Tasauf

Ber Wasilah kepada MURSYID

1.       Dasar-Dasar Al Qur’an Dan Al Hadits

Dasar hukum wasilah adalah antara lain :

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah Swt dan carilah jalan / wasilah yang mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan (sukses). (QS. al Maidah : 35)

 

2.       Pengertian Wasilah

                Dalam kamus al Munjid menyebutkan:   اَلْوَسِيْلَةُ ماَ يَتَقَرَّبُ اِلىَ الْغَيْرِ

Wasilah menurut bahasa ialah sesuatu yang mendekatkan kepada yang lain

 

                 Dalam kamus: اَلْوَسِيْلَةُ الْمَنْزِلَةُ عِنْدَ الْمُلْكِ

Wasilah suatu kedudukan di sisi raja

Ibnu Kasir dalam menafsirkan surat al Maidah ayat 35 menyebutkan,

اَلْوَسِيْلَةُ هِيَ الَّتِى يَتَوَصَّلُ بِهَا اِلَى تَحْصِيْلُ الْمَقْصُوْدِ

Wasilah ialah sesuatu yang menyampaikan kepada tercapainya tujuannya.

 

Prof. DR. H. Kadirun Yahya menafsirkan surat al Maidah ayat 35 bahwa, Wasilah itu adalah channel dan frekuensi yang membawa mereka yang beriman dan takwa tersebut di atas langsung ke hadirat Allah Swt, dan jika mereka bersungguh-sungguh di atas jalan itu mereka akan menang dunia akhirat.

Menurut satu riwayat dari Ibnu Abbas, arti wasilah di sana adalah hajat kepada-Nya. Jadi maknanya adalah carilah hajat kepada Allah.

Dalam tafsir Futuhul Ilahiah disebutkan bahwa wasilah adalah : Sesuatu yang mendekatkan kamu kepada-Nya, dengan mentaati-Nya.

Dari keterangan tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa, wasilah itu adalah suatu jalan / cara yang harus kita tempuh agar kita dapat bertaqarrub mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Dalam ayat tadi kita disuruh mencari sesuatu. Yang namanya mencari sesuatu, pasti sesuatu itu sudah ada. Kita disuruh mencari agar kita dapat menemukan sesuatu yang sudah ada. Sesuatu yang sudah ada itulah yang dapat menjadi saluran amal kita hingga sampai kehadirat Allah Swt.

Menurut Prof. DR. Kadirun Yahya dalam beberapa penjelasan beliau, bahwa wasilah itu bukan orang, bukan ruh tapi sesuatu (QS. al Maidah : 35), yang ada pada Arwahul muqaddasah Rasulullah Saw, yang datang dan tersalur langsung dari Allah Swt. Inilah yang mempunyai dimensi, power, kekuatan tak terhingga (). Inilah yang memberi kekuatan dan berbekas langsung kepada amal-amal shalihat kita. Inilah yang dinamakan channel dan frekwensi yang tak terhingga, yang langsung menuju kehadirat Allah Swt, yang dimensinya tak terhingga itu. Keberadaan Nabi Muhammad dan Khalifah-Khalifahnya merupakan anugerah atau rahmat dan penyelamat bagi orang-orang sedunia. Beliau adalah wasilah untuk itu.

وَمَا اَرْسَلْنَاكَ اِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ

Dan tidak Kami utus engkau wahai Muhammad, kecuali pembawa rahmat bagi alam semesta.

Dan tidak engkau yang melontar ketika engkau melontar, tapi Allahlah yang melontar. (QS. al Anfal : 17)

Maka Rasulullah adalah sebagai wasilah carrier, pembawa wasilah yang menyalurkan rahmat bagi alam semesta, yang menyalurkan lontaran untuk menghantam kuffar Quraisy dalam peperangan Khandaq. Yang punya rahmat dan yang melakukan lontaran sesungguhnya adalah Allah Swt. Yang dibawa oleh Rasulullah Saw dan dilakukan oleh Rasulullah Saw, yaitu menyebar rahmat dan melakukan lontaran adalah bersifat Nisbi, tapi yang hakikinya adalah Allah Swt. Inilah yang dimaksud dengan datang dan tersalur langsung dari Allah Swt.

Banyak lagi ayat-ayat dan hadits yang semakna dengan ini, yaitu ayat-ayat yang mengandung power dan teknologi yang maha dahsyat, yang tidak mungkin dia akan menjelma menjadi suatu kenyataan kalau tidak pakai wasilah / channel / frekuensi yang kekuatannya, energinya, dimensinya datang langsung dari Allah Swt. Yang memberi bekas secara hakiki adalah Allah Swt.

Jadi, yang kita warisi dari Rasulullah bukan hanya ajaran agama yang termaktub dalam al Qur’an dan al Hadits saja, tapi harus kita warisi juga, harus kita dapati juga, harus kita pakai juga frekuensi / wasilah yang tak terhingga yang ada pada arwahul muqaddasah Rasulullah yang ada wasilah nurun ‘ala nurin padanya.

3.       Macam-Macam Wasilah

a.       Wasilah yang dilarang

Adapun wasilah yang dilarang adalah berwasilah dengan berhala atau patung-patung seperti yang dilakukan oleh orang kafir musyrik, sebagaimana yang termaktub dalam surat az Zumar ayat 3.

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah yang sedekat-dekatnya.

 

Menurut asbabun nuzul, ayat ini berkenaan dengan tiga suku bangsawan; Amir, Kinanah dan Bani Salamah yang menyembah berhala, yang mereka mengatakan bahwa persembahan terhadap berhala itu adalah untuk menghampirkan diri kepada Allah Swt. Kenyataannya mereka benar-benar menyembah berhala, yang mereka yakini berhala itu dapat memberikan manfaat dan ataupun mudarat. Karena itu Allah tegaskan di akhir ayat, bahwa perkataan mereka itu adalah perkataan bohong lagi kafir, Allah Swt tidak akan memberikan hidayah kepadanya.

Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan hidayah kepada orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS. az Zumar : 3)

 

Orang-orang yang berpendapat tidak boleh berwasilah adalah mengikuti jalan pikiran Ibnu Taimiyah dengan memakai dalil surat az Zumar ayat 3 ini. Jalan pikiran Ibnu Taimiyah ini diambil over para orientalis, kemudian ditulis dalam bahasa Arab dan tulisan-tulisan itu disebarluaskan ke Jaziratul Arab, untuk selanjutnya dari Jaziratul Arab disebarluaskan ke negara-negara Islam lainnya. Jalan pikiran Ibnu Taimiyah dan orientalis inilah akhirnya mempengaruhi pendapat Muhammad bin Abdul Wahab pendiri Dinasti Wahabi 500 tahun kemudian. Dinasti Wahabi-lah yang menghancurkan rumah-rumah suluk di Jabal Qubis dan tempat-tempat lainnya dan menganggap syirik orang-orang yang berziarah ke kuburan Nabi Saw dan kuburan wali-wali, dengan berseru atau memanggil “Wahai Rasulullah Saw, kami mohon syafaatmu.”

Buku-buku Wahabiyah inilah yang banyak berkembang ke negara-negara Islam / rakyatnya sebagian besar beragama Islam termasuk ke Indonesia, yang dampaknya sangat berpengaruh kepada jalan pikiran orang-orang Islam. Saudara kandung dari Muhammad bin Abdul Wahab, bernama Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahab, menolak pendapat pemimpin golongan Wahabi itu, dengan menerbitkan sebuah kitab berjudul ash Showa’iku al Ilahiyah fi al Rodi ‘ala al Wahabiyah.

Selain dari dua tokoh ulama itu, masih banyak lagi ulama terkemuka lainnya dari empat mazhab yang menyangkal pendapat Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab tersebut, dan bahkan ada yang menganggap Ibnu Taimiyah berpengetahuan dalam, tetapi berakal pendek, sesat dan menyesatkan orang banyak. Sayyid Zaini Dahan, Mufti Mazhab Syafi’i di Mekkah, dalam kitabnya, Kholasoh al kalami fi bayani umaro’il baladi al haromi dengan tegas mengecam dan menolak keras pendapat golongan Wahabi tersebut, dengan mengemukakan dalil dan alasan ayat, hadits, pendapat ulama salaf dan ulama khalaf, dan pendapat imam mazhab yang empat. (Fuad Said, 1992, hlm. 25)

 

b.       Wasilah yang diperbolehkan

Wasilah yang disyaratkan adalah semua bentuk wasilah yang disunatkan oleh Allah dalam Kitab-Nya dan sunah Rasul-Nya serta dianjurkan supaya kita mengamalkannya.

1.       Di dalam al Qur’anul Karim terdapat beberapa ayat yang menyuruh kita berwasilah, antara lain: dalam surat al A’raf : 88-89; 155-156 dan 180, surat Ibrahim : 38-41, surat as Syuara : 75-85

2.       Al Baihaqi meriwayatkan dalam kitabnya, Dalail al Nubuwah pada waktu menafsirkan surat al Baqarah ayat 37

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. al Baqarah : 37)

 

Bahwa Adam pun sebagai bapak manusia berwasilah kepada Nabi Muhammad Saw sebelum lahir, untuk diterima taubatnya, karena ia telah melanggar perintah Allah yaitu supaya tidak memakan buah khuldi sewaktu ia dengan istrinya berada di surga. Karena melanggar larangan itulah mereka dikeluarkan dari surga. Ia mengakui segala kesalahannya di hadapan Allah.

لَمَّا اقْتَرَفَ اَدَمُ الْخَطِيْئَةَ قَالَ يَا رَبِّ أَسْئَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ اِلاَّ غَفَرْتَ لِى فَقَالَ الله ُتَعَالَى يَا اَدَمَ كَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ اَخْلُقْهُ قَالَ يَا رَبِّ لَمَّا خَلَقْتَنِى رَفَعْتُ رَأْسِى فَرَأَيْتُ عَلَى قَوَائِمِ الْعَرْشِ مَكْتُوْباً لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله ُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ فَعْلِمْتُ اَنَّكَ لَمْ تَضِفْ اِلَى اَسْمَائِكَ اِلاَّ اَحَبُّ الْخَلْقِ اِلَيْكَ فَقَالَ الله ُتَعَالَى صَدَقْتَ يَا اَدَمَ اِنَّهُ َلاَحَبُّ الْخَلْقِ اِلَيَّ وَاِذَا سَئَلْتَنِى بِحَقِّهِ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ وَلَوْلاَ مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتَكَ فَهُوَ اَخِرُ اْلاَنْبِيَاءِ مِنْ ذُرِيَتِكَ

Tatkala nabi Adam mengakui kesalahannya, dia berkata “Wahai Tuhan, saya mohon kepada-Mu bihaqqi (dengan kebenaran) Muhammad Saw, ampunilah dosaku!.” Allah berfirman, “Adam, bagaimana mungkin anda mengenal Muhammad, padahal ia belum Ku-jadikan?” Adam menjawab, “Wahai Tuhan, sesungguhnya tatkala Engkau menciptakan aku, kuangkat kepalaku, maka kulihat di atas tiang-tiang Arasy bertulis   لا اله الا الله  محمد رسول اللهmengertilah aku bahwa Engkau tidak menyandarkan sesuatu kepada nama-Mu, melainkan orang yang paling dikasihi makhluk.” Allah pun berfirman pula, “Benar anda Adam, sesungguhnya Muhammad Saw itu paling kasih sayang kepada-Ku. Apabila anda memohon dengan berkat kebenarannya, maka sesungguhnya Ku-ampuni dosamu. Dan kalaulah tidak karena Muhammad, tidaklah Ku-jadikan anda dan dia adalah nabi yang terakhir dari keturunanmu.” (HR. al Baihaqi, al Hakim dan at Thabrani)

                

3.       Imam Malik bin Anas menyuruh kepada khalifah al Mansur agar memakai wasilah yang benar, yaitu ketika al Mansur mengerjakan haji dan menziarahi kuburan Nabi di Madinah. Al Mansur bertanya kepada Imam Malik yang kebetulan berada dalam masjid Nabawi itu, “Ke mana harus menghadap bila berdo’a, apakah menghadap kiblat atau menghadap kuburan Nabi Saw? “Imam Malik menjawab, “Kenapa anda memalingkan wajah anda daripadanya? Dialah wasilahmu dan dia pulalah wasilah bapakmu Adam kepada Allah Swt. Menghadaplah kepadanya dan mintalah syafaatnya, niscaya beliau akan mensyafaatimu.” Masalah ini dikuatkan dengan maksud surat an Nisa’ ayat 64.

Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohon ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

 

4.        Umar bin Khattab pada masanya pada waktu minta diturunkan hujan, ia berwasilah kepada Abbas bin Abdul Muthallib paman Rasulullah, kemudian Do’a Sayyidina Umar dikabulkan oleh Allah. Setelah selesai berdo’a, Umar berkata:Wahai umat manusia, Rasulullah Saw menganggap Abbas sebagai anak terhadap bapak. Maka ikutilah Beliau dalam hal pamannya Abbas. Dan jadikanlah ia (Abbas) wasilah kepada Allah Swt.

 

Sesungguhnya masih banyak lagi dalil-dalil al Qur’an maupun al Hadits ataupun perbuatan para sahabat yang melaksanakan amalan, do’a dengan berwasilah. Kiranya kuranglah bijaksana kalau kita paparkan satu demi satu karena amat banyak dan panjangnya dalam buku yang amat terbatas ini. Kiranya cukup jelas dan gamblang sekali dalil-dalil, alasan-alasan tersebut untuk membatalkan anggapan kalangan orang-orang yang melarang berwasilah secara mutlak, baik berwasilah kepada orang hidup maupun berwasilah kepada orang yang sudah mati. Dengan demikian batal pulalah anggapan kalangan orang-orang yang melarang berwasilah kepada selain Rasulullah Saw.

Perbuatan dan ucapan para sahabat, khulafaurrosyidin menjadi hujjah dalam masalah hukum agama dan keagamaan. Sabda Rasulullah Saw:

اِقْتَدُوْا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِى اَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ فَاِنَّهُمَا حَبْلُ اللهِ الْمَمْدُوْدُ مَنْ تَمَسَّكَ بِهِمَا فَقَدْ تَمَسَّكَ بِالْعَرْوَةِ الْوثْقَى لانْفِصَامَ لَهَا

Ikutilah oleh kamu dua orang sesudahku Abu Bakar dan Umar. Sesungguhnya kedua orang tersebut adalah tali Allah yang dipanjangkan. Barang siapa yang berpegang teguh kepada keduanya, niscaya dia berpegang teguh kepada tali yang kuat yang tidak akan terputus. (HR. Thabrani)

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ

Hendaklah kamu ikuti sunahku dan sunah khulafaurrosyidin yang selalu mendapat hidayah dari Allah. (al Hadits)

 

Sikap Sayyidina Umar berwasilah kepada Sayyidina Abbas untuk meminta hujan, tidak kepada Nabi Saw adalah untuk menegaskan kepada umat bahwa berwasilah kepada selain Nabi Saw hukumnya boleh dan disyaratkan tiada cacat cela padanya. Jika Sayyidina Umar berwasilah kepada Nabi Saw, tentu orang banyak akan berpendapat tidak boleh berwasilah kepada selain Nabi Saw. Sedangkan berwasilah kepada Nabi Saw waktu itu sudah dikenal dan umum

4.       Burraq Adalah Wasilah Menuju Tuhan

“Orang sering kali dibodoh-bodohi oleh orang Yahudi yang menggambarkan Burraq seperti kuda” kata Saidi Syekh  Der Moga Barita Raja Muhammad Syukur Al-Khalidi (Mursyid Thareqat Naqsyabandiah Al-Kalidiah Aminiah Ahli Silsilah ke-36,) bahwa gambaran Burraq nabi yang dikendarai Beliau ketika berjalan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, lalu naik ke langit tujuh adalah berwujud binatang seperti kuda tapi lebih kecil, berkepala manusia kecepatannya satu langkah bisa menempuh jarak sejauh mata memandang. Kemudian gambaran nabi itu dibentuk ke dalam gambar realistis, yang dipajang di dinding. Anak-anak orang awam menangkap kesan seperti gambaran binatang tersebut.

Kalau itu di tuju, oleh ayat dan surat al Isra’, maka terbentuk kesan bahwa hanya nabi saja yang mampu mengadakan perjalanan cepat di muka bumi dan naik ke langit dalam tempo cepat secepat kilat. Dan al Qur’an tersebut hanya menjadi cerita belaka, bukanlah sebagai hidayah bagi seluruh umat manusia, itu bila mana ayat al Qur’an hanya dipahami dari segi harfiahnya saja.

Menurut ahli tasawuf, ayat itu yang terpenting adalah tujuan dari segi bathinnya, yakni kendaraan yang ditunggangi nabi Muhammad itu adalah Burraq yang bersifat Ruhani yang bisa didapat oleh siapa saja yang mampu menemukan dan menaikinya. Bertemu Tuhan dan melihat keajaiban-keajaiban di alam Malakut dan alam Rabbani. Kendaraan yang disebut dengan Burraq itu bisa didapat, apabila murid telah mengalami 3 kali “Suluk” dan berjalan menuju Tuhan. Dan telah berada di alam Muroqobah, di alam berjumpa dengan Tuhan. Dengan demikian, umat Nabi yang mempunyai kemampuan untuk mengadakan Suluk bisa mendapatkan kendaraan Burraq seperti Nabi. Hanya dengan pengertian ini, al Qur’an memenuhi hidayahnya bagi umatnya.

58 Comments

  • dasar goblook

    “berdoalah kepadaku makan akan kukabulkan”
    “berjalanlah menujuku maka aku akan berlari menujumu…….sesungguhnya aku lebih dekat dari urat nadi di leher.

    Maha suci Allah yang Maha pengasih dan penyayang, Yang Maha tau segala sesuatu kejadian, yang Maha meninggikan dan menurunkan derajat, yang Maha memberi cobaan dan memberi pertolongan.

    hanya orang yang tidak percaya / kurang percaya serta tidak yakin Allah maha mengabulkan doa setiap hambanya tanpa perantara saja,, yang lebih memilih berdoa dengan cara berwasilah.

    manusia yang kurang percaya atau tidak percaya terhadap kemahaan Allah adalah tipikal manusia yang lemah iman dan bahkan lebih dari itu…

    belum dikatakan orang itu beriman jika dia lebih mencintai, lebih percaya atau lebih…………………………apapun itu kepada segala sesuatu selain Allah.

    setiap tindakan ada konsekuensinya. MEMILIH KEUTAMAAN DALAM PANDANGAN ALLAH ITU LEBIH UTAMA

    wassalam

    • Ibnu Saputra

      orang yg tidak mau menggunakan pelantara (wasillah) berarti orang itu tidak mengakui guru2nya yg telah mendidiknya sehingga menjadi tau baik dan buruk, halal dan haram. coba renungkan sejenak………dari mana kita bisa tau, kalau bentuk seperti ini ” A ” huruf A dan ini ” B ” huruf B. yg jelas lantaran orang tua / guru……iya kan…..? gitu aja gak bisa mikir.

  • no one

    gula terasa manis bukan disentuh atau dipandang
    gula terasa manis karena dirasa (dicicipi)

    memang goblok kalau berkomantar tentang tarekat tapi tidak pernah menjalaninya
    tarekat itu amalan bukan bacaan !!!

    Islam itu tinggi dan tak ada yang menandinginya
    ketinggian itu bertingkat/berjenjang
    di manakah Anda?

    memang goblok kalau baru tahu 1, 2 tapi merasa tahu semua
    janganlah menilai sesuatu hanya dari yang anda baca, yang anda amati tanpa anda pernah menjalaninya !

  • padimuda

    Hehehe,, No one sabar yah. dari tadi gw jg mau koment cuma bingung mau gimana nulisnya. Kan susah sharing ilmu sama orang yang sudah mengaku goblok. Udah dibilangin berapapun dibagi dengan tak hingga hasilnya pasti nol, tetep aja ga ngerti. Malah marah2.
    Salah sekolah, salah asuhan atau salah agama yah?

  • jasmin

    hihi…
    dulu juga aku ga pake perantara lho…
    biasalah.. manusai pada umumnya, yakin bahwa “TUHAN ITU MAHA MENDENGAR”.. “MAHA SEGALANYA” pastinyalah begituuuu…
    klo aku berdoa, dikabulin…
    klo aku minta dikasih…
    TAPIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII…
    sekaraaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang…
    pas pake perantara…..
    belum berdoa, udah dikabulin…
    belum minta, udah dikasih….
    nah lho!!! (^_^)
    oooooooo… Allah itu “sungguh2″ Maha segalanya….”bener2” Maha segalanya….
    aku ini dungu(udah dungu, kotor, keruh, dekil n d kumel pula…hihi. pastinyalah) ga mampu lah aku sendiri untuk menuju kehadiratNYA….. )

  • sufi baru

    dalam menilai segala sesuatu haruslah kita memahami dulu apayang akan kita nilai…kalau kita belum mengerti maka janganlah kita menilai..karna itu hanya akan memperlihatkan ke goblokan kita aja…untuk sufi muda teruskan perjuanganmu…

    • Sugeng

      Yap anda betul, buat sufimuda teruskan perjuanganmu,jgn pernah takut,saya yaqin sufimuda hanya takut pada_Nya,dan semoga sufimuda senantiasa dalam ridho_Nya

  • sindy

    Wasilah kepada mursyid ? syah-syah saja, tetapi harus tahu dulu siapa mursyidnya. Klo cuman berfatwaa bla bla bla…., aneh juga ya?

  • Don Ruri

    nah jeng sindy atau mas sindy, mulai lagi komentar nya enggak jelas…come on jeng sindy lebih detail lagi dung….

    Thanks & peace
    Don Ruri

  • In Heal

    Orang yang ga mau berwasilah itu sama aja mengklaim dirinya sudah bersih, udah layak langsung berhadapan dengan Allah. Kalo kita ngeluarin pendapat ga perlu berwasilah tapi level ilmu masih seujung kuku atawa biasa-biasa aja sama aja sombong bro!!! “Kalaulah kail panjang sejengkal, janganlah nak mengukur dalamnya lautan”..

  • Sufi Gila

    ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha
    saya pernah membaca tentang perkataan seorang ulama yang menyatakan :
    “sesungguhnya yang menyatukan umat adalah Al-Qur’an dan yang memecah belah umat juga Al-Qur’an”
    kemudain barulah saya memahami ucapan beliau bahwa memang sekarang segala perdebatan dan pertikaian yang terjadi karena masing2 punya hujjah yang kuat dan jelas …. masing2 punya dalil yang kuat dan jelas …. dan itu semua berasal dari Al-Qur’an dan hadits Rasulullah ….. sehingga memang benar lah pernyataan ulama tersebut
    jadi menurut saya segala pertikaian atas dasar agama dan Tuhan tidak akan pernah hilang dari muka bumi karena itu semua adalah rencana Allah SWT … sebagai sebuah proses untuk mengajar setiap manusia menuju pencerahan …. semoga kita bersama bisa memahami bahwa kita tidak hanya hidup dalam satu dimensi waktu saja …. tapi untuk memahami hal ini dibutuhkan proses belajar yang itu semua adalah hidayah Allah

    • syaefullah

      “sesungguhnya yang menyatukan umat adalah Al-Qur’an dan yang memecah belah umat juga Al-Qur’an”
      sorry bro gak setuju, ALQURAN ADALAH tetap pemersatu, jika kita ragu thd Al-Quran, apa lagi yang dapat meyakinkan Anda,

      Jika banyak orang-klaim bahwa pemahaman AL-quran dia paling benar, tetapi ternyata menimbulakn perpecahan. JANGAN SALAHKAH AL-QURAN DONG BRO. jangan-jangan NT nanti salahkan ALLAH karena sudah ciptain Iblis.

      Tetap Percaya Al-quran, terus belajar kepada Guru yang silsilah keilmuannya sampai kepada Baginda Rasulullah, pasti akan aman…

  • musafir gendeng

    kadang kita harus berpikir(merenung) siapakah sih gwa ni.siapakah baginda rosulullah.
    pinjam pepatah jawa (witing tresno jalaran kulino)
    cinta kita terhadap seseorang (ulama)atau baginda rosul,allah ta’ala. tergantung cinta kita kepa beliau.rosul adalah utusan allah,ulama adalah pewaris rosul.
    kita mau percaya sama siapa coy………
    siapakah ulama( Wali) haya walilah yang tau wali. kenapa kita harus tak percaya pada wali kadang berani memecat lagi…
    bicara cinta baginda rosulullah,diajak maulid gak mau.
    cinta pada wali,diajak manaqib gak mau..bid’ah katanya
    semua perbedaan dan semua yang ada sebagai sarana tarbiyah (kompetisi,dalam pengapdian kita pada Allah Ta’ala)
    kenapa harus meminta upah?
    untuk menjadikan kita manusia yang terpilih (insan kamil)
    Allahualam
    maaf jika salah kata……….

  • sufi gila

    sejuta buat Bang “young sufi”
    salam kenal juga … mungkin udah kenal kok
    udah tahu kan identitasku ?

    salam cinta dan damai untukmu saudaraku yang selalu di hatiku

  • WONG TULUNGAGUNG

    ASTGHFIRULLAH.
    mbok ya ndak usah tukaran. wong kita mau ke jakarta aja diantar kendaraan. kita beragama Islam Juga karena di kenalkan paling tidak oleh Kedua Orang tua
    lha orang mau wasilah apa nggak ya terserah to….. kalo mampu ya…… Sukur Alhamdullilah ibarat kalo mau pergi ke jakarta pake diantar supir apa nyupir sendiri terserah…
    lha disini repotnya kalo kita nyupir sendiri belum tau jalan…. Wallhualam Bi shawab…
    maaf kalo ada salah kata
    kalo menurt saya yang cubluk
    wasilah = perangko kilat

  • Wong edan

    Shollu’ala nabi muhammad.
    @wong tulung sg agung
    wah………. cocok tur mathuk.
    kari mbonceng kok repot.(dawuhe guru mbiyen)
    pingin mlaku dewe? di begal demit lai……….
    semoga khasil sedayanipun.mugi2 pinaringan sehat sagen makempal malih dumateng puniko majlis ma’rifatullah (web SUFI MUDA)pinaringan inayah sageto mangawulo dumateng gusti moho agung.mugi anggen kito sedoyo ngampai urip panguripan niki diparingi slamet ngantos wangsul dumateng allah ta’ala amin.
    mohon doa semuanya bwt yang lagi EDAN mugi dalem khasil seperti SUFI MUDA,bisa berkumpul dengan para guru2 dan baginda rosul di surgaya allah dan disitu ada allah ta’ala.amin

  • nophar

    Assalamu’alaikum..
    ” Allahh itu dekat, lebih dekat daripada urat nadi di leher”
    Dekat disini adalah bahasa maknawi. Jika berbicara materi, sebuah Gelas ” dekat ” dengan Botol, kalimat itu bisa di balik dan bisa dipahami secara materi bahwa Botol pasti ” dekat ” dengan Gelas.
    Tapi kalau ALLAH ” dekat ” dengan Manusia, tidak bisa dimaknai Manusia pasti ” dekat ” dengan ALLAH.
    Orang yang beranggapan bahwa ,jika Allah dekat dengan manusia maka manusia pasti dekat dengan Allah , berarti orang ini menganggapa bahwa Allah itu materi. Orang yang demikian menyamakan Allah dengan makhluk, dan ini adalah sebuah dosa besar.
    Wassalamu’alaikum

  • Le 13

    Biarlah Allah yg akan menjadi wasit …
    Tetap berjuanglah sahabt2ku di muka bumi ini …
    Walaupun Ayahanda sudah berpulang ,,, tetapi Syafaatnya akan terus menyinari kita !!!
    Ayah telah berpesan bahwa kita telah memasuki akhir zaman…
    Kita dicaci, dikucilka, dihina, desinggkirkan … tp Allah akan terus bersama kita …. AMINNNNNNNNNN…. Smoga kita adalah orang2 yang Menang Dunia dan Akhirat !!! Allahu Akbar…..

  • Arek Suroboyo

    nek gak arep Wasilah di pek dewe ae dulur …. terlalu mahal sulfur merah dibagikan kepada orang dungu …

  • harto

    al hamdulillahi robbil alamin
    ternyata saudara-saudara semua masih bisa berfikir dan mengemukakan pendapat walau ada yang sedikit nyeleneh hehe hehe…….
    manusia diciptakan untuk menggunakan akal pikirannya, marilah kita mencoba melihat permasalahan kehidupan dan agama secara menyeluruh sehingga kita tidak saling menyalahkan orang lain dan membenarkan pendapat sendiri……………………
    jangan lupa selalu ingat sang khaliq secara berkekalan, jangan karena nafsu kita berpendapat ya…
    sesama muslim adalah saudara ok..

  • Agusta

    Salam –
    Wasilah adalah jalan perhubungan kehadrat Allah. Berpegang dgn tali Allah dan jangan lah kamu bercerai berai.-iaitu Nabi Allah…selepasnya itu perhubungan rantaian hingga hari kiamat. – Ahli byte.

  • Ruslianto

    Dibawah ini secara ringkas tentang keutamaan yang hebat dari seorang Aulia di Zaman Tabi’in, yang tidak berjumpa dengan Nabi :

    Rasul bersabda :
    “Wahai Umar dan Ali, jika aku nanti telah tiada, carilah seseorang yang bernama Uwais Al Qarni, ia seorang Aulia Allah yang pilihan,Kekasih Allah,Zuhud dunia,…sampaikan salamku padanya, dan mohonkan Doa padanya agar ia mau mendoakanmu pada Allah, agar engkau diampuni Allah akan semua kesalahanmu dan engkau masuk surga; kelak di Padang Mahsyar ia diperintahkan Allah menaiki sebuah mimbar untuk memberi Syafa’at kepada seluruh ummat yang hadir pada waktu itu (HR.Imam Ahmad disyahkan oleh Imam Bukhari).

    Betapa hebatnya kelebihan-kelebihan seorang Aulia Allah itu, Rasul sendiri menggambarkan kehebatan itu, Namun para Waliyam Mursyida tidaklah banyak di dunia ini, namun pada tiap-tiap abad pasti ada orangnya.
    the WASILAH CARRIER si Pembawa WASILAH ! Wasilah mana berada di dalam Ruhnya tersembunyi !

  • Hidayat.Lembah

    ass, sy pernah ikut pembaringan. mengikut tarikad naksabandiah.tapi selama ini aku nga ikut suluknya tapi aku amalkan trs bgmna yg di ajarkan padj waktu pembaringan bgmna itu?

  • Ruslianto

    MENGAPA RASULULLAH SAW DISEBUT ALLAH SEBAGAI RAHMATAL LIL ‘ALAMIIN

    Wa maa arsal naaka illa rahmatal lil alamiin (Qur’an Suraah Al Anbia ayat 107) Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.

    Ada pertanyaan menggelitik (berbunyi seperti ini) : Rahmatal lil ‘alamiin- itu berarti Rahmat bagi seluruh alam,(seluruh jenis alam, alam dunia/sampai kiamat, alam ghaib,alam Kubur,alam Malakut,alam akhirat, alam Ilahiyah dll) sedangkan saat ini (alam dunia) belum kiamat, padahal Rasulullah sudah berlindung (telah berpulang kerahmatullah ). Bagaimana Rahmat (yang difirmankan Allah SWT/Janji Allah SWT ) itu dapat diterima oleh seorang Hamba Allah dan Kaum Muslimin, sepeninggal Rasulullah ?
    Jawabnya ialah : Karena didalam Arwahul Muqadasahnya, sesungguhnya“ tertanam/membawa” WASILAH yang Maha Akbar yang langsung dari Allah SWT yang mengandung frekwensi dan dimensinya luar biasa , yang mampu membuatnya dapat berkomunikasi secara langsung dengan Allah SWT- Naah,… maka sekarang dapat-lah kita fahami pula, bahwa Arwahul Muqadasah dari anak Abdullah itu tiada mati, tetapi hidup terus pada sisi Allah SWT, hanya jasmaninyalah yang berlindung , sedang Arwahnya membawa “THE BIG MISSING LINK” dari Allah SWT ( Wasilah itu bukan manusia, tetapi Rasulullah is the “Wasillah Carrier”)
    Nah sekarang sadar-lah kita, bahwa yang dimaksud dengan Rahmatal lil’alamiin, adalah “Wasilah”. Yang tertanam dalam Arwahul Mukadasahnya Rasulullah, karena Rasulullah dengan “Wasilah-Nya”(itu) merupakan corong yang tak habis-habisnya dari Rahmatal lil’alamiin, yang mengalir-kan Rahmat Allah SWT, Rahmat yang sebanyak bintang di langit dan sebanyak pasir di pantai serta sangat luas dan dalam sedalam lautan.
    Selama ini “Wasilah” sulit dimengerti , wasilah hanya dapat diuraikan dengan Ilmiah Fisika Tinggi bersama dengan Ilmu Tasauf Islam; maka selama itu pula persoalan “wasilah” selalu saja di kesampingkan oleh kebanyakan umat Islam, karena rumit dan payah dimengerti sama sekali !! Padahal Wasilah Allah adalah kunci terbesar “pembuka Rahmat Allah”serta (kata Guru-ku) mengandung frekwensi yang tak terhingga, yang mampu menyampaikan Amaliah kita langsung kepada Allah SWT. Maka oleh sebab itu siapa yang beruntung dapat menggabungkan Arwah/”Spirit”nya dengan Arwahul Mukaddasah Rasulullah, Ya-TENTU arwahulnya “disucikan” pula terlebih dahulu, seperti Rasulullah juga disucikan Arwahnya, maka Spiritnya kita itu akan mampu pula akhirnya untuk memiliki Wasilah (yang sama) Yang Maha berharga itu.
    Siapakah yang beruntung memiliki Wasilah itu ??, Apakah ia seluruh kaum muslimin, (jika memang benar ? begitu), maka pasti keseluruhan kaum muslimin itu akan menjadi Khalifah Allah yang hebat di atas bumi, karena ia akan mampu pula menyalurkan Rahmat Allah SWT kepada kelilingnya, karena ia (orang tsb) mampu pula berkomunikasi langsung dengan Allah SWT seperti Para Rasul-Rasul yang terdahulu, karena Wasilah/Komputer yang dipakainya adalah SAMA.

    Jika kamu lihat seorang laki-laki yang menebarkan rahmat-rahmatKu kepada orang banyak, maka naik saksilah engkau bahwa laki-laki itu adalah seorang Kekasih-Ku yang Ku-tugaskan untuk menebarkan rahmat-Ku pada ummat-Ku ! (Hadist Qudsi).

    Wahai Saudara-Ku Terus-lah sampean berkekalan berdzikir dengan bermursyid berwasilah pasti engkau Menang (karena sesuai dengan janji Allah, itu sebab janji Allah itu adalah pasti bukan mudah-mudahan).
    Wa maa arsalnaaka illaa rahmatal lil ‘aalamiin.

    Wass: Mohon maaf.

  • haqqul yaqin

    kalo menurut ane, berwasilah dengan bertawassul kepada guru mursyid atau gak tergantung dari niat, karena guru tsb hanya perantara sedangkan yang menentukan segalanya cuman Allah, SWT dan yang tahu diterima atau tidak amalan kita cuman Allah, SWT yang penting cara ibadah kita harus sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.. sedangkan pembahasan secara jelasnya masalah Tawassul adalah sbb: …..

    Pengertian Tawassul
    Pemahaman tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat islam selama ini adalah bahwa Tawassul adalah berdoa kepada Allah melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah. Jadi tawassul merupakan pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT.
    • Orang yang bertawassul dalam berdoa kepada Allah menjadikan perantaraan berupa sesuatu yang dicintainya dan dengan berkeyakinan bahwa Allah SWT juga mencintai perantaraan tersebut.
    • Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah bisa memberi manfaat dan madlorot kepadanya da. Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah SWT itu bisa memberi manfaat dan madlorot, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlorot sesungguhnya hanyalah Allah semata.
    • Tawassul merupakan salah satu cara dalam berdoa. Banyak sekali cara untuk berdo’a agar dikabulkan Allah, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan mendahuluinya dengan bacaan alhamdulillah dan sholawat dan meminta doa kepada orang sholeh. Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar do’a yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah s.w.t. Dengan demikian, tawasul adalah alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan.

    Tawassul dengan amal sholeh kita
    Para ulama sepakat memperbolehkan tawassul terhadap Allah SWT dengan perantaraan perbuatan amal sholeh, sebagaimana orang yang sholat, puasa, membaca al-Qur’an, kemudian mereka bertawassul terhadap amalannya tadi. Seperti hadis yang sangat populer diriwayatkan dalam kitab-kitab sahih yang menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam goa, yang pertama bertawassul kepada Allah SWT atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya, yang kedua bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang selalu menjahui perbuatan tercela walaupun ada kesempatan untuk melakukannya dan yang ketiga bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang mampu menjaga amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh, maka Allah SWT memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga.. (Ibnu Taimiyah mengupas masalah ini secara mendetail dalam kitabnya Qoidah Jalilah Fii Attawasul Wal wasilah hal 160)

    Tawassul dengan orang sholeh
    Adapun yang menjadi perbedaan dikalangan ulama’ adalah bagaimana hukumnya tawassul tidak dengan amalnya sendiri melainkan dengan seseorang yang dianggap sholeh dan mempunyai amrtabat dan derajat tinggi dei depan Allah. sebagaimana ketika seseorang mengatakan : ya Allah aku bertawassul kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammmad atau Abu bakar atau Umar dll.
    Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini. Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh. Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbedaan tersebut hanyalah sebatas perbedaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena pada dasarnya tawassul kepada dzat (entitas seseorang), pada intinya adalah tawassul pada amal perbuatannnya, sehingga masuk dalam kategori tawassul yang diperbolehkan oleh ulama’.

    Dalil-Dalil Tentang Tawassul
    Dalam setiap permasalahan apapun suatu pendapat tanpa didukung dengan adanya dalil yang dapat memperkuat pendapatnya, maka pendapat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Dan secara otomatis pendapat tersebut tidak mempunyai nilai yang berarti, demikian juga dengan permasalahan ini, maka para ulama yang mengatakan bahwa tawassul diperbolehkan menjelaskan dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawassul baik dari nash al-Qur’an maupun hadis, sebagai berikut:

    A. Dalil dari alqur’an.

    1. Allah SWT berfirman dalam surat Almaidah, 35 :
    ياأيها الذين آمنوااتقواالله وابتغوا إليه الوسيلة
    “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.”
    Suat Al-Isra’, 57:

    أُولَـئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُوراً
    17.
    57. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka [857] siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. [857] Maksudnya: Nabi Isa a.s., para malaikat dan ‘Uzair yang mereka sembah itu menyeru dan mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah.
    Lafadl Alwasilah dalam ayat ini adalah umum, yang berarti mencakup tawassul terhadap dzat para nabi dan orang-orang sholeh baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, ataupun tawassul terhadap amal perbuatan yang baik.

    2. Wasilah dalam berdoa sebetulnya sudah diperintahkan sejak jaman sebelum Nabi Muhammad SAW. QS 12:97 mengkisahkan saudara-saudara Nabi Yusuf AS yang memohon ampunan kepada Allah SWT melalui perantara ayahandanya yang juga Nabi dan Rasul, yakni N. Ya’qub AS. Dan beliau sebagai Nabi sekaligus ayah ternyata tidak menolak permintaan ini, bahkan menyanggupi untuk memintakan ampunan untuk putera-puteranya (QS 12:98).

    قَالُواْ يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ. قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّيَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
    97. Mereka berkata: “Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)”.
    98. N. Ya’qub berkata: “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
    Di sini nampak jelas bahwa sudah sangat lumrah memohon sesuatu kepada Allah SWT dengan menggunakan perantara orang yang mulia kedudukannya di sisi Allah SWT. Bahkan QS 17:57 dengan jelas mengistilahkan “ayyuhum aqrabu”, yakni memilih orang yang lebih dekat (kepada Allah SWT) ketika berwasilah.

    3. Ummat Nabi Musa AS berdoa menginginkan selamat dari adzab Allah SWT dengan meminta bantuan Nabi Musa AS agar berdoa kepada Allah SWT untuk mereka. Bahkan secara eksplisit menyebutkan kedudukan N. Musa AS (sebagai Nabi dan Utusan Allah SWT) sebagai wasilah terkabulnya doa mereka. Hal ini ditegaskan QS 7:134 dengan istilahبِمَا عَهِدَ عِندَكَDengan (perantaraan) sesuatu yang diketahui Allah ada pada sisimu (kenabian).
    Demikian pula hal yang dialami oleh Nabi Adam AS, sebagaimana QS 2:37

    فَتَلَقَّى آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
    “Kemudian Nabi Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”Kalimat yang dimaksud di atas, sebagaimana diterangkan oleh ahli tafsir berdasarkan sejumlah hadits adalah tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, yang sekalipun belum lahir namun sudah dikenalkan namanya oleh Allah SWT, sebagai nabi akhir zaman.

    4. Bertawassul ini juga diajarkan oleh Allah SWT di QS 4:64 bahkan dengan janji taubat mereka pasti akan diterima. Syaratnya, yakni mereka harus datang ke hadapan Rasulullah dan memohon ampun kepada Allah SWT di hadapan Rasulullah SAW yang juga mendoakannya.

    وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُواْ أَنفُسَهُمْ جَآؤُوكَ فَاسْتَغْفَرُواْ اللّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُواْ اللّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا

    “Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

    B. Dalil dari hadis.
    a. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW sebelum lahir

    Sebagaimana nabi Adam AS pernah melakukan tawassul kepada nabi Muhammad SAW. Imam Hakim Annisabur meriwayatkan dari Umar berkata, bahwa Nabi bersabda :

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لما اقترف آدم الخطيئة قال : يا ربى ! إنى أسألك بحق محمد لما غفرتنى فقال الله : يا آدم كيف عرفت محمدا ولم أخلقه قال : يا ربى لأنك لما خلقتنى بيدك ونفخت فيّ من روحك رفعت رأسى فرأيت على قوائم العرش مكتوبا لاإله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى إسمك إلا أحب الخلق إليك فقال الله : صدقت يا آدم إنه لأحب الخلق إلي، ادعنى بحقه فقد غفرت لك، ولولا محمد ما خلقتك (أخرجه الحاكم فى المستدرك وصححه ج : 2 ص: 615)
    “Rasulullah s.a.w. bersabda:”Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar Kau ampuni diriku”. Lalu Allah berfirman:”Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum aku jadikan?” Adam menjawab:”Ya Tuhanku ketika Engkau ciptakan diriku dengan tanganMu dan Engkau hembuskan ke dalamku sebagian dari ruhMu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis “Laailaaha illallaah muhamadun rasulullah” maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada namaMu kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai”. Allah menjawab:”Benar Adam, sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku cintai, bredoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan tidak ada Muhammad maka tidaklah Aku menciptakanmu”

    Imam Hakim berkata bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanadnya. Demikian juga Imam Baihaqi dalam kitabnya Dalail Annubuwwah, Imam Qostholany dalam kitabnya Almawahib 2/392 , Imam Zarqoni dalam kitabnya Syarkhu Almawahib Laduniyyah 1/62, Imam Subuki dalam kitabnya Shifa’ Assaqom dan Imam Suyuti dalam kitabnya Khosois Annubuwah, mereka semua mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih.

    Dan dalam riwayat lain, Imam Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas dengan redaksi :

    فلولا محمد ما خلقت آدم ولا الجنة ولا النار (أخرجه الحاكم فى المستدرك ج: 2 وص:615)

    Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih segi sanad, demikian juga Syekh Islam Albulqini dalam fatawanya mengatakan bahwa ini adalah shohih, dan Syekh Ibnu Jauzi memaparkan dalam permulaan kitabnya Alwafa’ , dan dinukil oleh Ibnu Kastir dalam kitabnya Bidayah Wannihayah 1/180.
    Walaupun dalam menghukumi hadis ini tidak ada kesamaan dalam pandangan ulama’, hal ini disebabkan perbedaan mereka dalam jarkh wattta’dil (penilaian kuat dan tidak) terhadap seorang rowi, akan tetapi dapat diambil kesimpulan bahwa tawassul terhadap Nabi Muhammad SAW adalah boleh.

    b. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam masa hidupnya.

    Diriwatyatkan oleh Imam Hakim :

    عن عثمان بن حنيف قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم وجاءه رجل ضرير
    فشكا إليه ذهاب بصره، فقال : يا رسول الله ! ليس لى قائد وقد شق علي فقال رسول الله عليه وسلم : :ائت الميضاة فتوضأ ثم صل ركعتين ثم قل : اللهم إنى أسألك وأتوجه إليك لنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى لى عن بصرى، اللهم شفعه فيّ وشفعنى فى نفسى، قال عثمان : فوالله ما تفرقنا ولا طال بنا الحديث حتى دخل الرجل وكأنه لم يكن به ضر. (أخرجه الحاكم فى المستدرك)

    Dari Utsman bin Hunaif: “Suatu hari seorang yang lemah dan buta datang kepada Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai orang yang menuntunku dan aku merasa berat” Rasulullah berkata”Ambillah air wudlu, lalu beliau berwudlu dan sholat dua rakaat, dan berkata:”bacalah doa (artinya)” Ya Allah sesungguhnya aku memintaMu dan menghadap kepadaMu melalui nabiMu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat”. Utsman berkata:”Demi Allah kami belum lagi bubar dan belum juga lama pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali dengan segar bugar”. (Hadist riwayat Hakim di Mustadrak)

    Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanad walaupun Imam Bukhori dan Imam Muslim tidak meriwayatkan dalam kitabnya. Imam Dzahabi mengatakatan bahwa hadis ini adalah shohih, demikian juga Imam Turmudzi dalam kitab Sunannya bab Daa’wat mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan shohih ghorib. Dan Imam Mundziri dalam kitabnya Targhib Wat-Tarhib 1/438, mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, Ibnu Majah dan Imam Khuzaimah dalam kitab shohihnya.

    c. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW setelah meninggal.

    Diriwayatkan oleh Imam Addarimi :
    عن أبى الجوزاء أ وس بن عبد الله قال : قحط أهل المدينة قحطا شديدا فشكوا إلى عائشة فقالت : انظروا قبر النبي فاجعلوا منه كوا إلى السماء حتى لا يكون بينه وبين السماء سقف قال : ففعلوا فمطروا مطرا حتى نبت العشب وسمنت الإبل حتى تفتقط من السحم فسمي عام الفتق ( أخرجه الإمام الدارمى ج : 1 ص : 43)
    Dari Aus bin Abdullah: “Sautu hari kota Madina mengalami kemarau panjang, lalu datanglah penduduk Madina ke Aisyah (janda Rasulullah s.a.w.) mengadu tentang kesulitan tersebut, lalu Aisyah berkata: “Lihatlah kubur Nabi Muhammad s.a.w. lalu bukalah sehingga tidak ada lagi atap yang menutupinya dan langit terlihat langsung”, maka merekapun melakukan itu kemudian turunlah hujan lebat sehingga rumput-rumput tumbuh dan onta pun gemuk, maka disebutlah itu tahun gemuk” (Riwayat Imam Darimi)

    Diriwayatkan oleh Imam Bukhori :
    عن أنس بن مالك إن عمر بن خطاب كان إذا قطحوا استسقى بالعباس بن عبد المطلب فقال : اللهم إنا كنا نتوسل إليك بنبينا فتسقينا وإنا ننتوسل إليك بعم نبينا فاسقنا قال : فيسقون (أخرجه الإمام البخارى فى صحيحه ج: 1 ص:137 )
    Riwayat Bukhari: dari Anas bin malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Abbas berkata:”Ya Tuhanku sesungguhkan kami bertawassul (berperantara) kepadamu melalui nabi kami maka turunkanlah hujan dan kami bertawassul dengan paman nabi kami maka turunkanlau hujan kepada, lalu turunlah hujan.

    d. Nabi Muhammad SAW melakukan tawassul .
    عن أبى سعيد الحذري قال : رسول الله صلى الله عليه وسلم : من خرج من بيته إلى الصلاة، فقال : اللهم إنى أسألك بحق السائلين عليك وبحق ممشاى هذا فإنى لم أخرج شرا ولا بطرا ولا رياءا ولا سمعة، خرجت إتقاء شخطك وابتغاء مرضاتك فأسألك أن تعيذنى من النار، وأن تغفر لى ذنوبى، إنه لا يغفر الذنوب إلا أنت، أقبل الله بوجهه واستغفر له سبعون ألف ملك (أخرجه بن ماجه وأحمد وبن حزيمة وأبو نعيم وبن سنى).

    Dari Abi Said al-Khudri: Rasulullah s.a.w. bersabda:”Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk melaksanakan sholat, lalu ia berdoa: (artinya) Ya Allah sesungguhnya aku memintamu melalui orang-orang yang memintamu dan melalui langkahku ini, bahwa aku tidak keluar untuk kejelekan, untuk kekerasan, untuk riya dan sombong, aku keluar karena takut murkaMu dan karena mencari ridlaMu, maka aku memintaMu agar Kau selamatkan dari neraka, agar Kau ampuni dosaku sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali diriMu”, maka Allah akan menerimanya dan seribu malaikat memintakan ampunan untuknya”. (Riwayat Ibnu Majad dll.).

    Imam Mundziri mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dengan sanad yang ma’qool, akan tetap Alhafidz Abu Hasan mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan.( Targhib Wattarhib 2/ 119).

    Alhafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Abu Na’im dan Ibnu Sunni.(Nataaij Alafkar 1/272).

    Imam Al I’roqi dalam mentakhrij hadis ini dikitab Ikhya’ Ulumiddin mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan, (1/323).
    Imam Bushoiri mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah dan hadis ini shohih, (Mishbah Alzujajah 1/98).

    Pandangan Para Ulama’ Tentang Tawassul
    Untuk mengetahui sejauh mana pembahasan tawassul telah dikaji para ulama, ada baiknya kita tengok pendapat para ulama terdahulu. Kadang sebagian orang masih kurang puas, jika hanya menghadirkan dalil-dalil tanpa disertai oleh pendapat ulama’, walaupun sebetulnya dengan dalil saja tanpa harus menyartakan pendapat ulama’ sudah bisa dijadikan landasan bagi orang meyakininya. Namun untuk lebih memperkuat pendapat tersebut, maka tidak ada salahnya jika disini dipaparkan pandangan ulama’ mengenai hal tersebut.

    Pandangan Ulama Madzhab

    Pada suatu hari ketika kholifah Abbasiah Al-Mansur datang ke Madinah dan bertemu dengan Imam Malik, maka beliau bertanya:”Kalau aku berziarah ke kubur nabi, apakah menghadap kubur atau qiblat? Imam Malik menjawab:”Bagaimana engkau palingkan wajahmu dari (Rasulullah) padahal ia perantaramu dan perantara bapakmu Adam kepada Allah, sebaiknya menghadaplah kepadanya dan mintalah syafaat maka Allah akan memberimu syafaat”. (Al-Syifa’ karangan Qadli ‘Iyad al-Maliki jus: 2 hal: 32).

    Demikian juga ketika Imam Ahmad Bin Hambal bertawassul kepada Imam Syafi’i dalam doanya, maka anaknya yang bernama Abdullah heran seraya bertanya kepada bapaknya, maka Imam Ahmad menjawab :”Syafii ibarat matahagi bagi manusia dan ibarat sehat bagi badan kita”
    (شواهد الحق ليوسف بن إسماعيل النبهانى ص:166)

    Demikian juga perkataan imam syafi’i dalam salah satu syairnya:
    آل النبى ذريعتى # وهم إليه وسيلتى
    أرجو بهم أعطى غدا # بيدى اليمن صحيفتى
    (العواصق المحرقة لأحمد بن حجر المكى ص:180)
    “Keluarga nabi adalah familiku, Mereka perantaraku kepadanya (Muhammad), aku berharap melalui mereka, agar aku menerima buku perhitunganku di hari kiamat nanti dengan tangan kananku”

    Pandangan Imam Taqyuddin Assubuky
    Beliau memperbolehkan dan mengatakan bahwa tawassul dan isti’anah adalah sesuatu yang baik dan dipraktekkan oleh para nabi dan rosul, salafussholeh, para ulama,’ serta kalangan umum umat islam dan tidak ada yang mengingkari perbuatan tersebut sampai datang seorang ulama’ yang mengatakan bahwa tawassul adalah sesuatu yang bid’ah. (Syifa’ Assaqom hal 160)

    Pandangan Ibnu Taimiyah
    Syekh Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW tanpa membedakan apakah Beliau masih hidup atau sudah meninggal. Beliau berkata : “Dengan demikian, diperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam doa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi :
    أن النبي علم شخصا أن يقول : اللهم إنى أسألك وأتوسل إليك بنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى حاجتى ليقضيها فشفعه فيّ (أخرجه الترميذى وصححه).

    Rasulullah s.a.w. mengajari seseorang berdoa: (artinya)”Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dan bertwassul kepadamu melalui nabiMu Muhammad yang penuh kasih, wahai Muhammad sesungguhnya aku bertawassul denganmu kepada Allah agar dimudahkan kebutuhanku maka berilah aku sya’faat”. Tawassul seperti ini adalah bagus (fatawa Ibnu Taimiyah jilid 3 halaman 276)

    Pandangan Imam Syaukani

    Beliau mengatakan bahwa tawassul kepada nabi Muhammad SAW ataupun kepada yang lain ( orang sholeh), baik pada masa hidupnya maupun setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para shohabat.

    Pandangan Muhammad Bin Abdul Wahab.

    Beliau melihat bahwa tawassul adalah sesuatu yang makruh menurut jumhur ulama’ dan tidak sampai menuju pada tingkatan haram ataupun bidah bahkan musyrik. Dalam surat yang dikirimkan oleh Syekh Abdul Wahab kepada warga qushim bahwa beliau menghukumi kafir terhadap orang yang bertawassul kepada orang-orang sholeh., dan menghukumi kafir terhadap AlBushoiri atas perkataannya YA AKROMAL KHOLQI dan membakar dalailul khoirot. Maka beliau membantah : “ Maha suci Engkau, ini adalah kebohongan besar. Dan ini diperkuat dengan surat beliau yang dikirimkan kepada warga majma’ah ( surat pertama dan kelima belas dari kumpulan surat-surat syekh Abdul Wahab hal 12 dan 64, atau kumpulan fatwa syekh Abdul Wahab yang diterbitkan oleh Universitas Muhammad Bin Suud Riyad bagian ketiga hal 68)

    Dalil-dalil yang melarang tawassul
    Dalil yang dijadikan landasan oleh pendapat yang melarang tawassul adalah sebagai berikut:
    1. Surat Zumar, 2:
    أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
    Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.
    Orang yang bertwassul kepada orang sholih maupun kepada para kekasih Allah, dianggap sama dengan sikap orang kafir ketika menyembah berhala yang dianggapnya sebuah perantara kepada Allah.
    Namun kalau dicermati, terdapat perbedaan antara tawassul dan ritual orang kafir seperti disebutkan dalam ayat tersebut: tawassul semata dalam berdoa dan tidak ada unsur menyembah kepada yang dijadikan tawassul , sedangkan orang kafir telah menyembah perantara; tawassul juga dengan sesuatu yang dicintai Allah sedangkan orang kafir bertwassul dengan berhala yang sangat dibenci Allah.

    2. Surah al-Baqarah, 186:
    وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
    2. 186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
    Allah Maha dekat dan mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaNya. Jika Allah maha dekat, mengapa perlu tawassul dan mengapa memerlukan sekat antara kita dan Allah.
    Namun dalil-dalil di atas menujukkan bahwa meskipun Allah maha dekat, berdoa melalui tawassul dan perantara adalah salah satu cara untuk berdoa. Banyak jalan untuk menuju Allah dan banyak cara untuk berdoa, salah satunya adalah melalui tawassul.

    3. Surat Jin, ayat 18:
    وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً
    72. 18. Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.
    Kita dilarang ketika menyembah dan berdoa kepada Allah sambil menyekutukan dan mendampingkan siapapun selain Allah.
    Seperti ayat pertama, ayat ini dalam konteks menyembah Allah dan meminta sesuatu kepada selain Allah. Sedangkan tawassul adalah meminta kepada Allah, hanya saja melalui perantara.

    Kesimpulan
    Tawassul dengan perbuatan dan amal sholeh kita yang baik diperbolehkan menurut kesepakatan ulama’. Demikian juga tawassul kepada Rasulullah s.a.w. juga diperboleh sesuai dalil-dalil di atas. Tidak diragukan lagi bahwa nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan yang mulia disisi Allah SWT, maka tidak ada salahnya jika kita bertawassul terhadap kekasih Allah SWT yang paling dicintai, dan begitu juga dengan orang-orang yang sholeh.

    Selama ini para ulama yang memperbolehkan tawassul dan melakukannya tidak ada yang berkeyakinan sedikitpun bahwa mereka (yang dijadikan sebagai perantara) adalah yang yang mengabulkan permintaan ataupun yang memberi madlorot. Mereka berkeyakinan bahwa hanya Allah lah yang berhak memberi dan menolak doa hambaNya. Lagi pula berdasarkan hadis-hadis yang telah dipaparkan diatas menunjukakn bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan suatu yang baru dikalangan umat islam dan sudah dilakukan para ulama terdahulu. Jadi jikalau ada umat islam yang melakukan tawassul sebaiknya kita hormati mereka karena mereka tentu mempunyai dalil dan landasan yang cukup kuat dari Quran dan hadist.

    Tawassul adalah masalah khilafiyah di antara para ulama Islam, ada yang memperbolehkan dan ada yang melarangnya, ada yang menganggapnya sunnah dan ada juga yang menganggapnya makruh. Kita umat Islam harus saling menghormati dalam masalah khilafiyah dan jangan sampai saling bermusuhan. Dalam menyikapi masalah tawassul kita juga jangan mudah terjebak oleh isu bid’ah yang telah mencabik-cabik persatuan dan ukhuwah kita. Kita jangan dengan mudah menuduh umat Islam yang bertawassul telah melakukan bid’ah dan sesat, apalagi sampai menganggap mereka menyekutukan Allah, karena mereka mempunyai landasan dan dalil yang kuat. Tidak hanya dalam masalah tawassul, sebelum kita mengangkat isu bid’ah pada permasalahan yang sifatnya khilafiyah, sebaiknya kita membaca dan meneliti secara baik dan komprehensif masalah tersebut sehingga kita tidak mudah terjebak oleh hembusan teologi permusuhan yang sekarang sedang gencar mengancam umat Islam secara umum.

    Memang masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh orang muslim awam dalam melakukan tawassul, seperti menganggap yang dijadikan tawassul mempunyai kekuatan, atau bahkan meminta-minta kepada orang yang dijadikan perantara tawassul, bertawassul dengan orang yang bukan sholeh tapi tokoh-tokoh masyarakat yang telah meninggal dunia dan belum tentu beragama Islam, atau bertawassul dengan kuburan orang-orang terdahulu, meminta-minta ke makam wali-wali Allah, bukan bertawassul kepada para para ulama dan kekasih Allah. Itu semua tantangan dakwah kita semua untuk kita luruskan sesuai dengan konsep tawassul yang dijelaskan dalil-dalil di atas.
    Wallahu a’lam bissowab

Tinggalkan Balasan ke Hidayat.LembahBatalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca