca rumus tanpa harus kuliah. Tapi aplikasinya?
    Gimana cara baca rumus anak kuiah supaya saya yang masih SD ini bisa mengakui kalau rumus itu benar, tidak mengada-ngada, tidak menipu?
    ‘kalo saya tanya, paling jg saya disuruh cari sendiri .. ‘
    Hehehehe.. disini memang memuat clue2 buat para pencari kok. CARI SENDIRI LAH,,, Masa saya yang carikan buat anda?
    Kalo dijelasin pake cara kuliahan ga bakalan nyambung, makanya perlu Guru yang bisa menerangkan dan membuat kita paham penalaran dan aplikasi rumus itu.
    Mau langsung bisa? hehehehe,,, doyannya kok apel yang sudah dikunyah orang lain.. mau nelen doang.

  • sufimuda

    Trimakasih komala atas hadistnya, dan terimakasih juga untuk ajak-ajak yang sudah memberikan komentar.

    Diskusi tentang Melihat Tuhan sebenarnya sudah saya anggap selesai karena kalau diteruskan memang akan menjadi perdebatan yang tidak akan selesai. Seperti yang saya sampaikan dalam tulisan di atas bahwa ada 3 pendapat tentang melihat Tuhan dan semua pendapat itu punya dalil dan argument yang sama2 kuat.
    Seperti yang saya jelaskan bahwa Tulisan di atas semuanya saya kutip dari buku Jalan Menuju Ma’rifatullah dengan tahap (7M) karya ust. Asrifin S.Ag Penerbit “Terbit Terang Surabaya” (hal 259-268). Tentang hadist dari Ibnu Abbas itu bisa ditelusuri dari buku-buku hadist. 7 tahun yang lalu saya menemukan 5 hadist Sahih yang membicarakan masalah Tuhan itu bisa dilihat di dunia, salah satunya hadist ucapan nabi yang memisalkan melihat Tuhan itu seperti melihat bulan purnama di kala langit tanpa awan. Kalau komala ingin tahu hadistnya nanti akan saya kirim ke email atau akan saya buat satu lagi tulisan khusus tentang itu.

    Tentang hadist Muslim yang komala sampaikan itu sepenuhnya ucapan Aisyah bukan ucapan nabi. Semua yang disampaikan adalah pandangan Aisyah r.a, dan kita mengakui bahwa Aisyah adalah Istri nabi yang paling dekat dengan Beliau. Akan tetapi harus kita pahami dekatnya aisyah itu adalah dekat secara zahir kepada Nabi. Sedangkan Ibnu Abba situ paman dan sahabat nabi.

    Ada beberapa hal yang ingin saya bahas tentang hadist di atas :

    Tidak mungkin bagi manusia berbicara dengan Tuhannya kecuali dengan perantaraan wahyu, di belakang hijab (maksudnya hanya mendengar suara), atau mengutus malaikat untuk mewahyukan apa saja yang diinginkan-Nya kepada manusia

    Sepertinya itu kurang lengkap, seluruh ulama sepakat berdasarkan beberapa hadist bahwa proses turunnya wahyu itu ada 7 jenis yaitu :
    Pertama, berupa ar-Ru’ya ash-Shaadiqah (mimpi yang benar); ini merupakan permulaan turunnya wahyu kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam.
    Kedua, berupa sesuatu yang ditimbulkan oleh malaikat terhadap rau’ (hati yang ketakutan, akal) dan hatinya tanpa dapat melihatnya; hal ini sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam : “Sesungguhnya Ruhul Qudus (malaikat Jibril ‘alaihissalam) menghembuskan ke dalam hatiku (yang diliputi ketakutan) bahwasanya jiwa tidak akan mati hingga disempurnakan rizki baginya. Oleh karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah, berindah-indahlah dalam meminta serta janganlah keterlambatan rizki atas kalian mendorong kalian untuk memintanya dengan cara melakukan perbuatan maksiat kepadaNya, karena sesungguhnya apa yang ada disisi Allah tidak akan didapat kecuali dengan berbuat ta’at kepadaNya”.
    Ketiga, berupa malaikat yang berwujud seorang laki-laki; lantas dia mengajak beliau berbicara hingga mengingat dengan jelas apa yang dikatakan kepadanya. Dalam urutan ini, terkadang para shahabat melihat malaikat tersebut.
    Keempat, berupa bunyi gemerincing lonceng yang datang kepada beliau; peristiwa ini merupakan pengalaman yang paling berat bagi beliau dimana malaikat memakai cara ini hingga membuat keningnya mengerut bersimbah peluh. Ini terjadi di hari yang amat dingin. Demikian pula, mengakibatkan onta beliau duduk bersimpuh ke bumi bila beliau menungganginya. Dan pernah juga wahyu datang seperti kondisi tersebut dan saat itu paha beliau ditaruh diatas paha Zaid bin Tsabit yang seketika dirasakan olehnya (Zaid) demikian berat sehingga hampir saja remuk.
    Kelima, berupa malaikat dalam bentuk aslinya yang dilihat langsung oleh beliau, lalu diwahyukan kepada beliau beberapa wahyu yang dikehendaki oleh Allah; peristiwa seperti ini dialami oleh beliau sebanyak dua kali sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam surat an-Najm.
    Keenam, berupa wahyu yang diwahyukan kepada beliau; yaitu saat beliau berada diatas lelangit pada malam mi’raj , diantaranya ketika diwajibkannya shalat dan lainnya.
    Ketujuh, berupa Kalamullah kepada beliau (dariNya kepadanya) tanpa perantaraan malaikat sebagaimana Allah berbicara kepada Musa bin ‘Imran; peristiwa seperti ini terjadi dan diabadikan secara qath’i berdasarkan nash al-Qur’an. Sedangkan terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam terjadi dalam hadits yang berbicara tentang Isra’.
    Sebagian para ulama menambah urutannya menjadi delapan, yaitu; Allah berbicara kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam secara langsung tanpa hijab; ini merupakan permasalahan yang diperdebatkan oleh ulama Salaf dan Khalaf

    Kemudian Aisyah melanjutkan: (Ketiga) barang siapa yang menyangka bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi tahu tentang apa yang akan terjadi besok, maka ia berbohong besar atas Allah. Allah berfirman: Katakanlah Tidak ada sesuatu pun di bumi dan di langit yang mengetahui perkara gaib kecuali Allah

    Komala, banyak sekali ramalan Nabi tentang masa depan yang belum terjadi kemudian terbukti, itu merupakan salah satu bukti kenabian Beliau, antara lain :
    Ramalan Rasulullah tentang Hancurnya Kerajaan Persia dan kekaisaran Romawi :
    Abu Hurairah r.a mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Kerajaan Persia akan hancur, dan tak ada lagi Raja Persia setelahnya. Kekaisaran Romawi juga akan hancur, dan tak ada lagi Kaisar Romawi setelahnya. Kalian akan membagi harta karun mereka di jalan Allah. Karena itu, perang adalah tipu daya (HR Bukhari Muslim)
    Ramalan Rasulullah tentang penaklukan Mesir :
    Abu Dzar r.a menceritakan bahwa Rasulullah saw : Kalian akan menaklukkan Mesir, daerah yang disebut qirat. Jika kalian telah menaklukkannya, maka berlaku baiklah kepada penduduknya, karena mereka berhak dilindungi dan menjadi saudara kalian. Jika kalian melihat dua orang bertengkar di sebuah tempat berbatu bata, maka keluarlah dari sana”
    Abu Dzar berkata : “Aku melihat ‘Abdurrahman bin Syarhabil bin Hasanah dan saudara laki-lakinya Rabi’ah bertengkar di sebuah tempat bata, maka aku keluar dari sana (H.R. Muslim)
    Ramalan Rasulullah tentang Butanya Zaid bin Arqam
    Anisah binti Zaid bin Arqam menceritakan bahwa Rasulullah saw menjenguk ayahnya yang sedang sakit. Beliau berkata,”Sakitmu tidak membahayakan, tetapi bagaimana bila sepeninggalku nanti kamu menjadi buta?” Zaid menjawab,”Aku akan menanggungnya dan sabar menghadapinya”. Rasulullah lalu berkata.”Kalau begitu kamu akan masuk surga tanpa hisab.” Setelah Rasulullah saw wafat, Zaid buta, lalu Allah mengembalikan penglihatannya, sampai akhirnya meninggal dunia (HR Baihaqi dalam kitab Dalail al-Nubawah
    Tentang kebenaran ucapan Nabi berupa ramalan itu sangat banyak yang tidak bisa saya tulis semuanya disini, termasuk ramalan tentang terbunuhnya cucu Beliau. Dan Muawiyah akan membunuh keliarga Baliau juga sudah terlebih dahulu disampaikan. Semua ramalan itu terbukti.

    • Mahdi

      Astaghfirullah adzim,, para sufi dpt melihat Allah SWT. Itu sesuatu yg sangt luar biasa. pasti para sufi ini akan memiliki ahlakul qarimah n tauhid yg kuat. 1000% merka gk akan lgi berbuat bathil setelah melihat Allah. bagaimana wajah n wujud Allah, apakah dia sperti manusia, sperti cahaya matahari atau sperti gunung?? apa yg klian fikirkan ttg wajah n wujud Allah??. ALLAH SWT sdh jelas n nyata dlm surat Alikhlas: Qul huwallahu ahad, Allahu shamad, Lam yalid walam yulad, walam yakunlahu kufuwan ahad. ingat mas broo… WALAM YAKUNLAHU KUFUWAN AHAD (TDK ADA YG SAMA/SETARA DGN ALLAH). Sangat jelas Dia bukan cahaya,manusia,gunung atau apapun itu. Dia memiliki wajah n wujud yg sempurna dibanding ciptaanNya. Tdk perlu Allah turun kebumi. ukuran bumi ini kecil dri yupiter. jika Allah turun mk Dia bukan Allahu Akbar tpi Allahu Kecil. Mkx Allah memberi kit akal n hati agar kit mengenalNya dgn rasional aqidah bukan irasional aqidah.

  • sufimuda

    Menurut saya persoalan Melihat Allah bukan sesuatu yang harus diperdebatkan secara panjang lebar karena memang tidak akan pernah berakhir dan tidak akan mencapai titik temu. Antara teori dengan praktek itu kan jauh sekali berbeda. Bagi saya Allah itu wajib dilihat karena kalau menyembah sesuatu yang tidak ada itu sama dengan SYIRIK. Dari pada terus menerus berdebat, saya menganjurkan untuk mencoba medote yang telah terbukti, medote yang dipakai Rasulullah dan sahabat2 nya, dipakai oleh ulama pewarisnya dan juga dipake oleh orang2 yang terbimbing kejalan-Nya. Kalau nanti setelah menggunakan medote itu komala (orang2 yang tidak yakin Allah itu bisa dillihat) tidak terbukti, maka silahkan umumkan keseluruh dunia bahwa saya dan orang2 yang punya pengalaman melihat Allah itu bohong.
    Demikian jawaban dari saya, semoga berkenan, dan semoga Allah SAW akan memberikan petunjuk kepada komala, dibukakan hijab-Nya sehingga akan nyata ZAT YANG MAHA NYATA, amien..

  • komala

    amiin, terima kasih telah mendokan komala untuk agar bisa melihat Allah di akhirat kelak, krn itu memang janji Allah kepada hamba2 Nya yang beriman seperti yang Rasulullah sabdakan( HR Bukhari Muslim dan 4 imam hadits lainnya).

    Benar sekali saudara ajak ajak, bahwa komala masih mentah dlm ilmu agama ini, semakin komala belajar terasa semakin kurang akan ilmu, walau belajar al quran dan assunnah yang bersumber dr kitab syarah hadits2 shahih dan kitab sunan para imam hadits,ditambah penjelasan 7 Imam madzhab dan ulama2 muktabar dr kalangan ahlusunnah, komala ga yakin merasa semakin pinter. dan komala tidak tahu sudah sampai tahapan SD atau kuliahan, yang jelas ga mungkin bisa dipelajari semua walau sampai tututp usia . krn keterbatasan akal manusi yg kecil, terbatas dan kaduluwarsa, mustahil mengetahui segala yang Allah SWT ciptakan.

    Rasulullah SAW menerima al quran dan hikmah (assunnah) dalam bentuk wahyu, menjabarkannya dlm kehidupan sehari2. perilaku Rasulullah juga merupakan perilaku Allah SWT. krn agama Allah adalah islam.Seabaik baik petunjuk adalah petunjuk Allah , sebaik baik teladan adalah Rasulullah.

    Oleh krn itu , komala mempelajari dienul islam agar mampu mengenal Allah, semua yang datang dari Rasulullah adalah wahyu NYa. krn mustahil Rasulullah mampu mengetahui apa yg akan terjadi tanpa bimbingan Allah SWT.

    terima kasih atas semua jawabannya

  • UJANG

    “…….,Kalau nanti setelah menggunakan medote itu komala (orang2 yang tidak yakin Allah itu bisa dillihat) tidak terbukti, maka silahkan umumkan keseluruh dunia bahwa saya dan orang2 yang punya pengalaman melihat Allah itu bohong.”

    mmmm….memang harus dibuktikan bila sudah pernah melihat Nya.misalnya dengn menyebutkan bentuk dan warna , bagaimana rupa dan bahasa bila memang sudah pernah berdialog. iya kan ? naahh jelaskan ….

  • ABHusin

    …… ” SEPUTAR MASALAH MELIHAT ALLAH ” ……

    NABI MUSA AS “MEMINTA” :
    Musa mohon mahu lihat Allah, lalu diberitahu kamu
    tidak mampu melihat akan Daku. Baru diTajallikan-Nya
    sedikit Cahaya-Nya, Musa sudah fanak jatoh pengsan.
    Bila sedar Musa bertaubat mohon ampun pada Allah…..

    Musa darjatnya Kalamullah. Kelebehan Musa setakat
    berkata-kata dengan Allah tetapi masih terhijab, sebab
    Musa belum cukup sehat (belum sempurna) ….

    NABI MUHAMMAD SAW “DIJEMPUT” :
    Pada peristiwa Israk dan Mikraj, Nabi Muhammad SAW
    tidak memohon, tetapi Allah sendiri yang “Menjemput”
    Kekasih-Nya Nabi Muhammad SAW ketemu dengan-Nya.

    Maka sempurnalah penglihatan, percakapan dan
    pengenalan Makrifahtullah Nabi Muhammad SAW,
    tanpa hijab dengan Allah Rabbul Alamin…..

    ….. Wallahualam …..

    (Tareqat Tidak Bernama SI-SEPULUH – Jakarta)

    • pena_Qolbu

      satuju, artinya Melihat Allah, harus dan pasti Menggunakan Metoda/cara/beserta/wasilah baginda Rasulullah SAWW.

      Nabi MUsa scr sadar ingin melihat ALLAH dengan mata kepala–dijawab ALLAH dengan pinsannya Nabi MUSA (artinya tdk akan mampu ALLAH dilihat dng mata kepala)

  • Purwahedi

    Seru juga pembicaraan tentang “melihat” Allah. Karena saya sendiri masih dangkal ilmunya, yah….lebih baik saya “melihat” diri saya sendiri dulu. Mudah-mudahan setelah itu bisa “melihat” Allah. Amin.

  • meong

    Teologi apofatik, atau mistisisme apofatik, adalah suatu cara berpikir
    atau aktivitas mental yang digunakan oleh banyak mistikus atau Sufi
    untuk menempuh perjalanan menuju Tuhan dan sekaligus untuk menyuarakan
    protes keras terhadap kelancangan dan keangkuhan para teolog dan para
    filsuf yang menganggap bahwa mereka mempunyai konsep, ide, atau gagasan
    tentang Tuhan sebagaimana Dia pada diri-Nya. Teologi apofatik adalah
    peringatan bagi orang yang mereduksi Tuhan menjadi sesuatu yang
    rasional
    belaka. Teologi apofatik menunjukkan bahwa orang yang memandang bahwa
    dengan nalarnya ia mempunyai pengetahuan yang memadai tentang Tuhan
    adalah orang yang membatasi Tuhan dalam bentuk khusus menurut
    pengertian
    yang ditentukan oleh akalnya. Padahal Tuhan tidak dapat dibatasi.
    Bentuk
    Tuhan yang ditangkapnya adalah bentuk yang dicocokkan dengan “kotak”
    akalnya. Ia menolak bentuk Tuhan yang tidak cocok dengan bentuk dan
    ukuran “kotak” akalnya. Ia menyalahkan orang lain yang mempercayai
    Tuhan
    dalam bentuk lain. Ia tidak menerima apa pun sebagai kebenaran jika
    bertentangan dengan akalnya. Ia telah mempertuhankan akalnya. Orang
    seperti ini, kata Ibn al-‘Arabi, adalah “hamba nalar” (‘abd nazhar),
    bukan “hamba Rabb” (‘abd rabb).

  • Ghossan Aufa Razi

    Janganlah kt memperdebatkan tentang Aurat ALLAH, u saudaraku yg sudah wushul, pegang amanat itu dngan teguh, terlalu sayang bila kt tawarkan bg mereka yg sudah penuh “gelasnya” pasti tumpah, Seperti semut diatas punggung gajah, brtanya gajah itu seperti apa ya.., karena barang siapa mengenal DIRInya pasti mengenal TUHANYA. Kenalilah Sejatitnya Diri Kita, karena yg gagah yg cantik itu cuma kulit, Manusia adalah kesempurnaan ciptaaNya, tapi kebanyakan Manusia lalai&bodoh, lalai krena persaksianya bodoh karna tdk mau mencari. Untuk merasakan asinya air laut cukuplah satu tetes kt rasakan, akan tau bhwa air laut yg bgitu luas sama rasanya asin, buat sy terlalu mahal hrganya bl kutawarkan kedasyatan “CINTA” u orang2 yg takut menjadi gila karena mencariNya, mencintai ALLAH jnganlah Cinta “Buta”, Cinta harus “Melek”, kpd manusia aja melek masa Cinta kpd Allah Cinta buta…

  • jagoanneon

    Sebenernya mungkin bukan melihat. Tapi merasakan kali ya. Kalo melihat sudah pasti ada bentuknya. Kalo menyentuh pastilah ada bentuk fisiknya.

    Kalo sudah bisa melihat, menyentuh, tentu bisa berdialog (2 arah). Kalo bisa berdialog 2 arah. Wah ini benar2 terobosan baru. Kita bisa minta kepada-Nya untuk menjelaskan segala sesuatu yang sekarang ini menjadi bibit perpecahan antara umat muslim sendiri. Yaitu apakah yang sebenernya terjadi pada jaman Rosul wafat, mengapa bisa terjadi perpecahan, perebutan kekuasaan dll.

    Tapi kalo “Dia” tidak bisa menjelaskan itu. Mungkin Dia itu bukan Tuhan Pencipta dan Penjaga Alam, Yang Maha Tahu, dll.

    Peace

  • ocha

    ass. pendapat saya hanya rasulullah muhammad saw dpt melihat allah swt karena rasul terbuat dari zatnya sehingga dapat melihat /sampai sidratul muntaha. tdk ada yang mampu melihat kecuali rasulullah saw. kalau kita manusia biasa harus melewati nur muhammad tdk bisa langsung kepada nur allah swt.

  • ari

    dari lontaran2 diskusi diatas.. sy melihat ada frame2 warisan yg menyekat kemerdekaan persepsi tentang TUHAN..
    kalo saya boleh mengibaratkan.. Tuhan dan manusia.. ibarat mata dan pengelihatan.. ada dua konsep wujud yg sangat bersentuhan namun masing2 berada dalam dimensi yg berbeda..

  • anto

    Allahu zohiru berarti Alah itu nyata, tak pernah terdinding oleh yg diciptanya. Klw sesuatu dpt menutupi DiriNya berarti dia kecil (lawan dr Akhbar), besar DiriNya meliputi langit dan bumi. Bulan bintang, matahari Dia yang memutarnya ( kok masih gak keliatan ). Bukan mata yg di kepala yg buta tp ht yg ad di rongga dada.

  • iwan

    assalamualaikum…pake metode ihsan saja n lanngengkan jikir. ..hrus mekalui nur cermin trus k nur intan n k nur jambrut….hrus fana fis sifat dlu…pandang dlu rohmu…trus tanya dlu nama sejatimu…jdi gk semudah yg diucapkn tntang melihat ALLAH…kenali dlu rahasiamu…kbnyakn yg dbsa itu cima fana fis sifat…dstulh anda bermurokobah..kenali dlu diri kita..mnusia adlh tubuh hati nyaw n rahasia mngenal ALLAH melalui af alnya asmaNYA sifatNYA n dzatNYA…tergantung kekuatan riyadhoh kita nympe dmna..tubuh lenyap k hati hati lenyap k nyawa nywa lenyap rahasia…nah kita lnyapnya nympe kmn…klo kita mampu nympe k rahasia brarti anda mnusia dberi anugerah terbesar dari ALLAH…krn low tubuh lnyap k hati maka af al lenyap k asma
    klo hati lenyap k nyawa maka asma lnyap k sifat
    klo nywa lnyap k rahasia maka sifat lnyap k dzat…klo anda pngen lnyak k dzat maka 3yg mnjdi satu prosesnya…muda2hn bsa dmengerti..

  • iwan

    assalamualaikum…pake metode ihsan saja n lanngengkan jikir. ..hrus mekalui nur cermin trus k nur intan n k nur jambrut….hrus fana fis sifat dlu…pandang dlu rohmu…trus tanya dlu nama sejatimu…jdi gk semudah yg diucapkn tntang melihat ALLAH…kenali dlu rahasiamu…kbnyakn yg dbsa itu cuma fana fis sifat…dstulh anda bermurokobah..kenali dlu diri kita..mnusia adlh tubuh hati nyaw n rahasia mngenal ALLAH melalui af alnya asmaNYA sifatNYA n dzatNYA…tergantung kekuatan riyadhoh kita nympe dmna..tubuh lenyap k hati hati lenyap k nyawa nywa lenyap k rahasia…nah kita lnyapnya nympe kmn…klo kita mampu nympe k rahasia brarti anda mnusia dberi anugerah terbesar dari ALLAH…krn low tubuh lnyap k hati maka af al lenyap k asma
    klo hati lenyap k nyawa maka asma lnyap k sifat
    klo nywa lnyap k rahasia maka sifat lnyap k dzat…klo anda pngen lnyap k dzat maka 3yg mnjdi satu prosesnya…muda2hn bsa dmengerti..

  • Tasawufer

    Tolong jangan samakan Tuhan dgn seorg presiden.. Lain kali nulis hadis mesti lengkap dgn perawinya.. Jangan bicara pake akal, sedangkan dalil sbg mukaddimah.. Jangan sampai merasa diri melebihi Nabi, sekalipun tak ingin mengaku Nabi..

  • hanifbisyir

    Ma’af jk ilmu sy blm smpi kpd wilayah “rasa”..اِنْشَاءَ اللَّه sy br msk kajian tauhid tp sdh lama sy اللَّه kehendaki utk mencari “sesuatu” ttg “rasa” ini & smua jwbn pencarian sy, sy yakin ada dlm ilmu tauhid. Sy ingin m’beri tanggapan dlm QS Al A’raf 143, itu akn mudah dpatahkan dg argumen : “jk bukit itu tetap pd tempatnya skrg, mk musa dpt melihat. Artinya bukit tetap tdk berubah. Tp krn bukit itu hancur, artinya nabi musa tdk pernah bs melihat اللَّه dlm kisah itu. Apalg اللَّه sdh tegaskan pd kalimat sblmnya, “km tdk akn dpt melihat..”. Wl sy yakin dg mata bashir, jk اللَّه bkehendak, mk Dia akn tajjali..اِنْشَاءَ اللَّه

  • anbu

    hanya berbagi….

    Seorang sufi mewejang : “Kebodohan, kedunguan adalah tirai penutup yang asli dan tak mungkin tersingkap tentang Zat Ilahiat, kecuali pada Hari Kebangkitan (Kiamat) kala seorang hamba dikehendaki-Nya untuk memandang dengan pandangan mata.

    Adapun sebelum itu maka tiadalah mungkin melihat Allah dengan terang-terangan, dan apa yang dialami seorang abid ialah menyaksikan Allah pada sesuatu yang di dalamnya terdapat bekas dari tangan pembuatnya, ayat-ayat-Nya, hikmah-Nya, tadbir-Nya (yang diuraikan-Nya). Dan itu merupakan penglihatan akal serta matahati/melihat Nur-Nya.
    Adapun Zat, akan tetap tinggal terselubung oleh selimut gaib yang mutlak.

    Dan di kala seorang abid mencapai puncak makrifat, maka ia menyadari akan kebodohannya di hadapan Zat itu; Dan menyadari pula akan kelemahan semua usaha-usaha dan cara-cara yang selama ini diandalkan; ia akan memulai perjalanannya kepada Allah dengan menempuh penyaksian. Maka akan keluarlah ia dari alam nyata selain Allah. Keluar dari ilmunya, amalnya, makrifatnya, sifatnya, namanya dan juga keluar huruf dan ibarat, dan apa saja yang diibaratkan oleh huruf dan oleh ucapan ibarat.

    Dengan pelepasan, penanggalan segalanya itu tadi adalah pintu untuk mencapai “Penglihatan” serta jalan masuk menuju “Hadirat-Nya” dan penghentian jalan terakhir dari “penyaksian” maka ia masuk didorong oleh kekuatan cahaya yang menetap (tidak membiarkan dan tidak meninggalkan).

    Yang demikian adalah, apa yang diuraikan dalam gambaran seorang sufi “Penglihatan hati (Ru’yah Qolbiah) terhadap Zat yang tertutup terselubung dan terhijab dengan Nur demi Nur-Nya; dan itu merupakan permulaan disertai kenyataan yang dikawani oleh poros tempat persembunyian segala sesuatu dan (dikawani) pula oleh keadaan dari kelenyapan yang sepenuh-penuhnya… tiada sesuatu… selain Nur itu.

    Ketahuilah bahwa Nur itu bukanlah Zat, tetapi hanyalah suatu ayat (tanda bukti) dari sekian banyaknya tanda-tanda bukti, dan juga sebagai hijab dari sekian banyaknya hijab-hijab dan juga isim dari berbagai Asma-Nya (nama-nama-Nya) dan Asma adalah hijab atas yang bernama dan yang dinamai.

    Dan ini bukanlah penyaksian pandangan mata. Dalam hal ini penyaksian pandangan mata tidak mungkin sama sekali selagi di dunia ini, dan tidaklah bagi insan yang memiliki bentuk jasad insani. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan dari apa yang terjadi, dan apa yang dialami Nabi Musa As. Yang tidak memiliki daya kemampuan memandang, hingga jatuh pingsan; dan bukit yang dijadikan contoh tidak pula memiliki kemampuan tersebut hingga hancur lumat berbutir-butir,

    Di dalam Al Qur’an surat Al A’raf 7:143 :
    “Dan tatkala Musa datang di tempat yang telah ditentukan, dan Tuhannya berkata-kata dengannya, lalu berkatalah Musa :”Wahai Tuhanku! Perlihatkanlah diri-Mu padaku supaya aku dapat memandang-Mu”. Ia pun berfirman : “Tidak sekali-kali engkau dapat melihatk-Ku, tetapi pandanglah ke bukit itu; jika ia dapat tetap di tempatnya, maka engkau akan melihat pada-Ku”, Maka tatkala Allah “memperlihatkan diri” kepada bukit tadi, bukit itupun hancur luluh menjadi lumat dan jatuhlah Musa dalam keadaan tak sadar diri. Maka tatkala sadar, berkatalah Musa “Maha Suci Engkau! Aku taubat kepada-Mu, dan aku adalah orang pertama yang beriman kepada Mu”.

    Perhatikan! Musa tidak jatuh pingsan karena melihat Zat Ilahy, tetapi ia baru melihat tajallinya Zat atas sesuatu yang lain, yakni bukit itu, baru tajalli-Ny saja, dapatkah engkau membayangkan betapa mungkin terjadi jika sekiranya Musa melihat Zat-Nya.

    Dalam ilmu penegtahuan insani terdapat segi tantangan, karenanya setiap sesuatu tujuan pemikiran diiringi oleh pemikiran akal yang menguraikan kebalikannya. Demikian juga kejahilan insani, yang di dalam kejahilannya terdapat tantangan (dari kebalikannya). Tidak demikian halnya dengan ilmu pengetahuan Rabbani (Ilahy) yang Ladunni (Ilmu yang didapat langsung dari Alloh), maka ilmu yang demikian, begitu juga kebodohan yang berupa “pengetahuan ketidaktahuan”, maka ia adalah suatu kejahilan yang asli, yang tiada tantangan kebalikannya, karena kejahilan terhadap Zat Ilahiat adalah merupakan sampainya kepada hakikat yang terakhir, yang berkesudahan (nihaiyah), justru Allah itu Yang Maha Suci (Majhul al-Hawiyah) yang tak dapat diketahui karena tiada siapapun yang menyerupai-Nya (Dan itulah sifat Zatiyah).

    kutipan ini sy rasa ini penjelasan terbaik dari seorang hamba Allah (An Nafri)

    thanks

  • Julang anak jalanan

    Bisa tau segala duniya
    Isi duniya hanya cerita
    Tapi budeg juga buta
    Pada ezat sang pencipta

    Dongeng Nabi Rosul juga
    Dongeng wali boleh duga
    Kaya Alloh tida ada
    Mentang-mentang ora nyata

    Ta ada guweh dalam agama
    Yang ada hanya pencipta
    Mahluk apapun Alloh cipta
    Tida guwah doang ada

    Ada bapa ada ema
    Paling tida ada ema
    Ada adam Alloh cipta
    Hawa jadi bisa jelma

    Aji baca uji dan tanya
    Bukan mantra orang jawa
    Bukan arab punya bicara
    Atuh komo barat belanda

    Jadi dajjal tukang dusta
    Coba raba isinyah dada
    Pengen jadi mahluk termulya
    Kepada Alloh malah berdusta

    Sahadat solat zakat puasa
    Ibadah haji cobalah tanya
    Hajar aswad buruk rupa
    Oleh musrik manusia

    Coba belajar esah istinja
    Lanjut wudu mandi juga
    Sampai Alloh ketemu muka
    Alloh bukan sebuah nama

    Nama apa arti nama
    Apa arti sebuah nama
    Gelar pangkat begitu pula
    Yang berarti hanya taqwa

    Taqwa bukan batin raga
    Tetapi johir wujud raga
    Dengan ilmu bisa ngaca
    Keliyetan si ego dunya

    Ego congkak jadi buta
    Tida melihat tida rumasa
    Merasa pinter merasa bisa
    Jadi bersaing mencari masa

    Alloh dowang serba tida
    Walau nyipta sorga naroka
    Alloh pasrain manusia
    Manah mao atuh mangga

    Tida guwah rosul juga
    Tapi sahabat teman setia
    Ituh artinya punya rasa
    Merasa ada tapi rumasa

    Ngeceng guwah tida rumasa
    Namun kesinggung nyesek dada
    Jadi debat merasa bisa
    Johir batin iman taqwa

    Musrik tida punya rasa
    Kekurangan tida rumasa
    Merasa tau tida rumasa
    Salah kalau ngagumin mantra

    Wirid qur’an begitu pula
    Kalau tanpa aji baca
    Uji tanya siapah kita
    Sampai Alloh jawab hamba

    Bagi mahluk seluruhnyah
    Tida pernah ada guwehnyah
    Hanya Alloh paling guwehnyah
    Yang bertemu paling jatuhnyah

    Sipat ngeceng jelek semuwah
    Hasud dengki sirik serakah
    Ngeceng orang paling hokinyah
    Kalau dirinyah merasa kalah

    Ta ada jago dalam aqidah
    Yang ada hanya horikul adah
    Kobul makbul amal ibadah
    Ahli surga masih hidupnyah

    Mengakunyah memang mudah
    Kaya nyebut nama Allohnyah
    Semuwah mahluk bisa semuwah
    Sampai gaul Alloh Allah

    Beda engga lapaz Alloh dengan Allah

    O – artinyah suci
    A – artinyah keruh

    Manusia nulis Alloh make Allah ituh artinyah manusia keruh alias manusia jelmaan dari nikah tida esah tida rumasa.
    Nikah ituh ada rusak ada batil. Kalau rusak tida batil tapi wajib taubat
    Kalau batil di ulang nikahnyah juga taubat.
    Sedangkan nikah awal si kontol ama sinonok berproduksi
    Coba ajah mikir!! Dewek!
    Bisa jadi ya ! ketemu Alloh ituh tida gampang!

    Kalau menganggap hidup inih permainan belaka, silahkan anda bermain dengan napsu durjana yang mencilakakan dunya maupun aherat.
    Bagi yang ingin mengerti hidup inih.
    Hidup inih permainan mahluk2 tukang tukang bermain.
    Maka usahakanlah mengenal :
    Arti hidup toat
    Arti toat nurut
    Arti nurut mengerjakan

    Amal – Zikir – Mikir
    Artinyah amal :
    Ada arti lugowi
    Ada arti istilahi
    Artinyah Zikir juga
    Artinyah mikir juga

    Sediakan umur 10.000 tahun kalau kaga bisa yaa rumasa
    Sambil terus belajar dan bertaklid pada yang soheh
    Bukan tibang asal guru!
    Guru ituh macam2
    Ngaji ajah deh!
    Debatnyah nanti ajah de depan munkar nakir

    Alloh ta’ala (si guweh)


    Sotoy sanad sotoy bai’at
    Tida paham esahnyah solat
    Tida juga puasa zakat
    Juga esah haji dan sahadat

    Dikasih tau ngatain sesat
    Dasar mu’min musrik pangkat
    Pada Alloh hanya kalimat
    Budeg buta Alloh ber ezat

    Sotoy batin sariat hakekat
    Tida paham rukun dan sarat
    Penyebab amal ilmu manpaat
    Bukan lantaran gelar pangkat

    Para habaib memang zuriat
    Tetapi abtar wajib cermat
    Rosululloh telah amanat
    Awas ketipuh ahli zuriat

    Izin Alloh beri syapaat
    Bukan rosul langsung syapaat
    Alloh izinkan soal syapaat
    Rosul juga minta syapaat

    Sahadat solat puasa zakat
    Pergi haji bila bersyarat
    Jadi jembatan buwat melihat
    Alloh tuhan wujud ezat

    Alloh Alloh Alloh pangkat
    Artinyah Alloh teragung ezat
    Alloh Alloh Cuma kalimat
    Ampe mampusss puasa solat

    Hadis qur’an duwa amanat
    Rosululloh telah wasiat
    Jangan Cuma pinter debbat
    Tapi pinter kobul solat

    Tida ada kata bai’at
    Tetapi wajib paham kaipiat
    Istinja wudu mandi janabat
    Awal pengesah amal solat

    Tiang agama yaituh solat
    Pondasinyah duwa sahadat
    Tujuh tiga mumin muminat
    Bid’ah dolalah buta syarat

    Pendidikan bukan penepat
    Untuk selamat di aherat
    Tetapi toat paham sarat
    Walau guwah jadi sesat

    Guwah ituh puncak tempat
    Hanya Alloh paling hebat
    Jadi si guwah paling sesat
    Alloh dowang yang mendekat

    Nyampe kebulan bule barat
    Orang jawa batal syahadat
    Pada percaya ke bule barat
    Naek ke bulan muji hebat

    Dalam Alqur’an Alloh amanat
    Bulan berjalan ada tempat
    Lalu banyak mumin muminat
    Bantah Alloh batal sahadat

    Wali abdal bawa amanat
    Imam mahdi satu amanat
    Nama julang di serua pusat
    Menjadi guwah paling sesat

    Aji Baca Tanya Uji dirimu Sendiri
    Alloh tida gagu
    Alloh punya ezat pandai berkiprah

    Wali abdal imam mahdi
    Orang menilai ngaku sendiri
    Di bilangin ora mengerti
    Bahkan memang ogah ngerti

    Termasuk yang di sini
    Debat guweh hasud dengki
    Buta budeg pada ilahi
    Alloh melihat se isi hati



    Tidak sedikit orang Tida tau – padahal ngerti .
    Tidak ngerti – padahal pinter
    Tida paham padahal belajar
    Pakta buktinya : Tida tau solat – tetapi ngerti solat
    Tida ngerti solat – tetapi pinter solat
    Tida paham solat – tetapi belajar solat
    Sangat langka orang : Tau dan ngerti
    Ngerti dan pinter
    Paham dan belajar
    Pakta buktinya : Tau solat ituh wajib ain dan ngerti esah dan batalnya. jika esah ia bersyukur – jika batal ia kodo dan bertaubat.
    Mengerti solat ituh perintah Alloh ta’ala atas dirinyah pribadi dengan esah dan soheh namun rumasa tida di terima oleh Alloh sebelum ia bertemu Alloh ta’ala. Maka ia usaha taklid pada ahli ma’ripat. Pedas – galak – kejam – tapi amat penyayang!
    Paham solat ituh – yaituh solat yang esah dan soheh berdiri di atas akidah yang esah dan soheh dengan iman taklid – taklid esah pada ahli ma’ripat – disebut taklid soheh!
    Jadi di zaman sekarang inih yang terbanyak manusia serba Omdo!!
    Pinter omong dowang
    Solat omong dowang
    Ilmu omong dowang
    Amal ibadah omong dowang
    Iman omong dowang
    Belajar omong dowang
    Aji , Baca , Tanya , dan Uji diri sendiri jangan Cuma omdo (Alloh tida omdo)
    Tida sedikit gelar ulama habib kejuluk kiai ustaz ustazah! Yang dari gelaran ituh menjadi satu kesempatan dalam kesempitan. Agama di simbol-simbol dengan segala macam partai golongan organisasi menjadi jembatan bisnis belaka.
    Berbicara tentang ulama salap solihin hanya dongeng untuk mengelabuwi orang-orang awam!
    Gelar titel wali duga-duga dari cerita sihir sulap yang mereka kira ituh adalah karomat dan maunat.
    Adapun keprihatinan esahnyah beriman dengan taklid tida lagi terpikirkan, padahal semuwah ituh telah jelas dengan kata :
    Taklid soheh pada ahli ma’ripat
    Taklid batil pada jahil murokab
    Hanya sayangnya orang rata-rata merasa ahli ma’ripat pedahal kepada Alloh hanya sebates nama.
    Nama Alloh ituh bisa habis dengan habisnyah umur! Terkadang sekarat maut sajah sudah gagu tida bisa lagi menyebut Alloh.
    Ituh semuwah akibat/imbas dari ego ngedir mentang-mentang bisa baca kitab, bisa dongeng sahabat wali salap solihin.
    Tida rumasa di kekurangan mampuh beramal sesuwai dengan hitob wad’i, sabab, sarat, rukun bila ketemu jadi esah – Bila ada mani jadi batil.
    Panteskah inih di bilang si guwah!!

  • odas

    waoooo bertahun2 berdebat tuhan gk kelar2…luaaar biasaaaa…
    emang terbukti lah Tuhan Maha Esa yg gk ada habis2 nya.
    saya dukung yg bisa melihat Allah di dunia dan di akhirat saja (pendapat Abang SufiMuda)
    kelamaan nunggu akhirat. rugi waktu. di kuburan mati kutu. Untung Allah Ridho masih dpt berjumpa Mursyid,yg penting jngn putus asa.
    Alhamdulillaaaah.

    • anbu

      Allah Azza wa Jalla berfirman:

      الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

      “… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]

      itu ayat untuk Rasul dan para nabi dan para aulia (waliamursyida)

      masalah Melihat Allah sebenarnya sudah Kelar bagi yang sudah Melihat-Nya

      Yang ribut berdebat cuma yang belom dapat melihat-Nya

      gimana mau melihatnya? yang kenal (ma’rifat) aja sedikit
      hanya segelintir dari bermilyar manusia ini

      yang sudah sampai tahap itu bakal DIAM

      pengertian melihat bukan harus dengan mata saja.
      kalau MELIHAT harus dengan mata Dzahir ini, coba jelaskan pengelihatanmu dalam mimpimu?

  • Kai

    Sesungguhnya setiap yang maujud itu hakekatnya adalah dzat yang tunggal.
    Tidak boleh menyekutukan Allah walau dengan dirinya sendiri

Tinggalkan Balasan ke iwanBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca