Cerita Sufi

Akibat Tamak

Jika seseorang mendambakan yang serba banyak atau terlalu panjang angan-angannya atas sesuatu yang lebih, niscaya hilanglah sifat qana’ah (merasa cukup dengan yang ada). Dan tidak mustahil ia menjadi kotor akibat loba dan hina akibat rakus sebab kedua sifat itu akan menyeret kepada pekerti yang jahat untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan munkar, yang merusakkan muru’ah (harga diri).

Untuk itu, rasanya tidak keliru kalau kita perhatikan sebuah hadis Nabi saw. yang dijadikan sandaran oleh rekan saya dari Jalan Kertosentono, Malang, bemama Santoso H. ketika mengirimkan naskah ini. ” Apabila anak adam (manusia) itu mempunyai dua lembah emas, niscaya ia akan mencari yang ketiga untuk tambahan dua lembah tadi. Dan rongga anak Adam itu tidak akan penuh selain oleh tanah. Tetapi, Allah menerima tobat terhadap siapa yang bertobat,” demikian sabda Nabi. Kemudian Santoso H. berkata, “Ada sebuah cerita menarik dari Asy-Sya’bi yang layak kita simak dengan cermat. Telah kudengar cerita bahwa terdapat seorang laki-laki menangkap burung qunbarah (semacam burung pipit).

Tiba-tiba burung itu bertanya, “Apa yang ingin engkau lakukan pada diriku?” Laki-laki itu menjawab, “Akan aku sembelih engkau dan aku makan engkau.” “Demi Allah! Engkau tidak akan begitu berselera memakanku dan aku tidak akan mengenyangkan engkau. Jangan engkau makan aku, tetapi akan aku beritahukan kepada engkau tiga perkara yang lebih baik bagi engkau daripada makananku .” “Baiklah, sebutkan ketiga perkara itu.” “Perkara yang pertama, akan aku beritahukan saat aku berada di tanganmu ini. Yang kedua, apabila aku engkau lepas dan terbang ke atas pohon. Yang ketiga, saat nanti apabila aku telah terbang lagi dan berada di atas bukit.” Laki-laki itu menyanggupi. “Nah, katakan yang pertama,” pinta laki-laki itu kemudian. “Janganlah engkau gundahkan apa yang telah hilang dari engkau.” Lalu laki-laki tersebut melepaskan burung itu. Tatkala ia telah berada di atas pohon, berkatalah laki-laki itu, “Katakan perkara kedua!” “Janganlah engkau benarkan apa yang tidak ada bahwa ia akan ada,” jawab burung itu.

Kemudian burung itu terbang dan hinggap di atas bukit serta tiba-tiba ia berkata, “Hai, orang yang sial. Jika tadi engkau sembelih aku, niscaya akan engkau dapati dalam tubuhku dua biji mutiara. Berat tiap-tiap mutiara dua puluh gram.” Tampak laki-laki itu menggigit bibirnya, risau dan menyesal. “Cepat katakan yang ketiga,” katanya kemudian, geram. “Engkau telah lupa akan dua perkara tadi, bagaimana mungkin aku terangkan perkara yang ketiga? Bukankah aku telah mengatakan bahwa engkau jangan mengeluh terhadap apa yang telah hilang dari engkau? Dan jangan engkau benarkan apa-apa yang tidak ada? Coba engkau pikirkan, hai orang yang celaka. Aku, dagingku, darahku, dan buluku tidak akan ada dua puluh gram. Lantaran itu, bagaimana mungkin akan ada dalam perutku dua biji mutiara yang masing-masing seberat dua puluh gram?” Kemudian terbanglah burung bijak itu meninggalkan si lelaki yang merenungi ketamakannya.

Itulah contoh betapa lobanya anak Adam yang dapat membutakan diri dari mengetahui kebenaran Diriwayatkan dari Jarir, dan Jarir meriwayatkannya dari Laits. Ujarnya: Pernah diceritakan seorang laki-laki yang menawarkan diri untuK menemani perjalanan Nabi Isa bin Maryam alaihissalam. ” Aku akan bersama engkau dan menemani perjalananmu,” kata lelaki itu. Nabi Isa tidak menolak. Maka berjalanlah mereka bersama-sama. Dalam perjalanan, keduanya sampailah pada sebuah sungai. Lalu keduanya menghentikan perjalanannya untuk duduk-duduk istirahat dan makan siang di tepi sungai itu. Nabi Isa membawa tiga potong roti. Lalu mereka berdua makan masing-masing sepotong roti sehingga tinggal sepotong. Nabi Isa kemudlan bangun dan pergi ke sungai untuk minum.

Akan tetapi, sekembalinya tak didapati lagi roti yang sepotong itu . “Siapakah yang mengambil roti itu?” tanyanya kepada si lelaki yang menemaninya itu. “Aku tidak tahu, jawabnya. Nabi Isa tak bertanya lebih jauh. Kemudian keduanya meneruskan perjalanan. Pada suatu ketika sampailah keduanya di sebuah lembah yang berair dalam, sedangkan di situ tak ada perahu. Maka Nabi Isa memegang tangan laki-lakl itu, lalu atas izin Allah Nabi Isa membawanya berjalan di atas air. Setelah melewati lembah berair itu, bertanyalah Nabi Isa kepada lelaki yang masih takjub akan keanehan tersebut. ” Aku perlihatkan tanda-tanda Ini sebagai kemukjizatanku.

Siapakah sebenarnya yang mengambil roti itu? ” Aku tidak tahu,” jawab lelaki tersebut tetap pada pendiriannya. Nabi Isa tak bertanya lagi. Dilanjutkannya perjalanan mereka. Di sebuah padang pasir mereka menghentikan perjalanan dan duduk beristirahat. Tiba-tiba Nabi Isa mengambil dan mengumpulkan tanah dan debu tebal, kemudian dia berkata, ” Jadilah engkau emas dengan izin Allah.” Maka terciptalah emas. Lalu Nabi Isa membagi emas tersebut menjadi tiga bagian . “Sepertiga untukku, sepertiga untukmu, dan sepertiga lagi untuk orang yang mengambil roti itu,” katanya kepada lelaki itu. Lantaran ketamakkannya, berkatalah lelaki tadi, ” Aku yang mengambil roti itu.” Nabi Isa kemudian berkata, “Kalau begitu, untukmu emas itu semuanya.” Nabi Isa beranjak pergi meninggalkan lelaki tersebut. Gembira betul hati si lelaki, lalu ia pun meneruskan perjalanannya sendirian.

Pada suatu ketika bertemulah lelaki pemilik harta itu dengan dua orang lelaki lain. Demi dilihatnya harta sebanyak itu, kedua laki-laki asing tersebut berkeinginan merampas emas itu. Kalau perlu dengan membunuhnya. Lantaran takut dibunuh dan diambil hartanya, maka dibagikannya emas itu pada kedua lelaki yang baru dikenalnya tadi. Maka sepakatlah mereka untuk meneruskan perjalanan bertiga.

Pada suatu tempat, berkata salah seorang dari kedua lelaki asing tadi, “Sekarang kita bunuh saja dia supaya kita miliki seluruhnya emas yang belum tentu miliknya itu.” Setelah disepakati bersama, dijebaklah lelaki yang tamak itu dan dibunuh dengan kejam.

5 Comments

Tinggalkan Balasan ke takim56Batalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca